tirto.id - Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mendorong Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) melakukan optimalisasi pengelolaan dana haji pada tahun-tahun mendatang. Langkah progresif BPKH ini sangat diperlukan demi memastikan dana nilai manfaat yang juga menjadi hak lebih 5 juta jemaah haji yang masih mengantre bisa terus berkesinambungan dan bisa digunakan mereka saat keberangkatannya.
“Kesinambungan nilai manfaat perlu menjadi perhatian kita bersama. Penyelenggaraan haji akan terus berlangsung di masa-masa mendatang. Ada antrean lebih 5 juta jemaah yang juga berhak atas nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal mereka,” kata Menag Yaqut dalam keterangan tertulis, Rabu malam (15/2/2023).
Saat ini, Menag Yaqut, kemampuan BPKH mengalokasikan nilai manfaat maksimal hanya Rp7,1 triliun. Beruntung BPKH punya saldo Rp15 triliun hasil pengelolaan pada 2020 dan 2021 saat tidak ada penyelenggaraan ibadah haji.
Pada 2022, saldo itu sudah digunakan untuk menutup pembayaran kenaikan biaya Masyair dan kekurangan lainya hingga hampir Rp2 triliun. Tahun ini, saldo yang ada juga akan terambil hampir Rp2 triliun.
“Hal ini perlu menjadi perhatian bersama. BPKH harus lebih produktif. Jika skema defisit Rp2 triliun per tahun ini terus berjalan, saldo BPKH bisa habis dalam lima tahun ke depan. Inilah pentingnya mulai memperhatikan keberadilan dan keberlanjutan nilai manfaat. Sebab, anggaran nilai manfaat juga hak jutaan jemaah yang masih antre,” kata pria yang akrab disapa Gus Yaqut tersebut.
Di banding tahun sebelumnya, proses pembahasan BPIH tahun ini bisa berlangsung lebih awal. Sehingga baik Kemenag maupun Komisi VIII DPR memiliki cukup waktu untuk melakukan telaah atas usulan biaya yang disampaikan.
“Kami sampaikan apresiasi dan penghargaan kepada pimpinan dan anggota Komisi VIII DPR-RI yang terus memberikan perhatian dan dukungan terhadap upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun,” kata Gus Yaqut.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kemenag dan Komisi VIII DPR telah menyepakati besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M dengan rata-rata Rp90.050.637,26 per jemaah haji reguler.
Angka ini terdiri atas dua komponen, yaitu Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dengan rata-rata Rp49.812.700,26 (55,3%) dan penggunaan nilai manfaat per jemaah sebesar Rp40.237.937 (44,7%). Dengan skema ini, penggunaan dana nilai manfaat keuangan haji secara keseluruhan sebesar Rp8.090.360.327.213,67
Kesepakatan ini diperoleh setelah Panitia Kerja (Panja) BPIH 1444 H/2023 M melakukan serangkaian diskusi panjang, membahas usulan biaya haji pemerintah.
Pada 19 Januari 2023, pemerintah mengajukan usulan BPIH dengan rata-rata sebesar Rp98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734,00 (70%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 (30%).
“Hari ini kita telah menyepakati biaya haji reguler. Rata-rata jemaah akan membayar Rp49,8 juta rupiah dengan penggunaan dana nilai manfaat mencapai Rp8,090 triliun. Kesepakatan ini sebagai hasil pembahasan atas skema usulan pemerintah dengan jemaah membayar Rp69 juta dan penggunaan nilai manfaat Rp5,9 triliun,” kata Gus Yaqut.
Ia menambahkan, “Disepakati juga adanya afirmasi khusus bagi jemaah lunas tunda 2020 dan dibutuhkan tambahan nilai manfaat mencapai Rp845 miliar. Sehingga, dana nilai manfaat yang dibutuhkan mencapai Rp8,9 triliun.”
BPKH Sepakat Bipih Lebih Besar dari Nilai Manfaat
Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah mendukung penetapan BPIH tahun 1444 H/2023 M oleh Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR RI. BPKH menyepakati besaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) lebih besar dibandingkan penggunaan nilai manfaat.
Fadlul mengatakan hal ini sejalan dengan kebutuhan untuk menjaga keberlanjutan keuangan haji.
“Kami menilai positif atas keputusan yang mempertimbangkan besaran Bipih lebih besar daripada subsidi nilai manfaat," kata Fadlul melalui keterangan tertulis, Kamis (16/2/2023).
Ia menambahkan, “Di mana penggunaannya ke depan perlu terus ditemukan formulasi atau titik ideal antara besaran Bipih dengan nilai manfaat yang notabene masih ada milik jemaah tunggu yang patut dijaga keberimbangannya.”
BPKH berharap ke depannya secara gradual porsi nilai manfaat yang diberikan untuk jemaah tunggu harus lebih besar daripada yang digunakan untuk subsidi jemaah berangkat. "Sehingga pada masanya dapat terjadi self financing," ucapnya.
Lebih lanjut, BPKH mengapresiasi revisi Peraturan Menteri Agama (PMA) mengenai rasionalisasi besaran setoran awal serta diperbolehkannya cicil setoran lunas. Kebijakan itu agar tidak memberatkan calon jemaah haji saat keberangkatan.
Fadlul menyatakan BPKH siap mendukung dan menyukseskan kegiatan penyelenggaraan ibadah Haji 1444 H/2023 M.
“Menghimbau kepada jemaah haji Indonesia yang akan mendapatkan giliran berangkat 2023 segera menyiapkan diri dan melengkapi seluruh persyaratan yang diperlukan sesuai keputusan dan peraturan undang-undang yang berlaku," kata dia.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maya Saputri