Menuju konten utama

KPK Tetap Bisa Tangani Korupsi & Terima LHKPN Petinggi BUMN

Ketua KPK juga menyatakan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian negara.

KPK Tetap Bisa Tangani Korupsi & Terima LHKPN Petinggi BUMN
Ketua KPK Setyo Budiyanto berpidato saat peluncuran Indeks Integritas Pendidikan 2024 dan penandatanganan komitmen bersama penyelenggaraan pendidikan antikorupsi di Jakarta, Kamis (24/4/2025). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/YU

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tetap bisa menangani kasus korupsi di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini berkaitan dengan berubahnya status para petinggi BUMN yang bukan lagi penyelenggara negara sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyebut bahwa Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025 yang menyatakan bahwa Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara kontradiktif dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

"Ketentuan tersebut kontradiktif dengan ruang lingkup Penyelenggara Negara yang diatur dalam Pasal 1 Angka 1, Pasal 2 Angka 7 beserta penjelasannya dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)," kata Setyo dalam keterangan tertulis, Rabu (7/5/2025).

Setyo menjelaskan bahwa UU Nomor 28 Tahun 1999 merupakan hukum administrasi khusus berkaitan dengan pengaturan penyelenggara negara yang bertujuan untuk mengurangi praktik KKN.

"Maka sangat beralasan jika dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi berkenaan dengan ketentuan penyelenggara negara, KPK berpedoman pada UU Nomor 28 Tahun 1999," ujarnya.

Terlebih, kata Setyo, penjelasan Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025 telah merumuskan ketentuan yang berbunyi “Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.”

Setyo menyatakan, atas ketentuan tersebut, status penyelenggara negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN. Oleh karena itu, KPK menyimpulkan bahwa petinggi di BUMN merupakan penyelenggara negara.

Dengan begitu, jajaran direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN tetap wajib untuk melapor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan penerimaan gratifikasi ke KPK.

Setyo juga menyatakan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian negara. Pasalnya pada Pasal 4B UU Nomor 1 Tahun 2025 yang menyebutkan bahwa kerugian BUMN bukanlah kerugian negara dan Pasal 4 Ayat 5 yang berkaitan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

Setyo menyebut bahwa dengan mengacu pada Putusan MK Nomor 48/PUU-XI/2013 dan Nomor 62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan Putusan MK Nomor 59/PUU-XVI/2018 dan Nomor 26/PUU-XIX/ 2021, polemik soal kekayaan negara yang dipisahkan telah berakhir.

Dalam putusan tersebut, konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN yang merupakan derivasi penguasaan negara. Sehingga, segala pengaturan di bawah UUD tidak boleh menyimpang dari tafsir konstitusi MK.

Oleh karena itu, Setyo menegaskan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana (TPK) kepada direksi, komisaris, dan pengawas BUMN.

Kata Setyo, kerugian BUMN bisa disebut sebagai kerugian negara apabila terjadi karena perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, atau penyimpangan atas prinsip business judgment rule (BJR) pada Pasal 3Y dan 9F UU Nomor 1 Tahun 2025.

"Misalnya diakibatkan adanya fraud, suap, tidak dilakukan dengan iktikad baik, terdapat konflik kepentingan, dan lalai mencegah timbulnya keuangan negara, yang dilakukan oleh direksi, komisaris, pengawas BUMN," ucapnya.

Setyo pun menegaskan bahwa KPK berpandangan tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh petinggi BUMN.

"Karena, dalam konteks hukum pidana, status mereka tetap sebagai penyelenggara negara dan kerugian yang terjadi di BUMN merupakan kerugian negara, sepanjang terdapat perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan atas prinsip business judgment rule (BJR). Hal ini juga sejalan berdasarkan Pasal 11 Ayat 1 Huruf a dan b UU 19/2019 tentang KPK serta Putusan MK Nomor 62/PUU-XVII/2019," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait DIREKSI BUMN atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Flash News
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi