tirto.id - Perusahaan teknologi PT Bukalapak.com Tbk berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp3,62 triliun pada kuartal III-2022. Posisi itu meningkat 421 persen dari rugi bersih dihasilkan sebesar Rp1,13 triliun pada periode sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan dokumen laporan keuangan perusahaan, lonjakan laba bersih emiten dengan kode saham BUKA itu, ditopang oleh pos laba nilai investasi yang belum dan sudah terealisasi, dengan nilai sebesar Rp5,13 triliun. Sementara pada periode kuartal III tahun lalu tidak terdapat pendapatan dari pos tersebut.
“Ini terutama disebabkan oleh laba nilai investasi marked to market dari PT Allo Bank," demikian tulis manajemen sebagaimana dikutip dari keterangan resmi perseroan.
Pendapatan neto Bukalapak pada sembilan bulan pertama juga mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, yakni sebesar 92 persen secara tahunan (year on year/yoy), dari Rp1,35 triliun menjadi Rp2,59 triliun. Pertumbuhan itu didorong oleh pendapatan mitra yang tumbuh sebesar 191 persen secara yoy menjadi Rp1,45 triliun.
Kontribusi Mitra Bukalapak terhadap pendapatan BUKA juga turut menunjukkan peningkatan dari 43 persen pada kuartal III-2021 menjadi 53 persen pada kuartal III-2022.
Pendapatan tersebut membuat Bukalapak menorehkan laba operasional sebesar Rp3,5 triliun hingga kuartal III-2022, atau mengalami peningkatan sebesar 391 persen dari rugi operasional sebesar Rp1,21 triliun secara tahunan (yoy).
Selain itu, Bukalapak terus menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan Total Processing Value (TPV) selama kuartal III-2022 tumbuh sebesar 32 persen menjadi Rp41,3 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sebanyak 74 persen TPV Perseroan berasal dari luar daerah Tier 1 di Indonesia, di mana penetrasi all-ecommerce dan tren digitalisasi warung serta toko ritel tradisional terus menunjukan pertumbuhan yang kuat.
Mitra Bukalapak juga terus menghasilkan pertumbuhan yang baik. TPV Mitra pada kuartal III/2022 bertambah sebesar 23 persen menjadi Rp19,7 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. TPV Mitra pada sembilan bulan 2022 tumbuh sebesar 37 persen menjadi Rp54,7 triliun dari periode yang sama pada tahun lalu.
Menurut manajemen, pertumbuhan mitra ini didukung oleh berkembangnya variasi produk dan jasa yang ditawarkan oleh Bukalapak kepada para mitra. Pada akhir September 2022, jumlah mitra yang telah terdaftar mencapai 15,2 juta, meningkat dari 11,8 juta pada akhir Desember 2021.
Pendapatan Bukalapak pada kuartal III/2022 tumbuh sebesar 86 persen menjadi Rp898 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan mitra pada kuartal III/2022 meningkat sebesar 131 persen menjadi Rp477 miliar.
"Setelah mengalami pertumbuhan pendapatan QoQ yang berkelanjutan, pada kuartal ketiga BUKA fokus untuk menghasilkan pendapatan dengan biaya yang lebih rendah dan untuk pertama kalinya mencatat margin kontribusi positif," tulis manajemen.
Menurutnya, pada kuartal III-2022, Bukalapak berusaha menekan biaya dan insentif serta tetap mendorong tumbuhnya pendapatan. Bukalapak telah menunjukkan kemampuannya untuk mewujudkan hal tersebut, yang sangat penting dalam membantu BUKA untuk mencapai profitabilitas di masa depan dan membuktikan bahwa bisnis tidak hanya bergantung pada pengeluaran, promosi, dan subsidi untuk menghasilkan pertumbuhan.
"Saat ini, dengan operasional bisnis yang kuat, Bukalapak akan fokus pada pertumbuhan pendapatan, seraya terus berusaha untuk mencatat margin kontribusi yang positif," kata manajemen.
Pada periode 9 bulan pertama 2022, rasio beban umum dan administrasi, tidak termasuk kompensasi berbasis saham, terhadap TPV membaik menjadi 1,0 persen dibandingkan dengan 1,2 persen pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Margin kontribusi Bukalapak, yang dihitung sebagai laba kotor dikurangi beban penjualan dan pemasaran terhadap TPV, menunjukkan peningkatan dari -0,1 persen pada kuartal III-2021 menjadi 0,1 persen terhadap TPV di kuartal III-2022. Manajemen BUKA berhasil membukukan margin kontribusi positif pada pertama kalinya di kuartal ini.
Margin kontribusi marketplace Bukalapak terhadap TPV marketplace meningkat dari 0,2 persen di kuartal III-2021 menjadi 0,5 persen di kuartal III-2022. Sementara itu, margin kontribusi mitra terhadap TPV mitra membaik dari -0,4 persen di kuartal III/2021 menjadi -0,3 persen di kuartal III-2022.
Bukalapak membukukan adjusted Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (adjusted EBITDA) sebesar -Rp327 miliar pada kuartal III/2022, di mana rasio adjusted EBITDA terhadap TPV menunjukkan peningkatan dari -1,1 persen di kuartal III-2021 menjadi -0,8 persen di kuartal III-2022.
"Meskipun BUKA telah mencatat laba bersih pada sembilan bulan 2022, BUKA tetap memiliki fokus pada kinerja operasional. Oleh karena itu, manajemen BUKA tetap menggunakan adjusted EBITDA sebagai indikator kinerja," ucap manajemen.
Dengan peningkatan efisiensi yang diiringi oleh pertumbuhan yang kuat, Bukalapak juga memiliki permodalan yang kuat dengan posisi kas, termasuk dengan investasi lancar seperti obligasi pemerintah dan reksa dana sebesar Rp20,2 triliun pada akhir September 2022, yang jumlahnya lebih dari 15 kali adjusted EBITDA pada kuartal III-2022.
Analis PT Kanaka Hita Solvera (KHS), William Wibowo menilai, kinerja Bukalapak yang moncer pada kuartal juga III-2022 turut didorong oleh perbaikan manajemen. Selain itu, kebutuhan marketplace digital yang semakin tinggi turut mendorong kinerja Bukalapak.
“Menurut saya kebutuhan marketplace digital yang semakin tinggi turut mendorong kinerja Bukalapak," kata dia saat dihubungi Tirto, Selasa (1/11/2022).
Meski tidak sepopuler Tokopedia dan Shopee, Bukalapak nyatanya masih diperhitungkan sebagai marketplace di Indonesia. Apalagi, Bukalapak telah menjadi Decacorn dan telah melakukan Initial Public Offering (IPO), salah satu perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Meski telah terdaftar di BEI, pengunjung Bukalapak belum bisa melesat seperti Tokopedia yang mencapai ratusan juta pengunjung per bulan. Dalam Peta E-Commerce Indonesia yang dirilis iPrice, pada kuartal II-2021, Bukalapak menjadi e-commerce ketiga yang paling banyak dikunjungi atau terpaut jauh dari Tokopedia dan Shopee. Bukalapak memiliki 29,46 juta pengunjung web bulanan.
Bila dilihat dari riset Euromonitor International bertajuk Top 100 Retailers in Asia 2021 yang rilis pada Mei 2021, Bukalapak berada di peringkat 5 sebagai perusahaan ritel terbesar dari pangsa pasar, di mana Bukalapak disebut memiliki pangsa pasar 2,43 miliar dolar AS.
Seberapa Kuat Pengaruh Allo Bank Terhadap Kinerja BUKA?
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menyebut, dukungan investasi dari Allo Bank memang cukup kuat memengaruhi kinerja Bukalapak. Sebelum ada Allo Bank, Bukalapak sahamnya selalu bergerak fluktuasi. Hal ini tercermin pada saat melantai di Bursa Efek Indonesia saham BUKA terus naik dan turun.
"Allo Bank ya memang luar biasa makanya Bukalapak ingin mengakuisisi," ujarnya saat dihubungi Tirto, Selasa (1/11/2022).
Bukalapak masuk ke Allo Bank lewat rights issue yang akan digelar Januari 2022. Perseroan membeli 2,49 miliar saham BBHI dengan harga Rp478 atau senilai Rp1,19 triliun dengan mengambilalih sebagai hak dari Mega Corpora sebagai pemilik 90 persen saham bank tersebut saat ini.
Mega Corpora meneken perjanjian pengalihan hak 2,49 miliar hak dalam rights issue kepada Bukalapak pada 24 Desember 2021. Setelah rights issue rampung, maka Bukalapak akan menggenggam 11,49 persen saham BBHI.
Ibrahim menilai, Allo Bank menjadi salah satu bank digital cukup terkenal karena promosinya yang kuat seperti Bukalapak. Allo Bank menawarkan suku bunga deposito tinggi meski tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Namun, tetap dapat mendatangkan pasar sendiri.
"Allo Bank ini cukup kuat dengan iming-iming deposito besar sehingga orang tertarik. Bahkan di kantor-kantor Sudirman-Thamrin mereka lebih mengenal Allo Bank-nya dibandingkan dengan lainnya. Ini akhirnya membuat masyarakat mengenal," jelasnya.
"Ini yang akhirnya membuat booming promosi besar dari Bukalapak akhirnya masyarakat itu condong membuka. Akhirnya Bukalapak mendapatkan keuntungan salah satunya dari Allo Bank," Ibrahim menambahkan.
Sekretaris Perusahaan BUKA, Perdana A. Saputro menjelaskan, kepemilikan perseroan atas investasi pada saham tercatat di bursa kurang dari 20 persen dan tidak berpengaruh secara signifikan. Perseroan sendiri mengakui dan menyajikan investasi tersebut sesuai Peraturan Standar Akuntansi (PSAK) 71/IFRS 9, disajikan sebagai aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi, dan disajikan sebagai jangka pendek sesuai PSAK 1/IFRS 1.
Adapun, pengukuran nilai wajar menggunakan level 1 (harga kuotasian/marked to market) sesuai PSAK 68/IFRS 13. Perdana mengatakan, setelah pengakuan awal, perseroan mengukur aset keuangan yang dapat diperdagangkan dan tercatat di bursa dengan nilai wajar melalui laba rugi (FVPL) perseroan sesuai dengan PSAK 71/ IFRS 9 paragraf 5.7.1.
"Hanya terdapat periode lock up pada investasi Perseroan di PT Allo Bank Indonesia Tbk. Akan tetapi, keberadaan lock up tidak mengubah penyajian laba yang belum terealisasi dalam laporan keuangan perseroan," kata Perdana dalam keterbukaan informasi.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz