tirto.id - Komisaris Utama PT Perkebunan Nusantaran VI dan mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (PKPU) Muhammad Syarkawi Rauf disebut menerima uang Rp1,966 miliar dari pengusaha Pieko Njotosetiadi terkait kajian "Long Term Contract" (LTC) atau Kontrak Jangka Panjang pembelian gula kristal putih.
Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ali Fikri, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 25 November 2019.
“Untuk menghindari kesan adanya praktik monopoli perdagangan melalui sistem LTC oleh perusahaannya, Pieko Njotosetiadi juga meminta Komisaris Utama PTPN VI dan mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (PKPU) Muhammad Syarkawi Rauf untuk membuat kajian di mana untuk itu terdakwa telah memberikan uang kepada Muhammad Syarkawi Rauf seluruhnya sebesar 190.300 dolar Singapura atau setara Rp1,966 miliar yang diberikan dalam dua tahap,” kata Ali.
Fakta itu diungkap dalam dakwaan Direktur Utama PT Fajar Mulia Transindo dan Penasihat PT Citra Gemini Mulia Pieko Njotosetiadi yang didakwa menyuap Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Dolly Parlagutan Pulungan senilai 345 ribu dolar Singapura atau setara Rp3,55 miliar terkait pembelian gula kristal putih dengan mekanisme LTC.
“Yang diberikan dalam dua tahap yakni pada 2 Agustus 2019 di Hotel Santika Jakarta Selatan sebesar 50 ribu dolar Singapura atau setara Rp516,5 juta dan tahap kedua 29 Agustus 2019 sebesar 140.300 dolar Singapura atau setara Rp1,45 miliar yang diserahkan melalui I Kadek Kertha Laksana di ruangan Direktur Pemasaran PTPN III Gedung Agro Plaza Setia Budi Kuningan, Jakarta Selatan,” kata Ali.
Selain memberikan uang kepada Syarkawi Rauf, Pieko juga disebut memberikan uang tunai sebesar 345 ribu dolar Singapura atau setara Rp3,55 miliar kepada Dolly Parlagutan Pulungan selaku Dirut PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero) melalui I Kadek Kertha Laksana selaku Direktur Pemasaran PT PTPN III.
Pemberian suap itu karena Dolly dan Kadek telah memberikan persetujuan Long Term Contract (LTC) atau Kontrak Jangka Panjang kepada Pieko atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia yang distribusi pemasarannya dikoordinir PTPN III (Persero) Holding Perkebunan.
PTPN III (Persero) adalah BUMN Holding Perkebunan yang bergerak di bidang pengelolaan, pengolahan dan pemasaran hasil Perkebunan. Sebagai perusahaan induk (holding), PTPN III mempunyai anak perusahaan perkebunan yaitu PTPN I, II, IV sampai XIV.
Pada September 2018, I Kadek Kertha Laksana selaku Direktur Pemasaran PTPN III berinisiatif untuk membuat kebijakan sistem Long Term Contract (LTC) atau kontrak penjualan jangka panjang. Ini mewajibkan pembeli gula membeli gula dengan ikatan perjanjian dengan PTPN III dengan harga yang akan ditentukan setiap bulan sesuai dengan jumlah pembelian.
Perjanjian itu bertujuan untuk mencegah adanya permainan dari pembeli gula yang hanya membeli gula pada saat harga gula murah dan tidak membeli gula saat harga gula mahal.
Rapat Dewan Direksi yang dipimpin Dolly Parlagutan lalu menyetujui usulan LTC tersebut dengan strategi pemasaran yang dikoordinir oleh PTPN III dan salah satu produk utama adalah gula.
Kadek lalu mengirimkan surat penawaran pembelian gula dengan mekanisme LTC kepada beberapa perusahaan dilengkapi dengan sejumlah syarat mengenai volume, harga pembayaran dan bank garansi.
"Dari seluruh persyaratan sistem penjualan LTC, hanya perusahaan terdakwa yaitu PT Fajar Mulia Transindo yang mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan karena perusahaan lain keberatan atas syarat yang ditetapkan PT PTPN III terutama atas syarat diharuskan membeli gula di PTPN yang sudah ditentukan dan diharuskan membayar uang muka 40 persen dari harga gula yang ditawarkan,” tambah jaksa Ali.
Sehingga pada 23 Mei 2019 dilakukan penandatanganan kontrak antara Pieko dan Dirut PTPN III Dolly Parlagutan yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Setor (SPS) dan Delivery Order (DO) oleh masing-masing PTPN. Maka mulai Juni 2019 penjualan gula dengan mekanisme LTC periode I dilakukan PT Fajar Mulia Transindo sebesar 25 ribu ton dengan harga Rp10.500/kilogram.
Pada 21 Juli 2019 di hotel Sheraton Surabaya, Pieko dan putranya Vinsen Njotosetiadi melakukan rapat dengan direksi PTPN III dan anak-anak perusahaannya.
Pada rapat itu, Dolly Parlagutan selaku Dirut PTPN III mengarahkan terkait pola pendanaan dan pembelian gula petani pada LTC dan spot periode II sejumlah 75 ribu ton dari agar diserahkan kepada perusahaan Pieko yaitu PT Fajar Mulia Transindo dan PT Citra Gemini Mulia sedangkan gula milik PT PTPN III sebanyak 25 ribu ton diserahkan penjualannya kepada PT KPBN.
Atas arahan Dolly tersebut, Pieko lalu membeli gula milik petani melalui PT Fajar Mulia Transindo sebesar 50 ribu ton dan PT Citra Gemini Mulia sebesar 25 ribu ton masing-masing senilai Rp10.250/kg.
Selanjutnya pada Agustus 2019 penjualan gula dengan mekanisme LTC periode III kembali dilakukan Pieko melalui perusahaannya PT Fajar Mulia sebesar 25 ribu ton, dan PT Citra Gemini sebesar 50 ribu ton dengan harga masing-masing Rp10.150/kg yang ditindaklanjuti dengan SPS dan DO dari masing-masing anak perusahaan PTPN III.
Setelah Pieko melakukan pembelian gula dengan sistem LTC periode I-III, pada 31 Agustus 2019, Pieko bertemu Dengan Dolly Parlagutan dan perwakilan asosiasi petani tebu Arum Sabil di hotel Shangri-La Jakarta.
"Pada pertemuan itu Arum Sabil meminta uang kepada terdakwa untuk keperluan Dolly Parlagutan dan Dolly juga mengatakan membutuhkan uang sebesar 250 ribu dolar AS. Atas permintaan tersebut, terdakwa menyanggupi untuk memberikan uang kepada Dolly yang mekanisme penyerahannya melalui I Kadek Kertha Laksana," tambah jaksa Ali.
Uang diberikan pada 2 September 2019 oleh pimpinan cabang PT Citra Gemini Mulia Ramlin kepada I Kadek Kertha Laksana dalam bentuk mata uang asing yaitu 345 ribu dolar Singapura di kantor PT KPBN Menteng, Jakarta.
Ramlin menyerahkan kepada Corry Lucia dan lalu menginformasikan kepada Edward Samantha.
"Sekitar pukul 17,31 WIB, terdakwa menghubungi I Kadek Kertha Laksana melalui 'whatsapp' menanyakan uang yang telah diserahkan dengan mengatakan 'apakah contoh gula sudah diambil' dan Kadek menjawab 'sudah'. Corry lalu mengantarkan uang ke Edward Samantha yang sedang bersama Kadek Kertha di kantor PTPN III," tambah jaksa.
Selanjutnya seorang staf Frengky Pribadi mengambil uang 345 ribu dolar Singapura tersebut.
Pada pukul 19.22 WIB, petugas KPK mengamankan Kadek Kertha di ruangannya, di PTPN III gedung Agro Plaza dan keesokan harinya pada 3 September 2019 Dolly Parlagutan menyerahkan diri ke kantor KPK sedangkan Pieko dilakukan penangkapan pada 4 September di Bandara Soekarno Hatta.
Atas perbuatannya, Pieko didakwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Terhadap dakwaan tersebut, Pieko tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) dan sidang diagendakan akan dilanjutkan pada 2 Desember 2019 dengan agenda pemeriksaan saksi.