tirto.id - Dosen hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai sulitnya memulangkan WNI di Singapura yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) merupakan dampak dari belum diratifikasinya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
Menurut Fickar kerja sama hukum antara Kejaksaan Singapura menjadi hal mendesak yang harus segera dilakukan. Pasalnya, kata Fickar, Singapura kerap dijadikan tempat pelarian bagi orang Indonesia yang bermasalah secara hukum.
“Singapura itu surga bagi para pengemplang pajak, juga kota perlindungan bagi koruptor Indonesia,” ujar Fickar saat dihubungi, Rabu (20/7/2022) dilansir dari Antara.
Kejagung saat ini sedang menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi penyerobotan lahan kawasan hutan hingga 37.095 hektar di Riau. Perkara ini menyeret PT Duta Palma Group yang diduga membuat negara mengalami kerugian.
Kejagung menemui kendala karena pemilik perusahaan tersebut, yakni Surya Darmadi masuk dalam DPO pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tak diketahui keberadaannya.
Menurut Fickar kerja sama hukum secara bilateral antara Jaksa Agung RI ST Burhanuddin dengan Kejaksaan Singapura bisa dilakukan untuk membahas ratifikasi perjanjian ekstradisi.
“Jaksa Agung ST Burhanuddin bisa melakukan kerja sama hukum dengan Kejaksaan Singapura secara bilateral,” kata Fickar.
Kejaksaan Agung diketahui berencana melakukan jemput paksa Surya Darmadi. Surya Darmadi hingga kini masih berstatus saksi. Namun, efek lebih dari tiga kali tak memenuhi panggilan, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Mida Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akan melakukan jemput paksa.
“Kita upayakan jemput paksa, karena kami tak juga menerima respons dari yang bersangkutan yang berada di Singapura,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Supardi.