Menuju konten utama

Mengenal Sosiologi Gender: Maskulinitas, Feminitas & Ketimpangannya

Apa itu sosiologi gender, mengenal maskulinitas, feminitas, dan ketimpangannya.

Mengenal Sosiologi Gender: Maskulinitas, Feminitas & Ketimpangannya
Ilustrasi Kesetaraan Gender. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Gender dan jenis kelamin merupakan dua hal yang berbeda. Jenis kelamin dipengaruhi oleh faktor biologis, misalnya laki-laki mempunyai penis dan perempuan mempunyai vagina.

Gender dipengaruhi oleh konstruksi sosial, misalnya peran gender dan identitas gender yang mengaitkan diri dengan jenis kelamin. Pandangan masyarakat dan budaya tentang laki-laki adalah bahwa ia harus kuat, sedangkan perempuan biasanya lebih lemah lembut dan gemulai.

Gender dalam sosiologi merupakan bentuk dari bagaimana masyarakat memandang laki-laki dan perempuan. Hal ini disebut dengan gender roles atau peran gender.

Sebagai konstruksi sosial, perempuan dan laki-laki mempunyai identitasnya sendiri sesuai dengan tuntutan atau bagaimana suatu masyarakat memandang jenis kelamin tertentu.

Dalam sosiologi juga dikenal dengan feminitas dan maskulinitas. Feminitas merupakan bagaimana masyarakat memandang perempuan, sedangkan maskulinitas yaitu bagaimana masyarakat memandang laki-laki.

Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Vina Salviana sebagaimana dijelaskan menurut Jary dan Jary dalam Dictionary of Sociology (1991: 254) ada dua pengertian mengenai sosiologi gender.

Pertama, kata gender biasa digunakan untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan anatomi jenis kelamin.

Kedua, terutama pengertian yang digagas para sosiolog dan psikolog bahwa gender lebih diartikan ke dalam pembagian masculine dan feminine melalui atribut-atribut yang melekat secara sosial dan psikologi sosial.

Banyak sosiolog yang menekankan bahwa gender digunakan ketika diciptakan pembagian secara sosial dalam masyarakat ke dalam kategori siapa yang masculine dan siapa yang feminine.

Maskulinitas dan Feminitas dalam Sosiologi Gender

Perbedaan antara maskulinitas dan feminitas dibentuk karena konstruksi sosial. Feminitas merupakan pandangan masyarakat terhadap perempuan dan maskulinitas pandangan masyarakat terhadap laki-laki.

Jika dikaji secara sosiologis, feminitas merupakan anggapan perempuan ideal, misalnya perempuan yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan membantu laki-laki.

Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang pernah dikatakan Arief Budiman dalam buku Pembagian Kerja Secara Seksual (1985:2).

Ia menyatakan, di negara barat pada dekade 1980-an telah berkembang pandangan yang sangat kuat mengenai perempuan di rumah tangga dan laki-laki di luar rumah, hanya menguntungkan laki-laki saja.

Pembagian kerja yang menempatkan perempuan pada ranah rumah tangga untuk memasak dan mengurus anak membuat perempuan tidak berkembang secara manusiawi.

Mereka menjadi sangat kerdil sepanjang hidupnya karena ruang gerak yang sangat terbatas, sedangkan laki-laki memperoleh ruang dan kesempatan yang lebih untuk bergerak dalam kehidupan di luar rumah dan mengembangkan diri secara optimal.

Maskulinitas adalah anggapan bagaimana masyarakat memandang laki-laki. Di mata masyarakat laki-laki yang ideal adalah pribadi yang kuat, tangguh, dan lain sebagainya.

Tentu dengan adanya anggapan seperti ini laki-laki mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam hidup sehingga terjadi ketimpangan gender terhadap perempuan. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut seperti yang dilansir dari laman resmi Kemendikbud:

1. Bidang Politik

Adanya pandangan bahwa politik itu keras, penuh debat, serta pikiran yang cerdas itu diasumsikan sebagai dunia laki-laki bukan milik perempuan. Sehingga area publik menjadi milik laki-laki sedangkan area domestik menjadi milik perempuan. Ketercapaian minimal 30% anggota DPR/DPRD di berbagai daerah tidak terpenuhi.

2. Bidang Ekonomi

Masih sedikit pengakuan pada kaum perempuan ketika mereka sukses dan berhasil menjadi pelaku ekonomi karena masyarakat menganggap aktivitas ekonomi yang dijalani perempuan sekadar sampingan bukan kerja yang prestisius seperti yang dilakukan laki-laki.

3. Bidang Dunia Kerja

Dalam dunia kerja perempuan harus berjuang untuk menunjukkan bahwa mereka juga dapat menjadi tenaga profesional yang tidak kalah dari laki-laki.

4. Bidang Pendidikan

Ketimpangan gender dalam bidang pendidikan dialami perempuan yang tinggal di pedesaan, pemikiran bahwa perempuan bersekolah hanya untuk dapat membaca dan menulis saja karena pada akhirnya perempuan akan menjadi ibu rumah tangga.

Baca juga artikel terkait GENDER atau tulisan lainnya dari Abraham William

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abraham William
Penulis: Abraham William
Editor: Dipna Videlia Putsanra