tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi merespon kritik penasihat hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail tentang penetapan tersangka pengusaha Sjamsul Nursalim (SJN) dan istri Sjamsul, Itjih Nursalim (ITN).
Menurut KPK, sebaiknya bantahan yang dilontarkan Maqdir bila menjadi penasihat hukum Sjamsul sebaiknya disampaikan dalam pemeriksaan KPK.
"Jika pihak SJN dan ITN ingin membela diri dalam perkara ini, akan lebih baik hadir memenuhi panggilan KPK atau kami menyarankan agar SJN dan ITN menyerahkan diri ke KPK karena saat ini status mereka sudah sebagai tersangka dalam penyidikan perkara korupsi yang dilakukan KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Selasa (11/6/2019).
Febri menuturkan KPK menghargai sikap Sjamsul dan Itjih bila mau kooperatif dalam proses penyidikan.
Lembaga antirasuah pun menyebut sudah memberikan ruang bagi Sjamsul dan istri untuk menyampaikan keberatan terhadap proses yang dilakukan KPK.
KPK sudah mengundang kedua tersangka sebanyak tiga kali selama 2019. Dua kali pada Oktober dan satu kali pada Desember. Namun hal tersebut tidak pernah digunakan selama penyelidikan.
"Selain itu, kami pandang, tidak terdapat hal baru dari penjelasan yang disampaikan oleh Maqdir Ismail yang menyatakan sebagai kuasa hukum SJN tersebut. Sebab, dalil yang disampaikan sudah diuji dalam perkara terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung yang juga terjerat dalam kasus korupsi SKL BLBI seperti masalah MSAA telah closing sejak tahun 1999 dan Debat Penggunaan Audit BPK Tahun 2002," kata Febri.
Menurut dia, KPK memandang akan lebih baik kuasa hukum SJN dan ITN membantu menghadirkan para tersangka untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut agar para tersangka juga dapat memberikan keterangan sesuai dengan data dan apa yang diketahui.
Sebelumnya, pengacara pengusaha Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail mempermasalahkan penetapan tersangka terhadap kliennya, Sjamsul dan istri, Itjih Nursalim.
Sebab, Sjamsul selaku pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) telah menandatangani perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA atau Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham-PKPS) atas seluruh kewajiban BLBI yang diterima BDNI dan sudah menerima surat release and discharge dari pemerintah sejak 1999.
KPK menetapkan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP. Keduanya merugikan negara hingga Rp4,58 triliun.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali