tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan kepada Wali Kota Bima, Muhammad Lutfi, mulai hari ini (5/10/2023). Penahanan dilakukan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi Pemerintah Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Ketua KPK, Firli Bahuri, menyatakan bahwa penahanan kepada Muhammad Lutfi dilakukan selama 20 hari ke depan, sejak hari ini hingga 24 Oktober 2023.
"Kami menetapkan MLI Wali Kota Bima sebagai tersangka dan penahanan pertama pada tersangka MLI selama 20 hari pertama, mulai 5 Oktober sampai 24 Oktober 2023 yang penahanannya dilakukan di Rutan KPK," ujar Firli dalam konferensi pers, Kamis (5/10/2023).
Dijelaskan Firli, kasus ini berawal saat Muhammad Lutfi menjabat sebagai Wali Kota Bima pada 2018/2023 bersama dengan salah satu keluarga intinya mulai mengondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan oleh Pemerintah Kota Bima.
Tahap awal pengondisiannya dengan meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima.
Kemudian, Muhammad Lutfi memerintahkan beberapa pejabat di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk menyusun berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar. Saat itu proses penyusunannya dilakukan di rumah dinas jabatannya.
Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk Tahun Anggaran 2019-2020, kata Firli, mencapai puluhan miliar rupiah. Lalu, Muhammad Lutfi secara sepihak langsung menentukan para kontraktor yang bersedia untuk dimenangkan dalam pekerjaan proyek-proyek dimaksud.
"Proses lelang tetap berjalan akan tetapi hanya sebagai formalitas semata dan faktualnya para pemenang lelang tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan," ucap Firli.
Disebutkan Firli, proyek-proyek yang dimenangkan secara melawan hukum itu terdiri dari pelebaran jalan Nungga Toloweri dan pengadaan listrik dan PJU perumahan Oi'Foo. Dari dua proyek itu, setoran kepada Muhammad Lutfi diberikan secara transfer kepada rekening bank atas nama orang terdekatnya.
"MLI menerima setoran uang dari para kontraktor yang dimenangkan senilai Rp8,6 miliar," tutur Firli.
Firli mengungkapkan, dalam kasus ini tersangka Muhammad Lutfi juga menerima gratifikasi berupa uang. Penyidik pun masih mendalami kasus ini dan memastikan menjerat pihak-pihak yang terlibat.
Atas perbuatannya, Muhammad Lutfi dijerat Pasal 12 huruf (i) dan atau Pasal 12B Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Maya Saputri