Menuju konten utama

Merunut Kasus Peretasan PDN hingga Desakan Mundur Budi Arie

Budi Arie Setiadi sebelumnya berjanji akan segera membongkar pelaku yang menyerang PDN.

Merunut Kasus Peretasan PDN hingga Desakan Mundur Budi Arie
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie saat memberikan keterangan pers di Gedung Kominfo, Jakarta Pusat, Jumat (19/1/2024). tirto.id/Muhammad Naufal

tirto.id - Pusat Data Nasional (PDN) tengah mengalami serangan siber dalam bentuk ransomware sejak Senin (17/6/2024) sekitar tengah malam. Tiga hari kemudian, PDN mulai mengalami infeksi perangkat lunak berbahaya (malicious software) atau malware. Puncaknya, PDN mulai tidak bisa diakses sejak Kamis (20/6/2024).

Meskipun serangan siber sudah terjadi selama tiga hari, pemerintah tidak kunjung menyampaikan situasi tersebut kepada publik. Seminggu setelah serangan siber terhadap PDN, barulah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyampaikan kepada publik tentang situasi terjadi.

Kepala BSSN, Letjen TNI Hinsa Siburian, menjelaskan bahwa server PDN telah mengalami serangan brain chiper ransomware pengembangan terbaru bernama lockbit 3.0. Dari serangan ransomware ini, seluruh data warga Indonesia berpotensi tidak aman. Namun, BSSN mengklaim sudah melakukan konversi informasi atau enkripsi data warga untuk mengamankan sementara.

"Tadi kan saya bilang datanya dienkripsi. Kalau [sampai] dienkripsi ya sebenarnya tidak aman," ujar dia saat konferensi pers di Jakarta, Senin (24/6/2024).

Pernyataan Hinsa tersebut bukan membuat tenang masyarakat justru membuat kepanikan publik. Dua hari selang berikutnya, tepatnya pada Rabu (26/6/2024), Hinsa justru menarik ucapannya dan menegaskan bahwa data yang tersimpan di dalam server PDN masih dalam keadaan aman walaupun mengalami kelumpuhan akibat serangan siber ransomware. Dia menjamin data-data publik tersebut masih tersimpan di tempat dalam keadaan terenkripsi.

"Jadi data itu di tempat, tapi keadaan terenkripsi," kata Hinsa di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rabu (26/6/2024).

Sementara dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR, Menkominfo Budi Arie Setiadi, berjanji akan segera membongkar pelaku yang menyerang PDN. Bahkan dia bersyukur motif peretasan sistem pusat data nasional sementara (PDNS) di Surabaya bukan karena suatu negara tetapi unsur ekonomi.

"Dalam waktu yang tidak terlalu lama kita akan jelaskan ke publik siapa pelakunya, motifnya apapun, Tapi di forum ini saya ingin tegaskan bahwa kesimpulan mereka ini non state actor dengan motif ekonomi. Itu sudah alhamdulillah dulu," kata Budi dalam rapat antara Komisi I DPR, Kominfo, dan BSSN di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Namun, hingga Rabu (3/7/2024) ini, belum ada penjelasan lengkap mengenai kejadian tersebut, termasuk kronologi, dampak, dan penanganan yang dilakukan oleh pemerintah. Tidak ada juga pertanggungjawaban lebih jelas dari Kementerian terkait atas serangan siber tersebut.

Padahal peretasan ini sudah membuat seluruh layanan publik menggunakan data dari PDN tidak bisa diakses. Kominfo setidaknya menyampaikan bahwa terdapat lebih dari 200 instansi pemerintah di pusat maupun daerah terdampak serangan PDNS tersebut.

Peretasan PDN itu menyebabkan gangguan dan penundaan dalam berbagai aktivitas masyarakat. Mulai dari layanan E-KTP, layanan BPJS Kesehatan, sistem perpajakan, layanan pendidikan, layanan imigrasi, dan sistem perbankan.

Dari kejadian ini, ada biaya yang harus dibayar oleh pemerintah yakni kerugian ekonomi sebesar Rp6,3 triliun. Kemudian ada surplus usaha yang hilang dari lumpuhnya PDN sebesar Rp2,7 triliun. Pada saat yang sama, negara pun kehilangan potensi penerimaan hingga Rp17 miliar dari layanan yang lumpuh dan potensi ekonomi yang hilang.

Desakan Mundur Budi Arie

Atas kejadian ini, desakan petisi mundur Budi Arie pun mencuat ke publik. Petisi yang dibuat oleh Safenet tersebut menyebutkan sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan data dan informasi, termasuk keamanannya, sudah seharusnya Kominfo bertanggung jawab terhadap serangan ransomware pada PDNS saat ini.

“Pak Menteri, cukuplah semua kelalaian ini. Jangan jadikan data pribadi kami sebagai tumbal ketidakmampuan Anda. MUNDURLAH!,” tulis petisi yang dibuat oleh Safenet.

Sampai dengan hari ini, atau artikel ini dimuat setidaknya sudah terdapat 22.207 yang telah menandatangani petisi desakan mundur Budi Arie. Petisi ini sudah dibuat sejak 26 Juni 2024 dengan target mencapai 25.000 tanda tangan.

Petisi ini pun sempat mendapat sorotan dari media asing. Salah satunya adalah portal Singapura, Channel News Asia (CNA). Media tersebut membuat judul dengan tajuk “Indonesia’s ‘Giveaway’ Minister Faces Growing Pressure to Resign after Worst Cyberattack in Years”. Jika diterjemahkan: “Menteri Hasil Hadiah Hadapi Tekanan yang Kian Besar untuk Mundur usai Serangan Siber Terburuk dalam Beberapa Tahun Terakhir”.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Projo, Handoko, mengatakan desakan dari masyarakat agar Menkominfo, Budi Arie Setiadi, mundur dari jabatannya karena PDN diserang ransomware berasal dari kelompok yang kalah Pilpres 2024. Pihaknya pun mengaku prihatin atas sikap sikap sebagian tokoh di media sosial yang mempolitisasi dan memanfaatkan kasus ransomware PDN milik Telkom untuk menyerang Menkominfo, Budi Arie Setiadi.

"Itu dengan tujuan-tujuan politik sempit. Mereka memilih secara aktif menyudutkan pemerintah dan membuat kekeruhan opini publik," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Projo, Handoko, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2024).

Handoko menuturkan, ada yang sengaja menggalang opini sehingga memperkeruh situasi. Tidak hanya itu, dia juga menilai tuntutan tersebut juga dapat memecah konsentrasi dalam perang melawan judi online dan pemulihan situs PDN.

Handoko juga melihat politisasi yang digalang oleh sebagian kecil tokoh-tokoh akan menguntungkan pihak ingin kejahatan siber seperti judi online tetap berlangsung lancar dan menghasilkan keuntungan dengan menghisap uang rakyat kecil.

"Menunjukkan bahwa kelompok tokoh ini berasal dari sisa-sisa pendukung capres yang kalah pada pilpres Februari 2024 lalu. Tidak menggambarkan kedewasaan berpolitik dari pengamatan atas kata-kata yang digunakan," ucap Handoko.

Berbagai desakan mundur itu juga sempat dijawab oleh Budi Arie. Ia bilang ihwal desakan mundur dari jabatannya sebagai Menkominfo usai serangan ransomware terhadap PDNS itu merupakan hak masyarakat untuk bersuara.

"Ah no comment kalau itu (desakan) itu haknya masyarakat untuk bersuara. Yang pasti tadi hasil rapat dengan Komisi I kita tidak ada indikasi dan belum ada bukti terjadinya kebocoran data," tutup Budi Arie.

Desakan mundur Budi Arie pun sudah sampai hingga ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi menegaskan sudah mengevaluasi kasus tersebut.

"Semuanya sudah dievaluasi," kata Jokowi usai meresmikan Ekosistem Baterai dan Kendaraan Listrik Korea Selatan di Indonesia: Visi Menjadi Kenyataan PT Hyundai LG Indonesia (HLI) di Karawang, Rabu (3/7/2024).

Dia meminta semua kementerian dan lembaga ikut mengevaluasi keamanan data. Salah satu solusinya adalah menyiapkan data cadangan di setiap penyimpanan.

"Ya, sudah kita evaluasi semuanya. Yang paling penting semuanya harus dicarikan solusinya agar tidak terjadi lagi, di-back up semua data nasional kita," kata dia.

Jokowi berharap kejadian serupa yang melumpuhkan sejumlah pelayanan publik seperti imigrasi dan pendaftaran siswa dan mahasiswa baru dapat dievaluasi dan tak terjadi lagi.

"Sehingga kalau ada kejadian, kita tidak terkaget-kaget, dan ini juga terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja," kata Jokowi.

Dukungan Bagi Budi Arie Agar Tidak Mundur

Usai desakan mundur, sebuah petisi daring tandingan yang isinya mendesak Menkominfo Budi Arie untuk tidak mundur dan terus berjuang melawan praktik judi online di Indonesia kini muncul. Petisi ini telah memperoleh lebih dari 25.000 tanda tangan. Dukungan luas dari masyarakat ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pemberantasan judi online bagi banyak warga Indonesia.

Dalam beberapa bulan terakhir, Budi Arie telah menjadi simbol perlawanan terhadap maraknya judi online yang meresahkan banyak pihak. Langkah-langkah tegas yang diambilnya, termasuk pemblokiran situs-situs judi online dan upaya kerjasama dengan pihak kepolisian, telah menuai apresiasi sekaligus tantangan. Tidak sedikit yang merasa bahwa tekanan dari berbagai pihak dapat membuatnya mundur dari jabatannya.

Namun, suara masyarakat jelas: mereka mendukung penuh langkah-langkah Menkominfo dalam membersihkan ruang digital Indonesia dari aktivitas ilegal. Petisi yang dimulai oleh kelompok masyarakat sipil ini menyuarakan harapan agar Budi Arie tetap teguh pada posisinya dan melanjutkan perjuangan melawan judi online.

"Ini adalah perjuangan yang tidak mudah, tapi kami yakin Pak Budi Arie adalah orang yang tepat untuk memimpin perlawanan ini. Kami butuh seseorang yang berani dan berkomitmen untuk menjaga moral dan keamanan digital bangsa kita," ujar Abdul Havid salah satu penggagas petisi.

Dukungan ini tidak hanya datang dari kalangan masyarakat umum, tetapi juga dari berbagai tokoh masyarakat, akademisi, dan organisasi non-pemerintah yang mengapresiasi upaya pemerintah dalam menindak tegas aktivitas judi online.

Menkominfo Budi Arie sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait petisi ini. Namun, melalui akun media sosialnya, ia sempat menyampaikan terima kasih atas dukungan masyarakat dan menegaskan komitmennya untuk terus berupaya memerangi judi online.

Judi online telah menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menjaga keamanan digital di Indonesia. Aktivitas ilegal ini tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga membawa dampak negatif bagi masyarakat, termasuk kecanduan dan kerugian finansial yang signifikan. Upaya pemerintah dalam memerangi judi online diharapkan dapat menciptakan ruang digital yang lebih aman dan bersih bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Dengan lebih dari 25.000 tanda tangan, pesan masyarakat kepada Menkominfo Budi Arie jelas: jangan mundur, teruskan perjuangan melawan judi online di Indonesia,” tegas dia.

Baca juga artikel terkait PERETASAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang