Menuju konten utama
Suap Penerimaan Mahasiswa Baru

Merunut Kasus Unila yang Seret Nama Tokoh NU, Zulhas hingga Utut

Kasus suap penerimaan mahasiswa baru Unila menyeret sejumlah tokoh ormas hingga politikus. Bagaimana duduk perkaranya?

Terdakwa kasus suap Universitas Lampung Karomani duduk mendengarkan pembacaan dakwaan saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Bandar Lampung, Lampung, Selasa (10/1/2022). Mantan Rektor Universitas Lampung tersebut hadir dalam sidang yang beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA FOTO/Ardiansyah/hp.

tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang tersangka suap program Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Mereka adalah penerima suap, Rektor Unila, Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila, Heryadi; Ketua Senat Unila, Muhammad Basri; dan pemberi suap dari pihak swasta, Andi Desfiandi.

Andi selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sedangkan para penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menyatakan, Karomani diduga terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta Simanila, dengan memerintahkan jajarannya, Heryandi, Budi Sutomo, dan Muhammad Basri, untuk turut serta menyeleksi secara personal perihal kesanggupan orang tua calon mahasiswa.

Jika calon mahasiswa ingin dinyatakan lulus maka dapat “dibantu” dengan persyaratan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan. Karomani juga memberikan tugas khusus kepada ketiga anak buahnya untuk mengumpulkan uang yang telah disepakati.

Nominal uang suap yang diserahkan kepada Karomani sekitar Rp100 juta-Rp350 juta. Sementara Andi Desfiandi sebagai keluarga calon peserta seleksi Simanila, diduga menghubungi Karomani guna menyerahkan uang karena anggota keluarganya dinyatakan lulus Simanila atas bantuan si rektor.

Lalu, Karomani memerintahkan Mu'allimin, anak buahnya, untuk mengambil Rp150 juta dari Andi. Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mu'allimin yang berasal dari beberapa orang tua calon mahasiswa berjumlah Rp603 juta.

KPK juga menemukan sejumlah uang yang diterima Karomani melalui Budi Sutomo dan Muhammad Basri, yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan oleh rektor.

“Yang juga atas perintah KRM uang tersebut telah dialihkan menjadi tabungan, deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai yang totalnya senilai Rp4,4 miliar," terang Nurul Ghufron.

Karena terlibat kasus suap tersebut, akhirnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mencopot Karomani sebagai rektor.

Menyeret Nama Menteri, Anggota DPR hingga Tokoh NU

Pengusutan perkara ini pun dimulai. Pada November 2022, penyidik KPK memeriksa Utut Adianto, Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan sebagai saksi dalam kasus suap yang menyeret rektor Unila tersebut. Ia diduga “menitipkan” calon mahasiswa.

Kemudian, dalam persidangan juga terungkap ada beberapa nama lain, seperti Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas), anggota DPR Tamanuri dan Muhammad Khadafi, politikus senior asal Lampung Alzier Dianis Thabrani, maupun Bupati Lampung Tengah Musa Ahmad. Bahkan jaksa juga menampilkan 23 nama mahasiswa titipan.

Zulhas disebut ikut menitipkan keponakannya agar bisa masuk Unila. Zulhas pun langsung menepis kabar itu. Dia mengklaim tidak memiliki kemenakan yang mendaftar di kampus tersebut.

“Saya tidak punya ponakan yang daftar ke Unila," kata Zulkifli Hasan kepada Tirto, Rabu (30/11/2022).

Zulhas juga mengklaim tidak mengenal Karomani. Tidak hanya itu, dia juga mengakui tidak pernah memberikan uang kepada pihak Unila. "Apalagi kasih uang, juga tidak kenal dengan Prof Karomani," tambahnya.

Nama lain yang juga terseret ialah eks Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj. Ia disebut ikut menerima aliran uang Rp30 juta. Ketua PBNU periode 2015-2020, Marsudi Syuhud juga disebut-sebut ikut menitipkan calon mahasiswa ke Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Tinggi Nizam.

Marsudi pun membantah terlibat. Dia mengaku tidak pernah bertemu dengan orang yang mengaku dititipkan calon mahasiswa. “Saya tidak merasa ngirim, dan tidak merasa meminta,” kata dia sebagaimana dilansir Detik.

Penegak Hukum Diminta Fokus pada Aliran Dana

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pusat) Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, Zaenur Rohman menilai, pemberian atau penerimaan uang harus sesuai konteks. “Seseorang menerima uang dari orang lain selalu ada konteks,” kata dia kepada Tirto, Rabu, 1 Februari 2023.

Namun dalam perkara ini, ia tidak mengomentari perihal bisyaroh (tanda terima kasih atas jasa seseorang), tapi dia menyorot perihal aliran dana.

Zaenur menyatakan penegak hukum fokus saja kepada aliran dana. Jika aliran dana tidak termasuk status transaksi tertentu, maka jaksa harus memperjelasnya dalam persidangan; bisa saja penerima duit diminta untuk mengembalikan uang tersebut.

Sebaliknya, kata dia, bila ada indikasi pemuka agama mengelola uang hasil korupsi, misalnya, maka penegak hukum dapat menerapkan undang-undang pencucian uang.

Pemuka agama juga berisiko ketika menerima pemberian dari penyelenggara negara. "Kalau pemberian tidak dalam konteks apa pun, misalnya tidak dalam konteks sumbangan bangunan atau tidak memberi honor untuk ceramah, maka bukan hal tabu untuk bertanya uang itu dalam rangka pemberian apa?" jelas Zaenur.

Penegak hukum juga bisa bertanya asal uang dengan mempertimbangkan profil si pemberi dan nominal.

Dalam urusan ini, KPK bakal dalami dugaan suap kepada Said Aqil hingga Marsudi. "Apakah benar ada fakta hukum tersebut ataukah hanya sebatas fakta keterangan saksi saja memang perlu dilakukan pendalaman," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri.

Dalam persidangan lanjutan kasus suap penerimaan mahasiswa baru di Universitas Negeri Lampung, di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, jaksa menghadirkan saksi bernama Mu'allimin yang merupakan orang kepercayaan Karomani, salah satu terdakwa perkara.

Jaksa memperlihatkan catatan tulisan tangan Mualimin yang menjadi bukti. Dalam catatan tersebut, tertulis sebuah inisial 'SAS' dengan nominal Rp30 juta. Jaksa menanyakan maksudnya, lalu saksi menjawab bahwa itu amplop isi duit untuk Said Aqil Siroj. Duit itu diperuntukkan bagi Said Aqil yang datang ke Lampung guna mengisi pengajian.

Saksi pun menyatakan Said Aqil tidak mengetahui bahwa uang yang ia terima berasal dari suap calon mahasiswa baru Universitas Lampung. Sementara Marsudi Syuhud dan anggota Badan Anggaran Komisi X DPR Muhammad Nur Purnamasidi disebut-sebut ikut menitipkan calon mahasiswa ke Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nizam.

PEMERIKSAAAN REKTOR NONAKTIF UNILA

Tersangka Rektor nonaktif Universitas Negeri Lampung (Unila) Karomani (kiri) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Karomani menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila tahun 2022. ANTARA FOTO/Reno Esnir/nym.

Tak Ada Kaitan dengan NU

Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Abdul Qodir buka suara terkait nama-nama tokoh NU yang disebut dalam persidangan. Ia sebut rekomendasi dalam Muktamar NU menegaskan kembali komitmen NU untuk mencegah dan memberantas rasuah.

Ia juga menegaskan bahwa NU tidak pernah menuntut imbalan, sehingga tidak seharusnya ada yang meragukan ketulusan NU dalam khidmah untuk rakyat, negara dan bangsa Indonesia.

“Apalagi membuat tuduhan keji yang mengaitkan NU dengan tindak korupsi. Komitmen NU untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, tak perlu diragukan lagi,” kata Qodir kepada Tirto, Rabu (1/2/2023).

Ihwal keterangan saksi yang menyebut sejumlah tokoh NU dalam persidangan kasus suap Unila, Qodir berkata hal tersebut tak ada kaitan dengan NU secara institusi.

“Seandainya pun hal tersebut benar, jika dibaca dan dipahami secara cerdas dan dengan hati yang jernih, sudah jelas tidak ada kaitannya dengan jam'iyyah (organisasi) Nahdlatul Ulama. Kami tidak pernah melegitimasi tindakan individu-individu, siapapun itu, untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan," jelas Qodir.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP UNILA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz