tirto.id - Terdakwa kasus korupsi pengadaan proyek KTP Elektronik, Markus Nari minta dibebaskan. Menurut kuasa hukum Markus, Tommy Sihotang, apa yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum tidak jelas dan tidak cermat.
"Memohon agar majelis hakim menerima dan mengabulkan seluruh eksepsi yang diajukan oleh terdakwa Markus Nari. Dan menyatakan dakwaan terhadap terdakwa batal demi hukum dengan segala akibat hukum," kata Tommy, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Tommy menilai, dakwaan tidak bisa dilanjutkan karena penggunaan pasal yang keliru. Dalam dakwaan, JPU KPK menggunakan beberapa pasal untuk menjerat Markus yang diduga memperkaya diri sendiri hingga Rp19 miliar.
Dalam nota eksepsi, kuasa hukum keberatan dengan dakwaan pada Pasal 2 ayat (1) atau 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Tommy juga keberatan dengan dakwaan alternatif Pasal 21 atau Pasal 22 Jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Jabatan apa yang dimilikinya sehingga proses penganggaran bisa terjadi dan siapa saja yang dipengaruhinya, mengapa bisa terpengaruh? Dakwaan jaksa menjadi tidak cermat dan tak jelas," kata Tommy.
Tommy juga tak terima kliennya dianggap merintangi penyidikan dengan menghalangi Miryam S Haryani memberikan keterangan tidak benar. Dia justru menekankan kliennya tak pernah memberikan keterangan tak benar dan pasal itu tak tepat didakwa kepada kliennya.
Sebelumnya, Markus menjalani sidang dakwaan hari Rabu (14/8/2019). Dalam dakwaannya dia dianggap memperkaya diri sendiri sebesar 1,4 juta dolar Amerika Serikat dari proyek e-KTP.
Jika diubah ke rupiah dengan angka Rp14,249, maka totalnya mencapai Rp19 miliar lebih.
"Bahwa Terdakwa Markus Nari melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Terdakwa sebesar 1,4 juta dolar AS," kata jaksa Ahmad Burhanudin saat membacakan surat dakwaan di PN Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno