tirto.id - Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto mengatakan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura hingga saat ini belum dapat diimplementasikan. Sebab, belum ada peraturan pelaksana atau turunan dari perjanjian tersebut.
"Kemarin kami [sudah] menanyakan apakah sudah bisa beroperasi dengan namanya ekstradisi. Ternyata memang belum ada peraturan pelaksanaannya," kata Karyoto dalam keterangan persnya, Selasa (20/9/2022).
Terkait peraturan turunan tersebut, KPK menyebut pihaknya telah menanyakan kepada pihak Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Kementerian Luar Negeri. KPK berharap peraturan turunan dari perjanjian tersebut dapat segera dibentuk.
"Kami sudah menanyakan dari salah satu PJKAKI yang dari Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) itu paham tentang bagaimana kerja sama antarnegara. Mudah-mudahan peraturan turunannya segara dibikin oleh kedua belah pihak,” tutur Karyoto.
Karyoto menyebut pihaknya bakal mengunjungi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura dalam waktu dekat. Ia mengatakan pertemuan tersebut akan membahas perjanjian ekstradisi hingga proses pencarian buronan KPK.
"Dalam minggu ini pimpinan KPK akan berangkat ke CPIB, nah ini juga menjadi bahan pembahasan nanti hal-hal yang terkait dengan Singapura, baik beberapa orang yang kita cari," ujarnya.
Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura ditandatangani di Bintan, Kepulauan Riau, pada 25 Januari 2022. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Melalui perjanjian ini, kedua negara idealnya dapat mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme melalui mekanisme penyerahan orang yang dianggap melakukan kriminalitas.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto