tirto.id - Menonton film dapat digunakan sebagai salah satu metode healing. Metode penyembuhan ini sering disebut dengan istilah cinematherapy.
Kegiatan menonton film mampu memicu pertumbuhan pribadi seseorang baik secara mental maupun spiritual. Selain itu, cinematherapy juga memiliki peran dalam membantu seseorang dalam mempelajari dirinya sendiri secara mendalam berdasarkan bagaimana ia merespon karakter atau adegan dalam film tersebut.
Hal tersebut dinyatakan oleh beberapa terapis yang mengatakan bahwa para pasiennya terbantu dalam mengeksplorasi psikis melalui film.
“Cinematherapy adalah proses menggunakan film sebagai terapi therapeutic,” ungkap Gary Solomon, PhD., MPH., MSW., penulis buku “The Motion Picture Prescription and Reel Therapy”.
Selebihnya, Solomon yang juga profesor psikologi di Komunitas Kampus di Nevada Selatan tersebut juga mengatakan bahwa film memiliki dampak positif pada banyak orang kecuali pada mereka yang menderita secara mental akibat gangguan psikotik termasuk skizofrenia.
Dalam sebuah penelitian di tahun 2010, para peneliti menemukan anak-anak yang broken home dapat mengenali dan mengartikan emosi, mempermudah berbagi cerita, dan memfasilitasi dalam penyembuhan luka batin, dikutip dari Psycentral.
Sementara itu, sebuah penelitian di Korea menunjukkan bahwa film My Mother, The Mermaid dan drama TV Life is Beautiful mampu menurunkan tingkat depresi pada kelompok orang dengan kondisi tersebut.
Beberapa alasannya adalah sebagai berikut:
- Orang-orang dengan depresi mampu berempati dengan karakter film yang membantu mereka untuk terbuka dan bercerita tentang masa lalu tanpa merasa takut atau terancam
- Orang-orang dengan depresi tersebut mampu menemukan hikmah hidup yang positif serta kekuatan diri yang cukup kuat setelah menonton film tersebut
- Orang-orang yang depresi tersebut memperlihatkan peningkatan perasaan positif melalui cerita film yang ditonton.
Konselor sekaligus anggota dari The American Counceling Association Bronwyn Robertson mengatakan bahwa film dapat mempengaruhi seseorang bahkan dalam situasi yang sangat rendah.
“(Film) dapat digunakan sebagai alternatif yang lebih dari terapi bicara secara tradisional karena (film) multi-sensori dan dapat dengan cepat memicu proses perseptual, kognitif, dan emosional,” ungkapnya.
Menonton film juga disebutkan Robertson dapat mengaktifkan area di dalam otak yang diasosiasikan dengan proses emosional, refleksi, penyelesaian masalah, dan empati.
Hal tersebut dapat didukung dengan pemilihan tema yang tepat, yang sesuai dengan keadaan seseorang. Selebihnya, penonton akan mendapatkan gambaran yang lebih baik dalam diri dan lingkungannya bahkan merubah suasana hati.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Yulaika Ramadhani