Menuju konten utama

Mengenal Depresi Usai Melahirkan: Gejala & Cara Mengatasinya

Di seluruh dunia sekitar 10 persen perempuan hamil dan 13 persen perempuan yang baru saja melahirkan mengalami gangguan kesehatan mental terutama depresi.

Mengenal Depresi Usai Melahirkan: Gejala & Cara Mengatasinya
ilustrasi ibu melahirkan. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Usai menjalani persalinan biasanya perempuan akan lebih banyak terfokus pada kondisi anaknya. Sehingga sebagian besar waktunya akan dihabiskan bersama anaknya.

Dukungan terhadap perempuan yang baru saja melahirkan tentu harus diberikan oleh orang disekitarnya. Selain dukungan, pemeriksaan fisik perempuan yang baru saja melahirkan harus dilakukan.

Hal ini dilakukan untuk memastikan tak ada infeksi atau masalah pada vagina atau pada jahitan diperut jika ia melahirkan secara operasi sesar.

Selain pemeriksaan secara fisik, keluarga atau orang terdekat juga harus memerhatikan kondisi psikis perempuan yang baru saja melahirkan.

Dilansir dari laman WHO, disebutkan di seluruh dunia sekitar 10 persen perempuan hamil dan 13 persen perempuan yang baru saja melahirkan mengalami gangguan kesehatan mental terutama depresi.

Angka yang lebih tinggi berasal dari negara-negara berkembang, yakni 15,6 persen pada perempuan hamil dan 19,8 persen perempuan yang baru saja melahirkan.

Bahkan, dalam kondisi yang cukup serius bisa mengakibatkan bunuh diri. Padahal sebetulnya gangguan kesehatan mental ini bisa saja disembuhkan maupun dicegah. Tentunya harus melewati pemeriksaan terlebih dahulu.

Dibeberapa negara di Eropa telah memberikan layanan kesehatan mental pasca persalinan.

Dilansir dari laman Baby Gaga di Swiss misalnya, perempuan yang baru saja melahirkan setidaknya mendapat 16 kali kunjungan oleh bidan hingga bayi berumur 8 minggu.

Kunjungan ini memberikan kesempatan bagi perempuan untuk membicarakan soal kondisi fisik dan mentalnya. Jika perlu biasanya bidan akan membuatkan janji untuk ibu dengan psikiater atau terapis.

Seperti diungkapkan Dr. Allison Herman, OB-GYN di University of Colorado Rocky Mountain Center, bahwa perubahan mood usai persalinan biasa terjadi.

"Berjuang dengan kecemasan dan perubahan mood selama periode postpartum umum terjadi, sebanyak 1 dari 7 ibu mengalami gangguan ini," ungkapnya pada laman Baby Gaga.

Sayangnya, justru kenaikan penggunaan antidepresan seringkali distigmasisasi bahwa perempuan di Amerika kurang baik dalam mengelola stres dan emosinya.

Selain itu, soal depresi pasca persalinan dianggap hal wajar dan diterima begitu saja. Malu untuk mengunkapkan bisa jadi menjadi penyebab utama, cenderung diam dan tidak berkonsultasi.

Sementara itu, dilansir Womens Mental Health, semua perempuan rentan terhadap depresi pasca persalinan tanpa memandang usia, status perkawinan, sosial ekonomi, maupun pendidikan.

Berikut beberapa kategori yang lebih rentan mengalami depresi pasca persalinan,

1. Perempuan yang sebelumnya pernah mengalami postpartum depression

2. Depresi selama kehamilan

3. Mempunyai riwayat bipolar

4. Mengalami banyak tekanan hidup

5. Tidak mendapat dukungan dari lingkungan sekitar

6. Memiliki masalah pernikahan

Tanda atau gejala depresi pasca persalinan

Masalah kesehatan mental ini biasanya muncul pada bulan pertama, dan berlangsung selama 2 sampai 3 bulan pasca persalinan.

Namun, pada beberapa kasus hal ini terjadi kapan saja setelah melahirkan. Hanya sedikit perempuan yang memperhatikan dan sadar dengan gejala depresi ringan selama kehamilan.

Berikut gejala depresi pasca persalinan:

1. Suasana hati sedih

2. Sering menangis tanpa sebab

3. Tidak tertarik melakukan aktivitas seperti biasanya

4. Merasa bersalah

5. Merasa tidak berharga dan tidak mampu

6. Kelelahan berlebih

7. Mengalami gangguan tidur

8. Nafsu makan yang berubah

9. Konsentrasi buruk

10. Berpikir ingin bunuh diri

Efek depresi pasca persalinan yang akan dialami ibu dan anak

Dilansir dari laman WHO, ibu yang mengalami depresi pasca persalinan akan cenderung susah merawat diri, nafsu makan yang menurun, bahkan untuk mandi juga malas.

Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada kesehatannya. Selain itu keinginan bunuh diri juga seringkali muncul.

Parahnya pada kasus tertentu justru ada keinginan membunuh bayinya. Ketika ibu mengalami depresi yang berkepanjangan akan mempengaruhi keterikatan ibu dan bayi, bahkan bisa saja membuat kesehatan bayi memburuk.

Diagnosis dan perawatan

Diagnosis

Dilansir dari laman Mayo Clinic, sebelum melakukan perawatan dokter terlebih dahulu akan memeriksa untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.

Dengan berbicara soal perasaan, kecemasan, pikiran, serta berbagai indikator yang mengarah pada kesehatan mental.

Selanjutnya akan ditentukan apakah kasus depresi jangka pendek baby blues, atau depresi yang lebih parah.

Jangan pernah malu menyampaikan kepada dokter agar perawatan berjalan lancar dan tepat.

Biasanya, dokter akan memberikan kuesioner dengan pertanyaan detail, tes darah apakah ada faktor tiroid, dan beberapa tes lainnya.

Perawatan

Lama perawatan tergantung pada kondisi, jika ada kelainan tiroid dan penyakit lain yang mendasarinya dokter biasanya akan merujuk ke spesialis yang berwenang menanganinya.

Baca juga artikel terkait DEPRESI atau tulisan lainnya dari Meigitaria Sanita

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Meigitaria Sanita
Penulis: Meigitaria Sanita
Editor: Nur Hidayah Perwitasari