tirto.id - Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura membawa peluang kelancaran bagi ikhtiar pemberantasan korupsi di tanah air. Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai upaya perampasan aset terpidana korupsi di Singapura akan menjadi lebih mudah.
Data dari persidangan dan dokumen yang berhubungan dengan perkara, Kejagung mengetahui beberapa tersangka korupsi memiliki aset di Singapura. Mereka akan berkoordinasi dengan pemerintah Singapura untuk menindaklanjuti temuan ini.
“Termasuk yang sudah kami koordinasikan di dalam penanganan perkara Asabri, Jiwasraya, yang sudah kami koordinasikan dengan Singapura,” ujar Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi (Uheksi) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Andi Herman di Jakarta, Rabu (27/1/2022).
Kejagung juga sedang merekapitulasi daftar pencarian orang yang kabur ke Singapura.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ekstradisi tersebut sebagai “tonggak langkah maju pemberantasan korupsi.” Mereka merasa kerja penangkapan dan pemulangan tersangka akan menjadi lebih mudah.
Selama ini KPK menilai Singapura sebagai “surga” bagi koruptor. Banyak tersangka yang melarikan diri ke sana dan sukar ditangkap. Semisal, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. KPK telah menetapkan pasangan suami-istri tersebut sebagai tersangka korupsi BLBI pada Juni 2019; dengan kerugian negara Rp4,58 triliun. Mereka tidak pernah tertangkap sampai KPK menerbitkan SP3 kasus mereka pada 1 April 2021.
Mantan bos Lippo Group, Eddy Sindoro yang menjadi tersangka korupsi pemberian suap kasus kepada panitera sekretaris PN Jakarta Pusat pada 2016. Sempat kabur ke beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Singapura, sebelum akhirnya menyerahkan diri ke KPK pada Oktober 2018.
Djoko Tjandra buron kasus hak tagih Bank Bali selama 11 tahun. Ia sempat terdeteksi berada di Singapura dan Malaysia. Pada 2020, jejak Djoko mulai terendus setelah ia berupaya masuk ke Indonesia untuk mengajukan PK ke PN Jakarta Selatan. Kini, Djoko telah ditangkap dan diadili. Secara total, dia divonis 9 tahun penjara dalam 4 kasus.
Gayus Tambunan, sang mafia pajak, juga sempat melarikan diri ke Singapura pada 2010. Kini, ia sudah divonis untuk empat kasus pajak.
Selain itu, KPK juga melihat peluang untuk mengoptimalisasikan pemulihan aset untuk negara.
“Tidak dipungkiri bahwa aset pelaku korupsi tidak hanya berada di dalam negeri. Tapi juga tersebar di berbagai negara lainnya. Dengan optimalisasi perampasan aset, kita memberikan sumbangsih terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)” ujar Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam keterangan tertulis, Kamis (27/1/2022).
Kendati demikian, perjanjian ekstradisi ini belum bisa segera beroperasi. Sebab mesti melalui proses ratifikasi atau pengesahan oleh DPR.
Ketua DPR RI, Puan Maharani mengapresiasi perjanjian tersebut. Serta mampu mencegah dan memberantas tindak pidana, baik korupsi, pencucian uang, suap, dan lainnya: narkotika, terorisme.
“Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura menjadi jawaban atas upaya yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia sejak tahun 1998. Semoga kesepakatan ini dapat memperkuat komitmen penegakan hukum di Indonesia,” ujar Puan dalam keterangan tertulis, Kamis (27/1/2022).
Jangan Hanya di Atas Kertas
Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura juga mendapat sambutan positif dari kelompok masyarakat. Meskipun mereka masih meragukan penerapannya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) meragu aparat penegak hukum mampu mengoptimalisasi perampasan aset tersangka korupsi di Singapura. Mengingat cara kerja mereka yang masih cenderung hanya “follow the person” bukan “follow the money.”
Para APH tidak memaksimalkan instrumen hukum yang memiliki semangat perampasan aset. Semisal Pasal 18 ayat (1) UU Tipikor dengan pidana tambahan uang pengganti atau menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Itu akan jadi tantangan sendiri. Jangankan yang di luar yurisdiksi Indonesia. Masalah perampasan aset koruptor yang ada di dalam negeri saja, kadang masih susah,” ujar peneliti ICW, Lalola Easter Kaban kepada reporter Tirto, Kamis (27/1/2022).
Sementara Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tak ingin terlena dengan perjanjian di atas kertas tersebut. Ia meminta pemerintah segera menangkap dan membawa pulang buron korupsi di Singapura ke Indonesia setidaknya tahun ini.
“Ke depan juga pasti banyak hal yang bisa dikomunikasikan, dikerjasamakan, termasuk (kasus) narkoba, jadi extraordinary crime itu akhirnya membutuhkan ini. Dan saya minta Singapura ada kemauan baik memberikan satu dua orang untuk dipulangkan ke Indonesia dari buron-buron yang ada,” ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam keterangan, Kamis kemarin.
Perjanjian Ekstradisi RI – Singapura Berlaku Surut
Menkumham Yasonna H Laoly telah menandatangani perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan Singapura guna mencegah praktik korupsi lintas batas negara.
“Perjanjian ini bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika dan terorisme," kata Menkumham Yasonna H Laoly melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa lalu.
Yasonna mengatakan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkan) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
“Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," kata Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut.
Jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian ekstradisi tersebut di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz