tirto.id - Krisis finansial pada tahun 1997 dan 1998 tidak hanya menimpa Indonesia, tetapi juga negara-negara lain di Asia. Krisis ini dimulai pada Juli 1997 di Thailand dan mempengaruhi mata uang, bursa saham, serta harga aset lainnya di sejumlah negara Asia. Di Indonesia, peristiwa ini sering disebut sebagai krisis moneter.
Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia adalah negara yang paling terkena dampak krisis ini. Hongkong, Malaysia, Laos, dan Filipina juga terpengaruh krisis, tetapi tak separah tiga negara tersebut. Sementara Cina, Taiwan, Brunei, Vietnam dan Singapura hampir tak merasakan krisis finansial tersebut.
Pada bulan Juni 1997, Indonesia tampak masih jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, surplus neraca perdagangan lebih dari US$900 juta, cadangan devisa cukup besar, lebih dari US$20 miliar, dan sektor perbankan masih baik-baik saja.
Namun, di tahun-tahun sebelumnya, cukup banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dalam bentuk dolar. Karena sebelum tahun 1997 itu, rupiah memang menguat atas dolar Amerika. Jadi, pinjaman dalam bentuk dolar dianggap jauh lebih murah.
Rupiah tiba-tiba diserang parah pada sejak bulan Agustus 1997. Rupiah dan Bursa Efek Jakarta menyentuh titik terendahnya pada September 1997. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih tinggi untuk membayar utangnya.
Pada Juni 1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar hanya Rp2.380 untuk US$1. Akan tetapi, pada Januari 1998, dolar menguat menyentuh angka Rp11.000. Pada Juli 1998, rupiah kian melemah, US$1 setara dengan Rp14.150. Pada 31 Desember 1998, rupiah menguat perlahan, tetapi hanya mampu meningkat hingga Rp8.000 untuk US$1.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Wan Ulfa Nur Zuhra