Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

KPU & Bawaslu Permanen di Daerah Dinilai Tak Lagi Relevan

Titi menilai KPU dan Bawaslu di daerah lebih baik ad hoc dengan masa jabatan keanggotaan tidak lagi 5 tahun seperti sekarang ini.

KPU & Bawaslu Permanen di Daerah Dinilai Tak Lagi Relevan
Bakal calon anggota KPU dan Bawaslu melakukan pendaftaran secara daring di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (18/10/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.

tirto.id - Pegiat pemilu Titi Anggraini menilai keberadaan KPU dan Bawaslu yang permanen di kabupaten/kota tidak relevan bila tetap mempertahankan keserentakan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) ke depannya. Sebaiknya, kata Titi, KPU dan Bawaslu di daerah bersifat tidak permanen (ad hoc) dengan masa jabatan keanggotaan tidak lagi 5 tahun seperti sekarang ini.

Titi mengemukakan hal itu ketika menyinggung soal desain kelembagaan penyelenggara pemilu ke depan, mengingat masa jabatan anggota KPU/Bawaslu di 110 kabupaten kota akan berakhir dalam kurun waktu Januari—Maret 2024.

“Ini masa-masa krusial pelaksanaan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara Pemilu 2024 yang dijadwalkan pada 14 Februari," ujar Titi yang juga anggota Dewan Pembina Perludem, di Semarang, Minggu (30/1/2022).

Titi mengemukakan bahwa desain kelembagaan penyelenggara pemilu saat ini memang tidak sejalan dengan desain keserentakan pemilu dan pilkada yang jadwal pelaksanaannya pada tahun yang sama.

Salah satu latar belakang permanenisasi penyelenggara pemilu di daerah, kata Titi, dilatari pertimbangan bahwa ada agenda pemilu dan pilkada yang dalam 5 tahun akan terselenggara pada waktu yang berbeda. Dengan demikian, KPU/Bawaslu di daerah akan selalu aktif bekerja menyelenggarakan aktivitas kepemiluan selama masa tugasnya.

Oleh karena itu, dia memandang pembuat undang-undang perlu menyinkronkan dua hal ini, yaitu bagaimana agar desain kelembagaan penyelenggara pemilu kompatibel dengan desain keserentakan pemilu.

Kalau model keserentakannya berupa pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal seperti yang Perludem usulkan, menurut dia, penyelenggara pemilu di daerah yang permanen dengan masa jabatan 5 tahun seperti saat ini adalah sudah tepat.

Menyinggung kembali soal masa jabatan keanggotaan KPU/Bawaslu yang akan berakhir berdekatan dengan hari pemungutan suara Pemilu 2024, Titi memandang perlu perpanjangan masa jabatan keanggotaan KPU/Bawaslu daerah sampai tuntas tahapan Pilkada 2024. Hal ini sebagai langkah afirmasi menuju keserentakan seleksi.

Setelah Pilkada 2024, lanjut Titi, perlu ada seleksi serentak KPU/Bawaslu daerah pada 2027 untuk masa jabatan yang akan berakhir setelah seluruh tahapan Pilkada 2029 berakhir.

“Makanya, untuk memastikan keserentakan akhir masa jabatan anggota KPU/Bawaslu, mau tidak mau harus ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Pemilu atau revisi terbatas," tutur Titi yang pernah menjabat sebagai Direktur Eksekutif Perludem.

Ketika menyinggung masih ada kesempatan pemerintah dan DPR RI merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, menurut Titi, melihat gelagatnya pembuat undang-undang enggan melakukan perubahan terbatas.

Ia menduga pembuat undang-undang khawatir melakukan revisi terbatas terhadap UU Pemilu karena ada peluang menyentuh pasal-pasal krusial terkait dengan variabel sistem pemilihan.

“Dengan demikian, Perpu Pemilu paling memungkinkan,” ucap Titi.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Editor: Abdul Aziz