tirto.id - Keraton Kasunanan Surakarta didirikan pada 1740-an karena perpindahan Keraton Kartasura ke Desa Sala. Keraton ini berdiri di atas wilayah Kelurahan Baluwarti. Saat ini, Keraton Kasunanan berkembang menjadi salah satu tujuan wisata sejarah andalan di Kota Solo.
Di dalam kompleks Keraton Kasunanan terdapat banyak lokasi yang menyimpan sejarah, seperti alun-alun, kompleks rumah Baluwarti, serta belasan rumah pangeran atau disebut ndalem pangeran.
Bersama Soerakarta Walking Tour, kontributor Tirto berkesempatan untuk belajar tentang empat ndalem pangeran yang ada di Keraton Kasunanan Surakarta, yakni Sasono Mulyo, Ndalem Suryo Hamijayan, Ndalem Purwodiningratan, dan Ndalem Mangkubumi.
Sebelum lebih dalam mengenal ke-4 ndalem pangeran tersebut, Boni dan Hasna selaku pemandu tur dari Soerakarta Walking Tour menjelaskan tentang filosofi bagian atau ruangan dalam ndalem serta asal-usul penamaan sebuah ndalem.
Dalam budaya Jawa khususnya Solo dan Jogja, terdapat pola yang menjadi dasar penamaan ndalem, yakni berangkat dari nama tokoh yang dihormati yang kemudian dijadikan nama ndalem atau rumah.
Dari nama ndalem atau rumah kemudian berkembang menjadi nama lingkungan atau kampung. Ndalem atau dalem merupakan kata dalam bahasa Jawa yang berarti "aku". Ini berarti bahwa nama yang disematkan di rumah atau ndalem jadi representasi dari sang pemilik rumah itu sendiri.
Dari ke-4 ndalem pangeran yang dibahas, hanya Sasono Mulyo yang bukan merupakan nama orang. Sasono memiliki arti rumah, dan mulyo berarti mulia. Saat ini, di dalam Sasono Mulyo terdapat kediaman dari Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Dipokusumo atau akrab disapa Gusti Dipo. Ia merupakan anak dari Pakubuwono XII dan adik dari Pakubuwono XIII.
Seperti kebanyakan rumah atau ndalem di Jawa, Ndalem Sasono Mulyo memiliki bagian atau ruang-ruang yang terdiri dari kuncungan atau topengan, pendopo, pringgitan, ndalem, gandhok, dan gatri.
Tak hanya rumah utama atau pendopo, dalam tata ruang ndalem pangeran di Jawa, terdapat paviliun di kanan dan kiri pendopo yang digunakan sebagai rumah tempat tinggal abdi dalem maupun selir. Paviliun ini juga biasa disebut magersari. Namun di Sasono Mulyo, hanya terdapat satu paviliun di sebelah kiri pendopo.
Ruang-ruang dari ddalem pangeran atau bahkan ndalem Jawa secara umum memiliki filosofi seperti bagian tubuh manusia. Yang pertama adalah kuncungan atau topengan. Ini terletak di bagian paling depan dari pendopo. Kuncungan melambangkan rambut atau poni, sedangkan topengan melambangkan wajah manusia.
Kemudian menuju pendopo yang dianalogikan sebagai isi kepala manusia. Hal ini dikarenakan pada zaman dulu, pendopo sebuah ndalem atau rumah Jawa digunakan sebagai tempat rapat, tukar pikiran, dan tempat diselenggarakannya berbagai acara, salah satunya pernikahan. Singkatnya, pendopo ini berfungsi sebagai sarana publik di dalam sebuah tempat tinggal.
Sedikit mundur lagi ke belakang, terdapat pringgitan yang berasal dari kata ringgit yang berarti wayang. Pringgitan merupakan bagian dari ndalem Jawa yang digunakan untuk menggelar pagelaran wayang. Pringgitan dianalogikan sebagai leher yang dikenakan kalung. Semakin banyak wayang (perhiasan) di pringgitan (leher), maka semakin tinggi pula status sosial pemilik rumah.
Setelah pringgitan, terdapat ruang atau bagian utama yakni dalem, yang jadi cerminan dari hati atau perasaan pemilik rumah karena di dalem inilah terdapat keluarga yang dicintai.
Dalem terdiri dari tiga kamar atau senthong yang terletak di sebelah kanan, kiri, dan tengah. Kamar atau senthong di sebelah kanan dan kiri berfungsi sebagai tempat menyimpan barang atau dapat pula diperuntukkan sebagai kamar anak.
Sedangkan kamar atau senthong tengah didedikasikan untuk Dewi Sri atau Dewi Kesuburan dengan menjadikannya sebagai tempat untuk melakukan hubungan intim di malam pertama bagi anggota keluarga yang baru saja menikah.
Saat melakukan hubungan intim, menurut ritual, harus ada seseorang yang mengawasi kejadian tersebut dengan memutari kamar atau senthong tengah supaya berhasil. Setelah dalem, terdapat gandhok yang merupakan ruang makan, dan gatri yang berarti dapur.
Selain bangunan pendopo dan rumah utama, terdapat pula paviliun di samping pendopo. Telah disebutkan di atas bahwa paviliun ini digunakan sebagai tempat tinggal abdi dalem maupun selir. Dalam budaya Jawa, anak-anak selir dibawa masuk ke rumah utama dan dididik oleh permaisuri.
Sebenarnya terdapat satu lagi bagian atau tempat di lingkungan Ndalem Jawa bernama paturasan atau kamar mandi. Namun biasanya paturasan ini tidak digabung menjadi satu di area rumah.
Setelah Ndalem Sasono Mulyo, berjalan sedikit ke barat terdapat Ndalem Suryohamijayan. Nama ndalem ini berasal dari nama Suryo Hamijayo yang merupakan putra Pakubuwono X yang ke-32.Suryo Hamijoyo cukup aktif di berbagai kegiatan BPUPKI, Soloiche Radio Vereniging (SRV) yang menjadi cikal bakal Radio Republik Indonesia (RRI), juga aktif di bidang olahraga. Ndalem Suryohamijayan menjadi bagian penting atau unik karena tempat ini menjadi salah satu venue Pekan Olahraga Nasional atau PON pertama yang diselenggarakan pada 1948.
Sebelumnya, para atlet Indonesia direncanakan untuk ikut kompetisi keolahragaan dunia. Namun, pada tahun 1948 situasi politik Indonesia masih belum stabil, ditambah Belanda dan beberapa negara lain masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia. Ini mengakibatkan atlet Indonesia sulit mendapatkan persetujuan karena belum semua negara mengakui Indonesia sebagai negara merdeka.
Atlet Indonesia baru akan disetujui jika mereka berangkat menggunakan identitas Hindia belanda. Karena gagal berangkat, maka Indonesia memilih untuk menyelenggarakan pekan olahraga sendiri.
Beberapa tahun lalu, kondisi Ndalem Suryohamijayan sangat parah karena banyak struktur bangunan yang patah, bahkan roboh. Kemudian di tahun 2022 Ndalem Suryohamijayan direvitalisasi dan kepemilikannya saat ini bukan berada di tangan pemerintah maupun keluarga keraton, namun sudah berpindah kepemilikan menjadi milik Keluarga Cendana.
Kembali berjalan ke arah barat, terdapat Ndalem Pangeran ke-3, yakni Ndalem Purwodiningratan yang merupakan bangunan tertua di keraton. Ketika keraton dibangun, raja atau anggota kerajaan yang lain butuh tempat tinggal sehingga mereka tinggal di Ndalem Purwodiningratan terlebih dulu. Ndalem ini dulunya juga sering disebut sebagai keraton kecil.
Ndalem Purwodiningratan memiliki beberapa keunikan, yakni memiliki pendopo paling besar di antara deretan kompleks Ndalem Pangeran. Selain itu, ndalem ini memiliki tembok sendiri yang memperkuat dugaan bahwa Ndalem Purwodiningratan merupakan ndalem yang cukup krusial untuk keraton sendiri.
Nama purwodiningratan berasal dari salah satu hierarki putra mahkota yang terdiri dari 3 nama yakni Purwodiningrat, Mangkubumi, dan Hangabei. Magersari yang terdapat di Ndalem Purwodiningratan cukup banyak di sisi kanan dan kiri pendopo. Hingga saat ini, rumah-rumah di paviliun atau magersari masih ditinggali, namun untuk pendopo dan ndalem sudah tidak digunakan lagi.
Terakhir, Ndalem Mangkubumen, berasal dari nama Pangeran Mangkubumi atau Pakubuwono XII yang bernama asli Raden Mas Suryo Guritno.
Ndalem Mangkubumen terbilang unik dan berbeda dari kebanyakan Ndalem Pangeran karena arahnya yang menghadap ke timur. Biasanya, ndalem atau rumah pangeran Jawa menghadap ke selatan atau utara, termasuk ketiga Ndalem Pangeran sebelumnya yang menghadap ke arah selatan. Hal ini dekat kaitannya dengan penghormatan terhadap Pantai Selatan.
Seperti diketahui bahwa di Pantai Selatan terdapat tokoh yang terkenal yakni Ratu Pantai Selatan yang kemudian melambangkan sosok perempuan. Dan pemilik rumah yang menghadapkan rumahnya ke selatan menandakan bahwa ia juga menghormati sosok ibu.
Selain filosofi yang telah disebutkan, secara fisika arsitektur, hadapan rumah terbaik memang mengarah ke arah selatan atau utara. Hal ini berkaitan dengan oritentasi matahari dan arah angin muson barat dan timur.
Penulis: Adisti Daniella Maheswari
Editor: Irfan Teguh Pribadi