tirto.id - Kandungan Astrid Sant (26) sudah berusia sembilan bulan ketika pertama kali Presiden Jokowi mengumumkan dua pasien positif COVID-19 asal Depok, Jawa Barat pada 2 Maret 2020.
Awalnya ia biasa saja ketika isu, saat itu masih disebut wabah, Corona masih menyerang negara di luar Indonesia. Namun, ia mulai was-was saat angka positif COVID-19 dan pasien yang meninggal naik secara signifikan di Indonesia.
Pada saat hamil tua di tengah pandemi COVID-19, ia mulai mengurangi aktivitas untuk pergi ke luar rumah dan minum vitamin agar kondisi tubuhnya dan janin di dalam kandungan tetap sehat.
"Kalau belanja atau ke ATM harus pakai masker dan enggak bisa lama-lama. Saya enggak dekat-dekat dengan orang sakit dan jaga jarak dari keramaian," kata perempuan yang tinggal di Ciracas, Jakarta Timur itu kepada Tirto, Kamis (16/4/2020).
Pada Selasa, 31 Maret 2020 pagi, perut Astrid Sant mulai terasa ada yang menendang-nendang hebat. “Tendangan itu tidak akan terlupa seumur hidup,” aku Astrid. Saat itu, perempuan tersebut menyadari sudah waktunya ia melahirkan.
Sang suami pun bergegas mengantarnya dengan sepeda motor dari kediamannya menuju Puskesmas Ciracas, Jakarta Timur. Kurang lebih perjalanan 20 sampai 30 menit. Mereka tiba sekitar pukul 09.00 WIB.
Kebetulan saat itu ruangan Puskesmas tengah dalam kondisi kosong. Namun, beberapa waktu kemudian datang satu pasien lainnya. Ruangan dengan kapasitas enam orang itu pun terisi sebanyak dua orang.
Waktu memasuki malam hari, Astrid mulai merasa cemas ketika detik-detik akan melahirkan. Bagaimana tidak, melihat banyak kasus bayi yang mudah terpapar COVID-19, bahkan ada yang sampai meninggal dunia.
Rasa sakit akibat kontraksi pun dirasakan Astrid, tim medis langsung segera mengurus proses persalinan dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai dengan protap COVID-19.
Tepat pukul 20.15 WIB, tangisan bayi laki-laki mulai terdengar di telinga Astrid yang merasa lelah akibat habis melahirkan. Namun rasa sakit dan lelah itu terbayarkan dengan kebahagiaan ketika ia melihat anak pertamanya lahir dengan selamat.
"Alhamdulillah lahir dengan selamat. Kami beri nama Raskala Emir Roosandras. Beratnya 3,3 kilogram dan tinggi sepanjang 50 centimeter," ucapnya.
Di tengah rasa bahagianya, tersimpan pula rasa cemas, lantaran bayinya lahir di tengah pandemi virus Corona. Apalagi saat itu ia dan bayinya masih harus dirawat di Puskesmas, tempat banyak orang sakit tengah memeriksa kondisi kesehatannya.
"Worry banget karena bakal ketemu orang-orang sakit. Sedikit takut sih, saat Corona gini. Apalagi anak saya baru lahir pula, enggak tega," ucapnya.
Bidan Puskesmas Ciracas menyarankan kepadanya agar tidak menerima tamu dulu untuk sementara waktu. Pihak yang boleh membesuk pun hanya satu orang saja dan diawasi dengan begitu ketat.
Selama seharian penuh Astrid diberikan waktu istirahat oleh dokternya di Puskesmas. Akhirnya ia bisa diperkenankan pulang pada Kamis (2/4/2020) pukul 11.00 WIB.
Sebelum meninggalkan Puskesmas, Astrid diimbau oleh bidan agar sementara waktu tidak terima tamu dahulu di rumah, rajin cuci tangan, dan makan secara teratur agar kesehatan nya lekas pulih. Selain itu bidan tersebut juga menyarankan agar Astrid memeriksa ke dokter anak, lantaran ketubannya hijau akibat sang bayi stres di dalam kandungan.
Enam hari usai melahirkan, Senin (6/4/2020), Astrid dan sang bayi periksa ke dokter anak. Pada saat diperiksa oleh dokter anak, Astrid dan si buah hati juga dipisahkan ke dalam ruang yang cukup steril dari pasien anak lainnya. Salah satunya untuk mencegah terpapar COVID-19.
"Alhamdulillah hasilnya bagus pas diperiksa dokter anak," tuturnya. Astrid juga bersyukur dia dan bayinya tidak terpapar COVID-19.
Beberapa hari kemudian dia melakukan konsultasi dengan petugas puskesmas Ciracas, sebab tiap bulan selama masa kehamilannya Astrid selalu kontrol di sana. Petugas puskesmas pun juga mengatakan bahwa kondisi Astrid dan bayinya dalam kondisi baik.
Untuk itu, petugas Puskesmas menyarankan sebaiknya Astrid dan bayinya tidak perlu ke Puskesmas dan bisa menunda imunisasi. Lantaran saat ini Puskesmas khusus untuk pasien darurat atau gejala tertentu seperti batuk, pilek dan gejala COVID-19 lainnya.
Kondisi seperti itu kata petugas Puskesmas, sangat rentan untuk bayi yang baru lahir. Apalagi saat ini di tengah kondisi pandemi virus Corona, dikhawatirkan sang bayi bisa terpapar.
"Saya diizinkan memberikan ASI kepada bayi selama ibunya sehat," tuturnya.
Kekhawatiran Astrid jelas beralasan. Hingga saat ini sudah bermunculan kasus ibu hamil dan bayi yang terjangkit COVID-19. Dari penelusuran di media, setidaknya sudah ada tujuh kasus bayi yang meninggal dunia di sejumlah daerah di Indonesia.
Seorang bayi berusia 11 bulan berstatus PDP COVID-19 di Sulawesi Tenggara meninggal dunia 10 April 2020. Tiga hari kemudian, Senin (13/4/2020), seorang bayi berusia 8 bulan yang berstatus PDP Corona meninggal dunia di Makassar, Sulawesi Selatan.
Kemudian seorang bayi berusia tujuh hari di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berstatus PDP. Bayi perempuan itu merupakan anak dari ibu yang meninggal karena positif COVID-19 berdasarkan rapid test. Sebelumnya bayi berumur 28 hari juga meninggal di daerah tersebut.
Lalu di Bandung, Jawa Barat, seorang bayi berusia 1,5 bulan yang dinyatakan positif terjangkit virus COVID-19. Selanjutnya di Yogyakarta, tiga bayi PDP COVID-19 meninggal dunia pada 13 sampai 15 April 2020.
Kasus COVID-19 pada bayi juga terjadi di Jayapura, Papua. Seorang bayi perempuan berusia enam bulan positif virus corona. Kemudian di daerah Jayawijaya Papua, bayi dari seorang ibu yang dalam status PDP meninggal dunia. Sebelumnya, bayi lahir pada Selasa 24 Maret lalu dengan kondisi prematur.
Belum Ada Penelitian Ibu-Bayi Mudah Terpapar COVID-19
Organisasi Kawal COVID-19 melihat sejauh ini belum ada penelitian yang menunjukan jika ibu hamil dan bayi yang baru melahirkan yang memiliki daya tahan tubuh lemah mudah terpapar virus Corona.
Namun dia menuturkan bayi yang baru lahir bisa saja terpapar COVID-19 karena tertular dari ibunya, tim medis, dan kondisi sekitar tempat ia dirawat.
Tim Medis COVID-19 Giovanni Van Empel mengatakan agar ibu tak cemas dirinya dan sang buah hati terpapar COVID-19, dapat melakukan beberapa hal pencegahan.
Pertama ketika saat tengah masa kehamilan, memeriksa kondisi tubuh dan janinnya, apakah memiliki gejala COVID-19. Jika memiliki gejala dan memiliki riwayat berpergian ke zona merah atau luar negeri, dapat diperiksa terlebih dahulu melalui rapid test ataupun swab test.
Ketika ibu yang tengah mengandung tersebut dinyatakan positif, maka harus ditangani di ruang isolasi. Agar tim medis melakukan penanganan khusus mengunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap dan tidak terdampak terhadap pasien lainnya.
"Kalau kondisi si ibu normal, penanganannya seperti biasa saja. Tetapi tetap menerapkan physical distancing, tempat tidurnya diberi jarak, batasi kunjungan," kata dia kepada Tirto, Jumat (17/4/2020).
Pada saat menunggu masa persalinan, ibu tersebut harus rajin mencuci tangannya dan melakukan aktivitas sesuai rekomendasi WHO. Begitu juga tenaga medis, mereka harus menggunakan APD: Masker, sarung tangan, dan lainnya.
Begitu juga ketika ibu tersebut sudah melahirkan sang buah hati, mereka juga harus diperiksa kondisi kesehatannya. Jika ibu tersebut memiliki gejala COVID-19, Giovanni menyarankan agar sang ibu dapat memberikan Air Susu Ibu (ASI) melalui pompa atau dot susu.
Namun jika kondisinya normal, sang bunda diperbolehkan memberikan ASI, tetapi harus rajin mencuci tangannya, menggunakan masker dan tidak menyentuh wajah bayi.
Ketika sudah diizinkan pulang ke rumah, Tim Medis Kawal COVID-19 menyarankan agar tempat tidur bayi jaraknya dijaga dan usahakan dalam kondisi steril.
"Batasi kunjungan juga, biasanya kalau bayi baru lahir banyak yang kunjungi. Kalau bisa orang-orang yang mengunjungi dipastikan kondisinya steril, biar ibu dan bayi tidak terpapar," ucapnya.
Selanjutnya ibu yang melahirkan tersebut diimbau untuk rajin melakukan kontrol dan konsultasi dengan dokter yang menanganinya secara rutin. Terutama bila ditemukan gejala-gejala penyakit seperti COVID-19 pada ibu dan bayi.
Konsultasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui telepon. "Kalau memang konsultasi biasa saran saya dari telpon saja untuk mencegah penyebaran COVID-19. Kecuali kalau memang diperlukan, boleh langsung menemui dokter," tuturnya.
Lebih lanjut, Giovanni mengatakan opsi persalinan di rumah dengan memanggil dokter ke kediaman ibu yang akan melahirkan pun dapat dilakukan. Agar ibu dan bayi tidak terpapar COVID-19, sebab dikhawatirkan dapat tertular jika ditangani di rumah sakit.
Tetapi kata dia, hal itu harus sesuai dengan petunjuk tim medis dan kondisinya memungkinkan. "Kalau tidak memungkinkan, ya lebih baik melahirkan di Rumah Sakit atau Puskesmas," jelas dia.
Persalinan Sesuai Prosedur Keamanan
Dokter Spesialis Kandungan dr. Ivan Sini, SpOG mengaku selalu melakukan proses persalinan sesuai dengan prosedur keamanan agar Ibu dan bayi tidak terpapar COVID-19. Seperti menggunakan APD, menjaga kebersihan, dan physical distancing.
Sebelum menuju proses persalinan, dokter melakukan screening dengan mengukur suhu tubuh melalui termometer dan melakukan wawancara. Kemudian melakukan rontgen paru-paru, tetapi sesuai dengan infrastruktur yang dimiliki fasilitas kesehatan tersebut.
Kemudian jika dibutuhkan, pasien dapat diperiksa melalui rapid test atau swab test yang memiliki akurasi yang lebih tinggi.
"Namun itu semua tergantung kebijakan dari masing-masing rumah sakit. Maka perlu ibu menanyakan terlebih dahulu kebijakannya Rumah Sakit tersebut seperti apa," kata dia kepada Tirto, Jumat (17/4/2020).
Apabila ditemukan gejala COVID-19, ibu hamil akan dirawat di ruangan isolasi. Tetapi jika dinyatakan positif terjangkit virus corona, pasien tersebut harus dirawat di rumah sakit rujukan dan melakukan proses persalinan di tempat tersebut.
Ivan menerangkan dalam melakukan proses persalinan terhadap seorang ibu yang terjangkit COVID-19, tenaga kesehatan harus menggunakan alat APD secara lengkap agar tidak terpapar. Setelah melahirkan, bayi tersebut juga harus disimpan di ruangan yang steril.
Namun untuk yang tidak memiliki gejala ataupun positif COVID-19, proses persalinan dilakukan seperti biasa.
Kemudian ia juga mengatakan jika pasien positif COVID-19 tidak perlu melakukan operasi sesar. Apabila melakukan operasi sesar pun kata dia, disarankan tunggu masa inkubasi COVID-19 selesai, 10 sampai 14 hari.
"Kalau memang persalinannya mau sesar, ada atau tidak adanya COVID-19 pada ibu sebenarnya bisa saja dilakukan. Tapi harus dilihat dulu, kenapa dia perlu dilakukan sesar," ucapnya.
Ivan menerangkan saat ini yang menjadi kendala kapasitas kamar Rumah Sakit memang kurang sehingga pasien pun perlu dirujuk ke rumah sakit lain yang dapat menampung.
"Tidak hanya itu, APD juga kurang, tapi masih bisa dikondisikan," tuturnya.
Setelah ibu melahirkan dan dan diperbolehkan pulang, Ivan mengatakan dokter akan melakukan evaluasi. Kemudian mengimbau agar ibu tersebut dapat melakukan kontrol ke dokter.
Sejauh ini, Ivan belum bisa menyimpulkan ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan mudah terpapar COVID-19, sebab baru terjadi beberapa kasus di Indonesia. Tetapi ia mengasumsikan jika kematian tersebut karena permasalahan saluran pernapasan.
Selain itu, Ivan juga mengatakan boleh saja apabila pasien menginginkan untuk melakukan proses persalinan di kediamannya demi menghindari COVID-19 di Rumah Sakit.
"Tapi lebih baik di rumah sakit, alatnya lengkap, penangananya juga kami usahakan sesuai prosedur," pungkasnya.
Editor: Restu Diantina Putri