tirto.id - Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Dahnil A. Simanjuntak berkomentar soal pembangunan jalan desa yang diklaim oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepanjang 191.600 km. Komentarnya keluar setelah debat Capres kedua yang dihelat 17 Februari lalu.
“Jokowi klaim Membangun jalan desa 191.000 km. Ini sama dengan 4,8 kali Keliling Bumi atau 15 kali Diameter Bumi. Itu membangunnya kapan? Pakai ilmu simsalabim apa? ternyata produsen kebohongan sesungguhnya terungkap pada debat malam tadi,” tulis Dahnil di akun twitternya.
Twit itu dibarengi dengan grafik mengenai peningkatan panjang jenis permukaan jalan di Indonesia dari 1956 sampai 2016, tanpa menyebutkan sumber referensi. Gambar tersebut memperlihatkan data pada 2014, total jumlah panjang jalan Indonesia adalah 517.663 km, mencakup 295.968 km jalan aspal dan 221.695 km jalan non-aspal. Namun, bila mengacu data BPS, total panjang jalan di Indonesia mencapai 539.353 km.
Berdasarkan penelusuran Tirto, data-data jalan yang dirujuk Dahnil identik dengan data Gaikindo yang merujuk pada data Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas PU Daerah pada 2014.
Bandingkan Jalan dan Lingkar Bumi, Tepatkah?
Pada twitnya, Dahnil mempertanyakan kebenaran panjang 191.600 km (dalam twitnya, Dahnil menyebut 191.000 km). Pernyataan Dahnil menarik untuk ditelusuri. Ia membandingkan panjang jalan desa dan keliling atau lingkar Bumi. Namun, perbandingan jalan desa dan keliling Bumi itu dilakukan seolah-seolah Bumi hanya mencakup satu garis lurus.
Artinya bila kita memakai asumsi yang dipakai Dahnil, dengan membagi total jumlah panjang jalan di Indonesia (aspal dan non aspal 517.663 km) dibagi keliling Bumi (versi NASA 40.070 km), maka total panjang jalan Indonesia pada 2014 setara 12,9 keliling Bumi.
Secara prinsip tidak ada keterkaitan antara panjang jalan dengan keliling Bumi. Hal yang perlu diperhatikan saat membandingkan adalah dimensi yang digunakan. Apakah dalam konteks transportasi dan tata kota, permukaan Bumi dalam batasan geografis negara, dan jalan direpresentasikan dengan luas.
Sebagai contoh, hal yang lazim adalah perbandingan rasio panjang jalan di Indonesia, dengan membagi panjang jalan dengan luas suatu wilayah tempat lokasi jalan berada. Nilai rasio ini merepresentasikan panjang jalan yang ada dalam 1 km persegi luas wilayah. Semakin tinggi nilai rasio, semakin tinggi aksesibilitas wilayah tersebut.
Kecepatan Pembangunan Jalan
Hal lain yang perlu dicermati dari twit Dahnil adalah soal keraguannya terhadap klaim Jokowi dalam kecepatan membangun jalan desa sepanjang 191.600 km selama empat tahun berkuasa. Dalam twitnya, Dahnil menuliskan “itu membangunnya kapan?”.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo pernah menyebut Indonesia memiliki 74.957 desa. Dengan jumlah tersebut, kata Eko, jika setiap desa mampu membangun 3 km sampai 4 km jalan selama 4 tahun, maka panjang jalan yang bisa dibangun mencapai 191.600 km.
Klaim Eko ini selaras identik dengan target capaian penyaluran dana desa periode 2015-2018 per tanggal 12 Desember 2018. Dana yang disalurkan ditargetkan mampu membuat jalan sepanjang 191.600 km.
Sementara dalam Buku Saku Dana Desa (PDF) yang diterbitkan Kementerian Keuangan pada 2017, disebutkan bahwa selama periode 2015-2016, salah satu output dana desa adalah pembangunan jalan desa sepanjang 95,2 ribu km.
Dengan mengasumsikan pembangunan jalan desa pada 2017-2018 sama dengan periode 2015-2016 sepanjang 95,2 ribu km, maka panjang jalan desa yang dibangun era Jokowi akan mencapai 190.400 km. Angka ini tidak jauh dari angka yang diklaim Jokowi dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.
Sebagai contoh, Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang menggunakan dana desa sebesar Rp575,1 juta untuk pengaspalan jalan, membutuhkan waktu 10 hari dan 56 pekerja. Hanya saja, penggunaan dana desa tersebut tidak menjelaskan berapa panjang jalan yang berhasil dibangun dari dana tersebut (PDF, Hlm, 43)
Ada Penambahan Jumlah Jalan Desa
Untuk bisa memastikan ada atau tidaknya penambahan jumlah jalan ini, maka bisa mengecek salah satunya dengan melihat banyaknya desa/kelurahan yang dapat dilalui kendaraan roda empat.
Merujuk Data Potensi Desa tahun 2014 yang dirilis BPS, terdapat 67.701 desa/kelurahan yang dapat dilewati roda empat sepanjang tahun tersebut (Hlm, 103). Angka itu naik menjadi 70.483 desa/kelurahan dalam Data Potensi Desa tahun 2018 (Hlm, 115). Ini berarti ada perbaikan konektivitas jalan di 2.782 desa/kelurahan selama periode 2014-2018.
Namun, pertambahan jumlah jalan secara umum (tak hanya jalan desa), tidak pernah lebih dari 11.000 km per tahun. Artinya pertambahan ini sangat jauh dibandingkan dengan klaim Jokowi soal pembangunan sepanjang 191.600 km jalan desa selama empat tahun. Pihak kubu Jokowi juga sudah mengklarifikasi bahwa panjang jalan desa itu bukan jalan yang benar-benar baru dibangun.
"...Yang dimaksud Pak Jokowi dengan jalan desa sepanjang 191.000 (kilometer) itu bukan membangun jalan yang baru, tapi membangun kembali jalan-jalan, tadinya tidak dapat diakses karena jelek dan serta berbatu, kembali diperbaiki jalan-jalan desa yang rusak dengan menggunakan dana desa...," kata juru bicara TKN Ace Hasan Syadzily.
Namun, pembangunan jalan desa dalam waktu singkat suatu keniscayaan. Jika merujuk pada laporan penggunaan dana desa Kabupaten Blitar, seperti yang disebutkan di atas, maka pembangunan jalan padat karya sangat dimungkinkan terjadi.
Yang menjadi pertanyaan buat kita selanjutnya adalah di mana saja sebaran 191.600 km jalan desa yang disebutkan Joko Widodo ini berada? Sebab, lonjakan panjang jalan ini tidak terpantau di data BPS. Bisa jadi karena ada perbedaan definisi jalan yang digunakan kemendes dan BPS, atau memang karena tiap instansi punya data yang tak saling terkait.
Penulis: Yuti Ariani
Editor: Mufti Sholih