tirto.id - Mudik adalah aktivitas perjalanan menuju kampung halaman yang tidak hanya memerlukan modal ekonomis, namun juga kondisi fisik yang prima. Perjalanan panjang dan jauh rentan memicu kelelahan hingga menurunnya kesehatan tubuh. Pemudik yang memilih mengemudi menggunakan kendaraan pribadi, tentu perlu persiapan ekstra agar perjalanan mudik aman dan tidak berujung fatal.
Tak jarang kecelakaan yang terjadi di jalur mudik, dipicu merosotnya kebugaran tubuh imbas kecapekan. Tubuh yang lelah membuat aktivitas mengemudi menjadi tidak fokus. Kejadian microsleep atau terlelap dalam sepersekian detik saja ketika berkendara, bisa mengundang tragedi yang panjang.
Peneliti Global Health Security dari Griffith University, Dicky Budiman, menerangkan bahwa mudik yang notabene merupakan perjalanan jauh, mampu menyebabkan kelelahan fisik dan mental. Akibat kelelahan, pada gilirannya berisiko menurunkan kemampuan refleks dan konsentrasi pengendara. Mengemudi tanpa henti menjadi pemantik yang sering terjadi.
“Apalagi kalau nyetir, cukup berbahaya dan berisiko. Karena bisa menyebabkan penurunan konsentrasi akibat kelelahan,” kata Dicky kepada wartawan Tirto, Rabu (26/3/2025).
Dicky menyarankan agar pengemudi beristirahat sejenak usai berkendara dua sampai tiga jam. Di negara Australia, kata Dicky, pengemudi truk atau bis yang ketahuan tak beristirahat dengan cukup, akan didenda tinggi oleh otoritas keamanan.
Tidur sejenak ketika perjalanan, akan membantu mengembalikan konsentrasi yang menurun akibat kelelahan. Microsleep terjadi karena kondisi kelelahan ekstrem yang sudah tidak bisa ditolerir lagi oleh tubuh. Pasalnya, fisik juga bisa mengalami kecapekan parah ketika mudik.
Macet panjang dalam perjalanan akan memicu kondisi stres. Tidak hanya itu, konflik di jalan rentan terjadi ketika fisik dan psikis sama-sama dalam kondisi mumet. Ketika terjebak macet biasanya pelaku perjalanan akan cemas, perasaan ini yang akan dilawan tubuh karena tidak nyaman.
Sementara bagi yang berposisi sebagai penumpang, posisi duduk diupayakan agar nyaman dan ergonomis. Posisi duduk berada dalam postur netral atau santai. Sehingga posisi tubuh meminimalkan efek gravitasi demi meredam ketegangan atau stres pada tubuh yang dapat mengakibatkan otot kaku, ketegangan postural atau postural strain serta muskuloskeletal.
Dicky juga mewanti-wanti agar pengendara menghindari konsumsi obat yang menyebabkan kantuk. Biasanya, justru kandungan obat yang menyebabkan kantuk terdapat di obat pereda mabuk perjalanan dan obat flu. Jika hendak meminum obat tersebut, sebaiknya menunda terlebih dahulu aktivitas menyetir.
Dari sudut pandang epidemiologis, mudik merupakan aktivitas perpindahan manusia secara massal yang membuka risiko penularan penyakit. Menurut Dicky, tidak mengherankan kasus penyakit menular akan meningkat selama mudik, terutama penyakit saluran pernafasan.
Kelelahan ekstrem bisa menurunkan imunitas tubuh sehingga mudah terserang penyakit. Ini perlu dimitigasi dengan menjaga kebersihan tubuh dan menghindari area berkerumun. Bisa juga membawa cairan sanitasi tangan dan masker untuk meminimalisir infeksi penyakit.
“Kemudian risiko kedua penyakit diare atau penyakit saluran pencernaan juga bisa terjadi dalam bentuk misalnya keracunan makanan ya. Atau infeksi bakteri atau parasit misalnya,” kata Dicky.
Hasil survei Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Badan Kebijakan Transportasi (BKT) menyebutkan bahwa potensi pergerakan masyarakat selama libur lebaran tahun ini diprediksi mencapai 146,48 juta jiwa atau setara 52 persen dari total penduduk Indonesia.
Hasil survei itu menunjukkan, puncak arus mudik diprediksi terjadi pada H-3 atau 28 Maret 2025 dengan potensi jumlah pergerakan masyarakat sebanyak 12,1 juta orang. Sedangkan puncak arus balik diprediksi terjadi pada H+5 atau 6 April 2025 dengan potensi pergerakan masyarakat mencapai 31,49 juta orang.
Pengamat kesehatan masyarakat sekaligus pengurus di Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Iqbal Mochtar, menilai tidur yang cukup adalah kunci keselamatan dalam melakukan perjalanan jauh seperti mudik. Pemudik disarankan untuk tidak terburu-buru dan meluangkan waktu sehari sebelum perjalanan untuk beristirahat secara cukup. Tidur, dapat mengembalikan kondisi tubuh yang sehari-hari kelelahan dipakai bekerja.
Iqbal mengingatkan agar perjalanan mudik diiringi dengan perbekalan yang cukup. Tetapi ia tak menyarankan untuk mengonsumsi makanan berlebihan sebelum berkendara. Pasalnya hal tersebut juga merupakan faktor utama penyebab mengantuk saat mengemudi.
Bagi yang berusia 40-50 tahun, kata Iqbal, sebaiknya tidak memaksakan mengemudi dalam durasi yang panjang. Gunakan rest area semaksimal mungkin untuk mengisi ulang energi. Namun, Iqbal tidak menyarankan untuk meminum kopi atau minuman berenergi berlebihan hanya karena ingin terus melek atau tidak mengantuk.
“Justru berlebih kafein akan menyebabkan jantung berdebar, dan meningkatkan kotrisol dan tekanan darah,” sambung Iqbal.
Perjalanan panjang memang berisiko pada kesehatan tubuh, namun hal itu bisa dimitigasi. Itu mengapa seseorang perlu mengenali batasan dirinya sebelum melakukan perjalanan. Ini diperlukan untuk meminimalisir insiden kesehatan yang diakibatkan penyakit bawaan.
Orang dengan komorbid sebaiknya mempersiapkan obat-obatan dengan lengkap. Bagi yang berkendara tetapi punya penyakit bawaan, jangan ragu menuju fasilitas layanan kesehatan meskipun masih di tengah perjalanan.
“Jangan terlalu ngotot melakukan perjalanan panjang itu one-shot. Kalau ada yang sakit dan alami keluhan, ya jangan sungkan singgah mencari pelayanan kesehatan dulu,” kata Iqbal.
Menjaga Kelompok Rentan
Bukan cuma bagi pengemudi, kelompok rentan seperti lansia, anak-anak dan penyandang disabilitas juga menghadapi tantangan kesehatan selama perjalanan panjang. Keterbatasan mobilitas dan daya tahan tubuh membuat mereka lebih rentan terhadap kelelahan. Mereka membutuhkan perhatian ekstra serta persiapan yang matang sebelum memulai perjalanan.
Kelompok lansia, misalnya, punya kapasitas fisik yang menurun seiring bertambahnya usia. Penuaan membuat kekebalan tubuh dan organ vital tidak lagi sekuat masa muda. Membuat mereka rentan terhadap dehidrasi, tekanan darah tinggi, serta gangguan pernapasan akibat paparan polusi dan debu jalan.
Sementara anak-anak –terutama balita– mempunyai sistem imun yang belum sepenuhnya berkembang. Perjalanan panjang dalam kendaraan yang sempit dan kondisi udara tidak stabil dapat menyebabkan kelelahan, mabuk perjalanan, dan gangguan pencernaan. Selain itu, kurangnya asupan cairan yang cukup selama perjalanan dapat berujung pada dehidrasi.
Orang tua mesti memastikan anak-anak mendapatkan waktu istirahat cukup dengan asupan nutrisi yang seimbang. Sebaiknya memilih rute dan waktu perjalanan yang tidak membuat mereka terlalu lama terjebak di dalam kendaraan.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso, menyebut risiko kesehatan yang dialami oleh anak selama mudik antara lain: infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), dehidrasi, mabuk perjalanan, hingga gangguan pencernaan seperti diare. Menurutnya, mudik bukan hanya soal sampai di kampung halaman, tapi juga tentang menjaga kesehatan dan kenyamanan anak selama prosesnya.
“Ini bagian dari tanggung jawab orang tua,” kata Piprim dalam keterangan tertulis, Rabu (26/3/2025).
Anak juga perlu untuk istirahat dengan cukup sebelum perjalanan dan saat di tempat tujuan. Anak-anak membutuhkan tidur yang cukup agar menjaga sistem kekebalan tubuh. Menurut penelitian di jurnal Sleep Medicine Reviews, kurang tidur dapat menurunkan fungsi imun dan meningkatkan risiko infeksi.
Tidur yang cukup membantu tubuh memproduksi sitokin, protein yang melawan infeksi dan peradangan. Oleh karena itu, kata Piprim, pastikan anak tidur dengan cukup minimal 8-10 jam sebelum perjalanan dan saat tiba di tempat tujuan mudik. Hindari aktivitas berlebihan di hari pertama karena tubuh anak membutuhkan waktu beradaptasi dengan lingkungan baru (cuaca, suhu, udara, jam tidur) usai perjalanan panjang.
“Dengan persiapan yang baik, risiko penyakit dan masalah kesehatan selama mudik dapat diminimalisir sehingga perjalanan mudik Lebaran dapat berlangsung lancar dan kesehatan anak tetap terjaga,” ujar Piprim.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum II Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Mahesa Paranadipa Maikel, mengingatkan bahwa kurang tidur memang mengganggu fungsi kognitif, dan meningkatkan risiko kecelakaan bagi pengemudi. Ada penelitian, sebut Mahesa, tidur kurang dari enam jam mengikis kewaspadaan, laiknya kadar alkohol 0,05 persen dalam darah. Ia menyarankan menghindari konsumsi kafein enam jam sebelum tidur dan matikan gawai untuk meningkatkan kualitas tidur sebelum perjalanan.
Pastikan untuk membawa alat pengukur kondisi kesehatan jika punya. Gunakan smartwatch atau oksimeter untuk memantau detak jantung dan oksigen darah (SpO2). Sebab, jika kadar SpO2 kurang dari 95 persen, kondisi tersebut perlu perlu diwaspadai.
“Simpan kontak darurat keluarga dan rumah sakit rute mudik. Penderita jantung disarankan membawa aspirin 80 mg untuk pertolongan pertama serangan jantung,” kata dia kepada wartawan Tirto, Rabu (26/3/2025).
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz