tirto.id - Kota Solo memiliki banyak situs sejarah ternama dan sering dijadikan sebagai tujuan wisata. Misalnya Keraton Kasunanan Surakarta, Mangkunegaran, Sriwedari, dll.
Jika digali lebih dalam, Solo tak hanya memiliki bangunan bersejarah, tapi juga jalan serta kawasan perkampungan di Solo menyimpan cerita sejarah yang menarik untuk dipelajari.
Ini yang coba dilakukan oleh Soerakarta Walking Tour, yakni mengenalkan berbagai tempat bersejarah di Kota Solo yang masih jarang diketahui banyak orang. Soerakarta Walking Tour mengajak SoeraKawan--sebutan bagi yang mengikuti kegiatan mereka--untuk melihat lebih dekat tempat-tempat bersejarah tersebut dengan berjalan kaki.
Walking tour menjadi cara baru dalam menikmati dan mengeksplorasi pesona tujuan wisata. Melalui walking tour, pengunjung dapat berinteraksi langsung dengan warga lokal untuk menambah wawasan tentang sejarah serta kehidupan sosial ekonomi mereka. Di berbagai kota juga terdapat jasa tour guide serupa Soerakarta Walking Tour, di antaranya di Jakarta, Bandung, dan Semarang.
Soerakarta Walking Tour merupakan jasa tour guide yang berangkat dari komunitas pencinta sejarah. Sebelum menjadi Soerakarta Walking Tour di tahun 2017, pada 2012, komunitas ini bernama Blusukan Solo. Kemudian berubah menjadi Laku Lampah pada 2015. Perubahan ini tidak hanya mengubah nama komunitas, tapi juga mengubah format tur yang dilakukan.
Salah satu anggota Soerakarta Walking Tour, Wahyu Prabowo atau akrab disapa Boni, mengungkapkan ketika masih bernama Blusukan Solo dan Laku Lampah, tur yang dilakukan dapat berlangsung selama sehari penuh dan membuat orang-orang menjadi bosan. Akhirnya, Boni dan kawan-kawan mengubah konsep walking tour menjadi lebih santai dan ringan hingga saat ini.
"Karena memang format Blusukan Solo dan Laku Lampah eksplorasi sehari penuh, lama-lama orang bosan. Makanya kami cari alternatif yang membawakannya lebih ringan, jadi pada 2017 berubah jadi Soerakarta Walking Tour. Kontennya sama, tapi pembawaan lebih ringan," kata Boni saat ditermui kontributor Tirto, Sabtu (11/1/25).
Selama sewindu berjalan, Soerakarta Walking Tour telah memiliki lebih dari 50 rute atau destinasi yang terdiri dari rute reguler dan rute spesial, di antaranya Taman Balekambang, wilayah Keprabon, Kampung Arab, Keraton Kasunanan Surakarta yang terbagi menjadi Ndalem Pangeran sisi barat dan timur, Kota Lama dengan mengunjungi Benteng Vasternberg, Jalan Slamet Riyadi yang dibagi menjadi rute Jantung Kota sisi timur dan sisi barat, dll.
Rute-rute ini merupakan bagian dari rute reguler yang biasa dilaksanakan setiap akhir pekan dan dimulai pukul 08.00 pagi. Terdapat pula rute spesial atau biasa disebut special tour. Dalam rute spesial, mereka tak hanya berjalan kaki menyusuri rute atau destinasi wisata sejarah yang telah ditentukan, tapi juga melakukan aktivitas khusus seperti membuat jamu, naik skuter, dll.
Salah satu special tour yang sudah dilakukan Soerakarta Walking Tour adalah "Bercerita di Bus: Urban Legend" dengan mengangkat sejarah budaya mitos masyarakat yang dilaksanakan pada Oktober 2024 lalu. Pada 25 Januari 2025, Soerakarta Walking Tour akan mengadakan special tour dengan mengunjungi Los Mbako di Klaten yang menjadi lokasi syuting film Gadis Kretek(2023).
Hasna, salah satu anggota Soerakarta Walking Tour, mengatakan komunitasnya masih akan terus menemukan rute atau destinasi baru yang menarik. Saat ini, kata dia, Soerakarta Walking Tour telah menyiapkan rute baru di daerah Tasikmadu, Klaten, serta beberapa kampung yang menurutnya menarik seperti Pengging, Boyolali, dan Baki. Namun rute-rute tersebut belum dapat direalisasikan karena beberapa pertimbangan seperti masalah perizinan dan jarak yang jauh dari Kota Solo.
"Rutenya banyak sampai nggak hafal karena banyak rute yang sudah ada tapi belum jalan. Contohnya yang sudah jadi Tasikmadu, sudah riset materi dan riset lapangan. Cuma karena ada beberapa alasan misalnya sekarang Tasikmadu punya PTPN, harus perizinan dan lain-lain dan belum ketemu titik tengahnya, jadi belum jalan," ungkap Hasna.
Sebelum menentukan rute atau destinasi, Soerakarta Walking Tour melakukan riset materi dan rute atau lapangan. Dalam melakukan riset, terdapat perbedaan antara format tur lama dan baru. Menurut Boni, saat menerapkan format tur lama, riset dilakukan sebulan sekali. Sedangkan riset yang dilakukan dalam format tur baru lebih fleksibel karena anggota Soerakarta Walking Tour juga memiliki pekerjaan utama di luar kegiatan komunitas tersebut.
"Riset sambil jalan, nggak per-project. Survei sambil jalan sambil main. Klaten itu kami survei udah lama dari tahun lalu tapi kita hitungannya main karena ada temen yang sudah pernah masuk [area calon rute tur], ada yang belum. Jadi saling ngomong sama teman-teman," lanjutnya.
Soerakarta Walking Tour memiliki cara tersendiri dalam menentukan rute atau destinasi. Karena mereka menggunakan konsep walking tour, maka salah satu pertimbangan dalam memilih rute tur adalah tempat-tempat yang berada di lingkup area yang berdekatan. Selain itu, informasi atau materi yang padat juga menjadi pertimbangan pemilihan rute.
Menurut Boni, untuk pemilihan rute ditentukan berdasarkan tema di bulan tertentu dan mengatur agar dalam satu tahun hanya terjadi 3 kali pengulangan rute.
"Rute sudah di-plotting. Misal bulan Agustus temanya apa, waktu Natal tema Jejak Eropa, bulan Oktober-November biasanya tema pahlawan," terang Boni.
Hal lain yang menarik dari Soerakarta Walking Tour adalah penerapan pembayaran "pay as you wish" atau membayar secara sukarela yang biasa dilakukan di akhir sesi tur. Hal ini, menurut Boni, dilakukan karena format atau konsep tur yang lebih santai jika dibandingkan dengan format Blusukan Solo atau Laku Lampah yang mendatangkan dosen sebagai pemandu tur.
"Format yang lama kami patok harga 20 ribu hingga 25 ribu. itu sudah termasuk suvenir, makan siang, snack, dan sebagainya. Pemateri tidak dari kami, tapi kami bawa dosen beneran. Beliau yang banyak menceritakan. Narasumber bukan hanya akademisi dari luar, tapi juga yang terlibat, misal penghuni rumahnya, keturunannya. Karena format berubah lebih light, santai, termasuk dari narasumber nggak dari akademisi, masak iya sekarang masih matok [harga], jadi yaudah pay as you wish aja," papar Boni.
"Kalau special tour pasti matok harga," imbuhnya.
Boni (kiri) dan Hasna (kanan) membuka sesi tur dengan menyampaikan materi tentang Kori Kamandungan. tirto.id/Adisti Daniella Tak Selalu Berjalan Mulus
Saat disinggung mengenai suka duka selama menjalankan Soerakarta Walking Tour, Boni mengungkap bahwa ia melakukan kegiatan ini dengan bahagia dan tidak ada duka yang berarti. Latar belakang Boni yang merupakan dosen arsitek, membuat tempat-tempat bersejarah sebagai laboratorium baginya.
"Aku kan [jurusan] arsitektur, ya. Nah kalau di arsitektur kayak gini (bangunan bersejarah), kan jadi laboratorium arsitektur," ujarnya.
Di sisi lain, Hasna yang memiliki latar belakang pendidikan sejarah ingin mendapat pengalaman belajar yang berbeda. "Karena aku kuliah sejarah jadi memang awalnya pengin main biar nggak cuma baca," ujarnya.
Namun, perjalanan Soerakarta Walking Tour selama 8 tahun bukan tanpa tantangan. Boni menceritakan sedikit lika-liku yang dialami Soerakarta Walking Tour, seperti penolakan dari pihak destinasi yang dikunjungi.
"Paling kayak penolakan. [Namun] ada yang justru mengundang tanpa kami propose, ada juga yang tengah-tengah yang kalau kami minta, ya dibolehin. Ada yang biasa aja, ada juga yang sudah dapat izin tapi di hari-h nggak boleh," ungkap Boni dan Hasna bersahutan.
Selain penolakan, menurut Hasna, terdapat beban yang dirasakan karena harus berbicara dan menyampaikan data di depan banyak orang. Karena data terus berkembang, Soerakarta Walking Tour juga memberi kesempatan kepada peserta yang mengikuti turnya untuk menambahkan atau mengoreksi bila ada informasi atau data yang kurang tepat.
"Kan, kadang data nggak tepat. Karena memang riset seperti itu, maka kami update hasil risetnya. Karena dari awal selalu kasih disclaimer untuk teman-teman yang mau koreksi," ujar Hasna.
Terlepas dari itu semua, Hasna berharap Soerakarta Walking Tour terus bertahan dan berkembang dalam hal riset dan menemukan rute baru agar peserta tidak bosan.
Penulis: Adisti Daniella Maheswari
Editor: Irfan Teguh Pribadi