tirto.id - "Sepohon Kayu" merupakan salah satu lagu religi Islam yang cukup populer di kalangan umat Muslim.
Lagu Sepohon Kayu pertama kali dirilis pada tahun 1997 oleh grup Nasjid Saujana.
Lagu ini kemudian kembali populer di Indonesia setelah pada 1 Oktober 2005, Almarhum Ustad Jefri Al-Buchori atau yang lebih populer disebut Uje merilis kembali lagu ini.
Biografi Singkat Jefri Al-Buchori
H. Muhammad Jefri Al-Buchori atau lebih dikenal sebagai Ustad Jefri Al Buchori merupakan seorang pendakwah, penyanyi, dan aktor Indonesia.
Lagu Sepohon Kayu masuk dalam karya Ustadz Jefri di album religi pertamanya yang berjudul "Lahir Kembali," dan berdampingan dengan beberapa lagu populer lainnya seperti I'tiraf, Allah Maha, Ya Robbana (feat. Opick), Azab Illahi, Ya Rasulullah, Iqra, Kiamat, Istighfar, dan Selamat Hari Lebaran.
Saat momen Ramadan, lagu ini biasanya kembali populer, hal tersebut dikarenakan lagu Sepohon Kayu mengandung berbagai pesan tersirat bagi pendengarnya.
Sepohon kayu daunnya rimbun
Lebat bunganya serta buahnya
Walaupun hidup Seribu tahun
Bila tak sembahyang apa gunanya
Makna Lagu Sepohon Kayu
Syair pada bait pertama lagu ini menyiratkan makna akan pentingnya ibadah.
Hidup seribu tahun tidak akan berguna apabila kita umat manusia tidak menjalankan kewajiban ibadah selama perjalan hidup ini.
Lagu ini juga menyiratkan kepada umat manusia untuk selalu mengingat Tuhan dalam segala kegiatannya agar apa yang dilakukan berkenan dengan kehendak Yang Maha Esa.
Lirik Lagu "Sepohon Kayu"
Sepohon kayu daunnya rimbun
Lebat bunganya serta buahnya
Walaupun hidup Seribu tahun
Bila tak sembahyang apa gunanya?
Walaupun hidup Seribu tahun
Bila tak sembahyang apa gunanya?
Kami bekerja sehari-hari
Untuk belanja rumah sendiri
Walaupun hidup Seribu tahun
Bila tak sembahyang apa gunanya?
Walaupun hidup Seribu tahun
Bila tak sembahyang apa gunanya?
Kami sembahyang fardhu sembahyang
Sunah pun ada bukan sembarang
Supaya Allah menjadi sayang
Kami bekerja hatilah riang
Supaya Allah menjadi sayang
Kami bekerja hatilah riang
Kami sembahyang Limalah waktu
Siang dan malam sudahlah tentu
Hidup di kubur yatim piatu
Tinggallah seorang dipukul dipalu
Hidup di kubur yatim piatu
Tinggallah seorang dipukul dipalu
Dipukul dipalu sehari-hari
Barulah ia sedarkan diri
Hidup di dunia tiada berarti
Akhirat di sana sangatlah rugi
Hidup di dunia tiada berarti
Akhirat di sana sangatlah rugi
Penulis: Cornelia Agata Wiji Setianingrum
Editor: Dhita Koesno