tirto.id - Seiring waktu yang tersisa menjelang pencoblosan, kampanye dua kandidat capres semakin gencar. Padatnya acara bisa berdampak buruk pada kesehatan kandidat. Tak heran, rumor seputar kesehatan kandidat selalu beredar.
Dalam beberapa hari terakhir, misalnya, kubu capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno diterpa berita yang kurang mengenakkan. Prabowo dikabarkan tengah berada dalam kondisi sakit di saat-saat kritis menjelang akhir masa kampanye, sebagaimana dikabarkan oleh CNN Indonesia.
Kabar ini segera disanggah tim kampanye Prabowo-Sandi. Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, mengatakan bahwa Ketua Umum Partai Gerindra itu tidak sakit, melainkan hanya kelelahan akibat padatnya acara kampanye.
Andre mengklaim bahwa kini, kondisi tubuh Prabowo sudah kembali fit dan Prabowo sudah kembali siap untuk melanjutkan aktivitasnya. “Intinya, Pak Prabowo tidak sakit. Kalau semacam kelelahan tentu wajar. Bayangkan dari berbagai titik berpidato di mana-mana. Itu, kan, menguras stamina," ujarnya saat ditemui di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (5/4).
Pertanyaan soal kesehatan juga pernah diajukan ke kubu 01. Kendati tidak dikabarkan sakit, Jokowi dalam kampanyenya di Tegal, Jawa Tengah, mengatakan bahwa dirinya tidak takut jatuh sakit kendati melakukan kampanye terbuka di tengah guyuran hujan.
“Enggak, enggak, enggak, enggak [takut sakit]. Sehat, sehat. Tapi kami ini, kan, memberi semangat. Masak rakyat hujan-hujananan, kita pakai payung. Ya enggaklah,” pungkasnya, Kamis (4/4). Ia mengaku sudah kerap basah kuyup diguyur hujan sewaktu kecil sehingga berkampanye di bawah tetesan air hujan sudah tidak menjadi masalah baginya.
Wakil Sekretaris TKN Verry Surya Hendrawan mengatakan kampanye terbuka memang sangat menguras tenaga. Ia mengklaim bahwa orang-orang yang menemani Jokowi pun hanya dapat tidur tiga jam setiap hari.
“Namun selain Pak Jokowi punya stamina yang kuat, beliau juga punya faktor lain, yaitu ikhlas,” kata Verry soal alasan Jokowi tetap segar.
Terkait kabar Prabowo sakit, Verry menyarankan Prabowo bisa berkoordinasi dengan lebih baik lagi dengan Sandiaga untuk pembagian tugas.
Kendati demikian, ia menampik pihak Jokowi-Ma’ruf mendapatkan keuntungan dari kondisi Prabowo. Menurutnya, justru dengan kesehatan Prabowo yang baik, persaingan yang sehat antara kedua kubu dapat terjadi.
“Saya mendoakan semoga beliau semoga sehat dan kompetisi ini bisa bergulir kembali dan menggembirakan semua pihak,” tegasnya.
Menyembunyikan Sakit
Menyembunyikan sakit presiden atau kandidat kepala pemerintahan sudah menjadi praktik yang umum, termasuk di Amerika Serikat.
Ketika bersaing dengan Donald Trump dalam Pilpres 2016 lalu, Hillary Clinton menyembunyikan penyakit yang dideritanya. Seperti dilaporkan CNN, Clinton didiagnosis menderita pneumonia atau penyakit infeksi paru-paru.
Tim sukses Clinton menyembunyikan penyakit itu dari publik selama dua hari di bulan September 2016. Pertanyaan mulai bermunculan di media sosial setelah warganet menyaksikan Clinton keluar lebih awal dari acara peringatan 9/11 serta munculnya sebuah video singkat oleh seseorang di Manhattan yang memperlihatkan Clinton hilang kesimbangan dan hampir jatuh layaknya orang yang sedang sakit.
Presiden Woodrow Wilson (1919-1921) juga menyembunyikan sakit. Ia merahasiakan penyakit stroke yang menyerangnya ketika sedang berada di Pueblo, Colorado, AS. Kala itu, ia tengah berada dalam tur domestik selama 22 hari untuk mempromosikan pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (cikal bakal PBB). Sejak stroke, kondisi fisik Wilson tak pernah prima lagi.
Istri Wilson, Edith, berperan besar menutupi sejauh mana penyakit tersebut telah menggerogoti kesehatan Wilson. Ia menyeleksi tamu yang hendak bertemu Wilson. Dokter sang presiden, Cary T. Grayson, juga terus mendampingi sang presiden selama 24 jam. Wilson meninggal pada awal 1924, kurang dari tiga tahun setelah masa jabatannya selesai.
Presiden Franklin Delano Roosevelt (1944-1945) menderita polio sejak usia 39 tahun. Ia tak terang-terangan menyembunyikan penyakit yang membuatnya susah berjalan itu. Selama berkampanye dan menjabat, para perawat Roosevelt secara hati-hati kerap mencegah pers untuk memotret sang presiden ketika duduk di atas kursi roda.
Dalam Pilpres 1960, kandidat Republikan Richard M. Nixon mengalami cedera lutut. Pihak Nixon tidak berusaha menutupi sakit yang dideritanya, termasuk ketika ia harus masuk RS selama satu minggu. Tidak maksimalnya kampanye Nixon akhirnya dimanfaatkan John F. Kennedy dari kubu Demokrat yang akhirnya menang.
Alasan Politis
Pilihan untuk mengungkap atau tidak mengungkap penyakit yang diderita oleh seorang kepala negara ataupun kandidat kepala negara memang dilematis.
Di satu sisi, publik memiliki hak untuk mengetahui apakah pemimpin mereka memiliki fisik yang sehat untuk mengambil keputusan. Namun di sisi lain, para pemimpin itu memiliki hak untuk merahasiakan rekam jejak kesehatan mereka dari publik.
“Isu ini kontroversial, karena beberapa penyakit dapat dilebih-lebihkan dari proporsi yang sesungguhnya,” jelas Jerrold Post, penulis buku When Illness Strikes the Leader, dikutip dari CNN. “Namun, apabila seseorang menderita Alzheimer tahap awal dan penyakit serius lainnya, maka lain ceritanya.
Sementara itu, George Annas, Kepala Departmen Hukum Kesehatan, Bioetika dan HAM di Boston University School of Public Health mengatakan bahwa publik memiliki hak untuk tahu apabila seorang kandidat [kepala negara] memiliki masalah kesehatan serius yang bisa mengakibatkan kematian ketika ia menjabat.
Namun Annas meyakini kepala negara berhak untuk tidak mengungkap riwayat kesehatannya.
“Mengapa ada [kepala negara] yang membuka [catatan medis]? Saya pikir mereka yang terus terang soal kesehatannya percaya akan lebih baik jika publik tahu. Karena spekulasi di tengah masyarakat bisa lebih buruk."
Di sisi lain, mereka yang memilih untuk tidak membuka catatan medis umumnya khawatir isu kesehatan akan memengaruhi elektabilitas. “Kita menginginkan seorang pemimpin yang tidak hanya bijaksana namun juga kuat serta sehat,” kata Post. “Jika kita mengira seorang kandidat sedang sakit atau akan jatuh sakit, hal itu akan memengaruhi elektabilitasnya.”
Selain itu, ada pula kepentingan politik orang di sekitar kepala negara yang akan terdampak jika sang kepala negara turun dari jabatannya.
“Harus diingat pula, jika ada sesuatu yang salah dengan presiden dan itu bisa membuatnya turun dari jabatannya, semua orang di sekelilingnya juga akan ikut jatuh. Jadi mereka ingin menjaga presiden agar tetap berkuasa sekaligus membungkam dokternya,” sebut dokter Connie Mariano yang pernah menjadi dokter Gedung Putih untuk George W. Bush dan Bill Clinton, masih dari CNN.
Editor: Windu Jusuf