Menuju konten utama

Mengapa Padel Naik Daun sebagai Cara Networking?

Padel bisa menjadi sarana untuk membangun jejaring, tapi dengan kecenderungan yang lebih inklusif.

Mengapa Padel Naik Daun sebagai Cara Networking?
Olahraga Padel. foto/istockphoto

tirto.id - Padel, sebagai olahraga yang menggunakan raket, yang memadukan unsur tenis dan skuas, kian mendapat sorotan di Tanah Air. Seiring dengan semakin berkembangnya komunitas padel, lapangan padel pun lambat laun dipadati para padelista, mulai dari muda-mudi sampai senior.

Setelah padel mulai masuk dalam daftar cabang olahraga eksibisi di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024, pada Februari lalu, turnamen untuk olahraga padel pertama kalinya diselenggarakan di Kota Bandung, Jawa Barat. Hal ini menandakan pertumbuhan minat terhadap olahraga ini di tingkat nasional.

Menukil Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), The International Padel Federation (FIP) bahkan menyebut bahwa Indonesia masuk peringkat ke-6 sebagai negara dengan perkembangan Padel paling pesat di Asia Tenggara dan ke-29 di dunia.

Pemilik komunitas Acewhole Club de Padel (ACDP), Dimas Adiprasetyo, pun mengonfirmasi populernya tren padel. Menurutnya, padel semakin menguat eksistensinya sejak penghujung tahun lalu. Dari mulanya Dimas mesti mengundang orang untuk ikut bermain lewat aplikasi Reclub, kini orang-orang mendaftar dengan sendirinya.

“Dan untuk beberapa cabang di ACDP itu, misalkan ada yang di Kemang atau yang di Jakarta Barat, sama yang di Bintaro ini, kasarannya udah orang-orangnya itu-itu aja gitu, ya udah aman lah, kalau kita buka lapangan itu udah pasti penuh gitu. Dan banyak mungkin waitlist-nya bahkan beberapa lebih tinggi daripada jumlah pemain,” ungkap Dimas saat berbincang dengan Tirto, Rabu (14/5/2025).

Secara teknis, orang yang akan bergabung ke klub ACDP akan mengajukan permintaan di Reclub. Kemudian akan ada host yang menyetujui, entah dimasukkan ke daftar tunggu, atau ke daftar pemain. Penentuan itu dipertimbangkan berdasarkan status keanggotaan, seberapa sering bermain padel, maupun level kemampuan bermain padelnya.

“Karena di Reclub itu mereka juga self-assessment lah, mereka itu di rank-nya di kategori apa gitu, apakah di lower atau yang upper, atau yang intermediate gitu kasarannya. Nah, itu nanti host-nya yang akan masukin ke dalam list pemainnya gitu, jadi ada juga pasti orang yang gak dapet slotnya,” jelas Dimas.

Jadi, ketika ada pemain yang tak jadi bergabung, mereka yang ada di daftar tunggu bisa naik ke daftar pemain. Konsepnya yakni “first pay first serve”. Daftar tunggu yang paling banyak disebut Dimas umumnya berada di cabang ACDP di Milo's Kemang, di Jakarta Selatan.

Katanya, para pemain di Milo’s kebanyakan merupakan pemain intens dan mayoritas laki-laki. Sebagai gambaran jumlah pemain dan daftar tunggu di Milo’s, ketika jumlah pemainnya mencapai 20 orang untuk bermain 2 jam, daftar tunggunya bisa menyentuh 18 hingga 22 orang.

“Tapi kalau ada yang di Home Ground Premiere di Jakarta Barat, itu 2 core, mainnya 12, orang yang waiting list mungkin 8-10, ya hampir menyerupai si ini juga sih jumlah player-nya juga. Kalau di Bintaro itu main 18, yang waiting list biasanya 5 atau 6 gitu lah,” ungkap Dimas.

Olahraga Padel

Olahraga Padel. foto/istockphoto

Selalu adanya antrean tunggu untuk bermain padel di ACDP ini juga mencerminkan bagaimana olahraga ini begitu diminati. Olahraga padel sendiri dimainkan dalam format ganda, yaitu dua lawan dua atau terdiri dari dua pemain dalam satu tim.

Olahraga ini dimainkan di lapangan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 20 x 10 meter, dikelilingi dinding kaca dan pagar kawat. Menurut Dimas, setiap individu bisa bermain padel dengan merogoh kocek antara Rp165 ribu - Rp230 ribu.

Tak seperti raket tenis yang cenderung lebih besar, pemain padel memakai raket yang berukuran lebih kecil, berlubang, dan tidak memiliki senar. Lubang-lubang dalam raket itu berfungsi untuk mengurangi hambatan udara, sehingga lebih aerodinamis. Di sisi lain lubang tersebut juga membantu mengurangi berat raket.

Bisa Jadi Medium Networking tapi Tetap Inklusif

Olahraga padel memang lebih ramah pemula dan menawarkan aspek sosial. Pengamat olahraga, Djoko Pekik Irianto, berpendapat, aktivitas fisik ini ramai lantaran masyarakat ingin hal baru dan ciri padel sebagai permainan dinamik digemari oleh kaum muda.

“Saat bermain, intensitas bisa terkontrol sehingga pemain dapat terhindar dari bahaya heart attack seperti yang sering terjadi pada tenis lapangan/bulutangkis. Selain itu padel dipandang sebagai olahraga elit bergengsi menyerupai skuas,” jelas Djoko kepada Tirto, Rabu (14/5/2025).

Ia menilai padel bisa menjadi sarana untuk membangun jejaring, tapi dengan kecenderungan yang lebih inklusif. Menurut Djoko, hal itu lantaran biaya yang dikeluarkan tak semahal olahraga networking lain seperti golf, sehingga bisa dimainkan oleh semua level.

“Kalangan ekonomi menengah ke atas banyak berkumpul, karena kesan padel sebagai olahraga modern dan baru. Seputar venue disiapkan kafe-kafe [untuk] sarana komunikasi,” ungkap Djoko menjelaskan alasan olahraga padel cocok untuk membangun jaringan.

Apalagi untuk mencapai rally, olahraga padel terbilang lebih mudah ketimbang bermain tenis. Dimas selaku pengelola komunitas ACDP pun mengungkap bagaimana padel menjadi sarana melting pot, alias tempat peleburan.

“Jadi untuk buat bangun relasi dan bangun koneksi itu bisa banget, karena orang tuh datang dari berbagai latarlah. Jadi kayak kasarannya, bisa banget dalam satu lapangan itu, mungkin di situ ada musisi, ada menteri bahkan, ada pebisnis, ada pekerja kantoran gitu. Itu bisa melting di dalam satu lapangan gitu, karena orang ketika misalkan dari background manapun ya, ketika udah di lapangan ya udah mereka pemain gitu,” tutur Dimas.

Menurutnya, padel akan terus berkembang mengingat adanya wadah, yakni Perkumpulan Besar Padel Indonesia (PBPI), yang menjadi anggota resmi KONI Pusat yang ke-74 dan di terima pada Rakernas Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tahun 2024. Lebih jauh, Dimas juga bilang di dunia bakal diajukan untuk pagelaran olimpiade.

Tak cuman bertumbuh pesat di Indonesia, olahraga padel memang semakin populer secara global. Global Padel Report 2024 yang dirilis oleh Playtomic (aplikasi yang menghubungkan komunitas olahraga) menyingkap bahwa rerata 111 lapangan dibangun setiap minggu selama tahun 2023.

Jumlah total lapangan padel di seluruh dunia disebut tumbuh sebesar 16 persen pada tahun 2023. Pertumbuhannya pada tahun 2024 pun ditaksir bakal lebih besar. Sejumlah faktor yang mendorong ekspansi padel ini di antaranya aksesibilitas, komponen sosial, teknologi, dan profesionalisasi.

Olahraga Padel

Olahraga Padel. foto/istockphoto

“Teknologi terus menawarkan alat-alat baru untuk membantu menyebarkan konten padel dan aplikasi-aplikasi baru untuk memudahkan penyelenggaraan pertandingan, liga, dan turnamen,” tulis laporan tersebut.

Ketua Umum PBPI, Galih Kartasasmita, mengatakan pembinaan usia dini atlet padel di Indonesia bakal mulai digencarkan mulai tahun 2025 ini.

"Pembinaan usia dini merupakan program yang akan saya gencarkan. Tahun depan (2025) pasti sudah mulai," kata Galih, seperti dilaporkan Antara, Rabu (27/11/2024).

Ia menjelaskan, pembinaan usia dini atlet padel sudah dirancang PBPI. langkah pertama yaitu dengan melakukan sertifikasi pelatih dengan dukungan dari Federasi Internasional Padel (FIP) pada awal 2025. Dari hasil sertifikasi pelatih tersebut, nantinya PBPI akan menunjuk pelatih yang bisa membuat program untuk pembinaan usia dini.

Baca juga artikel terkait OLAHRAGA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - News Plus
Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty