tirto.id - Peradaban masa silam mengenal Madrasah Mustansiriyadi Bhagdhad sebagai tempat di mana ratusan ribu buku berdiam di perpustakaan. Dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah mengungkapkan bahwa perpustakaan itu memiliki koleksi buku dari Khalifah Mustansir yang harus dikirim menggunakan 150 onta.
Perpustakaan merupakan pusat peradaban, para musafir yang beristirahat di masjid, mencari makan dan ilmu di perpustakaan yang biasanya terletak dalam kompleks masjid.
Perpustakaan dan masjid memang memiliki peran penting dalam pengembangan kebudayaan Islam. Almarhum Zainal Arifin Thoha, dalam artikelnya berjudul “400 Onta untuk Angkut Buku” mencatat bahwa Bayt Al Hikmah yang dulu terletak di Kota Kairo, memiliki Khazain al-Qusu, perpustakaan yang didirikan oleh penguasa dinasti Fatimiyah, Khalifah Al-Aziz Ibn Al-Muiz. Dalam empat puluh ruangan, lebih 1,6 juta buku disimpan dengan menggunakan suatu sistem pengklasifikasian yang canggih.
Selain Bayt Al Hikmah ada pula Perpustakaan Al-Qarawiyyin yang ada di Maroko. Tempat ini menurut UNESCO adalah perpustakaan tertua di dunia yang masih berjalan sejak dibuka. Terletak di bekas ibu kota Maroko, Fez, Al Qarawiyyin adalah rumah bagi beberapa manuskrip paling langka dan unik di dunia, dan selama ini hanya bisa diakses oleh kurator dalam beberapa kasus istimewa. Pada 2016 pengurus lembaga ini membangun laboratorium untuk melindungi dan mengubah 4.000 manuskrip klasik dan penting mereka ke bentuk digital.
Proyek yang dikerjakan bersama Institute of Computational Linguistics dari Italia ini bertujuan untuk melakukan digitalisasi warisan budaya dan membuat mereka tersedia bagi khalayak luas di dunia. Vito Pirelli perwakilan ICI menyebut bahwa sekitar 20 persen manuskrip sudah dipindai dengan mesin yang juga mendeteksi lubang dalam naskah kuno yang memerlukan perbaikan. Proyek digital itu merupakan bagian dari perbaikan gedung perpustakaan, yang dibuka kembali pada awal tahun ini.
Perpustakaan Al Qarawiyyin ini dibangun oleh seorang sarjana perempuan progresif muslim bernama Fatima al Fihri pada 859. Di perpustakaan ini terdapat berbagai kitab klasik ajaran Islam, setidaknya ada 4.000 manuskrip yang berisi hukum, sejarah, dan ajaran islam. Salah satu koleksi paling penting perpustakaan ini adalah Al Qur'an dari abad ke sembilan yang ditulis dalam kaligrafi Kufic serta kitab sirah tertua yang bercerita tentang kehidupan Nabi Muhammad.
Abdulfattah Bougchouf kurator perpustakaan Al Qarawiyyin menyebut bahwa perpustakaan aslinya memiliki ruangan penjaga yang dikunci dengan empat gembok. Tiap-tiap kunci gembok dimiliki oleh orang yang berbeda, masing-masing dari mereka terpisah, sehingga untuk membuka koleksi ini mereka mesti bertemu muka dan membuka bersama-sama. Pada mulanya perpustakaan ini tertutup untuk publik, tapi dengan dorongan dari menteri kebudayaan Maroko, restorasi koleksi perpustakaan dan masjid di sekitar Al Qarawiyyin membantu publik untuk bisa mengakses koleksi yang ada.
Selain Al Qarawiyyin, ada pula perpustakaan dari biara St Catherine di bukit Sinai, Inggris. Warga Bediun Jabaliya bekerja dan para penjaga biara bekerja sama menjaga situs penting Agama Kristen itu. Seperti pada 2011 saat Mesir sedang bergejolak, warga Muslim dan Katolik bergantian menjaga biara itu. Bukan hanya untuk menjaga situs sejarah, tapi juga koleksi buku-buku yang ada dalam perpustakaan biara. Manuskrip dan kitab penting yang ada disimpan dalam ruangan khusus dan dijaga secara berkala.
Biara St Catherine juga melakukan digitalisasi seperti yang telah dijalankan perpustakaan Al Qarawiyyin. Perpustakaan biara ini merupakan rumah bagi 1,8 juta halaman dari manuskrip, buku, dan catatan penting yang ada sejak awal biara ini dibangun. Kebanyakan dari koleksinya merupakan manuskrip kekristenan yang ditulis dalam bahasa Yunani, koleksi mereka hanya kalah dari Vatikan. Koleksi lainnya berupa perjanjian penting yang diduga merupakan catatan dari pertemuan jemaatt awal Gereja St Catherine dengan Nabi Muhammad.
Musuh dari buku bukan hanya air, rayap, dan waktu tapi juga manusia. Pada 2013 di Bamako, ibu kota Mali di Afrika Barat, pasukan pemberontak yang berafiliasi dengan Al Qaeda menyerang dan membakar perpustakaan setempat yang menyimpan manuskrip Timbuktu. Manuskrip Timbuktu merupakan kumpulan buku dan kitab yang berisi tentang seni, pengobatan, filosofi, dan ilmu pengetahuan. Setidaknya ada 700.000 dokumen yang tersimpan dan sebagian terbakar akibat serangan itu. Manuskrip ini disimpan di dua tempat, pertama di Perpustakaan Mama Haidara di Timbuktu dan Ahmed Baba yang didigitalisasi oleh Tombouctou Manuscripts Project pada 2000.
Perpustakaan tertua lain tidak hanya terletak di Afrika saja, tapi juga beberapa tempat di Eropa seperti Belanda dan Inggris Raya. Salah satu perpustakaan tertua dan penting adalah perpustakaan Librije di Zutpen, provinsi Gelderland di Belanda. Perpustakaan ini terletak di komplek gereja yang dibangun pada abad ke-11. Perpustakaan ini banyak menyimpan buku-buku teologi kekristenan dan juga komentar terhadap karya-karya klasik Yunani. Museum ini menyimpan 300 buku langka dan 750 judul serta 65 manuskrip yang berasal sebelum periode 1500-an.
Gereja lain yang memiliki perpustakaan dengan usia tua adalah Hereford Cathedral di Inggris. Tempat ini merupakan salah satu perpustakaan tertua yang masih memiliki rantai dan lemari yang dikunci dengan gembok. Ada 227 manuskrip kebanyakan berisi tentang teologi kekristenan, separuh koleksi itu sudah ada sebelum katedral mengalami reformasi. Kebanyakan buku itu berasal dari abad ke delapan sampai lima belas, termasuk buku berasal dari abad ke-12 yang berisi ilustrasi indah.
Universitas juga menjadi lokasi di mana perpustakaan menyimpan manuskrip kuno, selain Universitas Al Azhar, ada perpustakaan Royal Grammar School yang terletak di Inggris. Lokasi perpustakaan berada di Gedung Lama dari universitas, koleksi buku perpustakaan merentang dari buku yang dicetak di Venesia pada 1480 hingga koleksi buku teologi Kristen yang tercatat diterbitkan pada 1897. Seluruh buku ini bisa diakses terbatas, tapi untuk alasan pengetahuan dan riset. Buku-buku yang ada masih sama seperti mereka pertama dicetak, dengan sampul, rantai, dan bola besi sebagai pengaman.
Penulis: Arman Dhani
Editor: Suhendra