tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga duit hasil korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengalir ke banyak pihak.
Aliran dan itu terungkap dalam pemeriksaan seorang saksi karyawan swasta bernama Gede Putra Adnyana. Penyidik KPK mengonfirmasi saksi soal aliran uang ke teman-teman dekat tersangka Christa Handayani Pangaribowo (CHP).
“Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan aliran uang dari tersangka Christa Handayani Pangaribowo (CHP) ke beberapa pihak terdekatnya yang sumbernya dari pencairan dana tukin fiktif di Kementerian ESDM,” kata Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui keterangannya, Rabu (23/8/2023).
Dalam perkara ini, KPK telah menahan sembilan tersangka kasus dugaan korupsi tukin di Kementerian ESDM tahun anggaran 2020-2022.
Mereka adalah Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar/Sub-Bagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso (PAG), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio (NHS), dan staf PPK Lernhard Febian Sirait (LFS).
Selanjutnya, Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo (CHP), PPK Haryat Prasetyo (HP), Operator SPM Beni Arianto (BA), Penguji Tagihan Hendi (H), Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) Rokhmat Annashikhah (RA), dan Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine (MFV).
Kasus tersebut berawal ketika Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tukin dengan total sebesar Rp221 miliar pada 2020 hingga 2022.
Selama periode tersebut, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral Kementerian ESDM, yakni tersangka LFS dan kawan-kawan yang berjumlah 10 orang, diduga telah memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tidak sesuai ketentuan.
Proses pengajuan anggarannya diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung, serta melakukan sejumlah manipulasi, seperti pengondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif.
Tersangka PAG juga meminta kepada LFS agar “dana diolah untuk kita-kita dan aman", kemudian menyisipkan nominal tertentu kepada 10 orang secara acak dan pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan.
Akibat manipulasi tersebut, jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan naik dari Rp1,3 miliar menjadi Rp29 miliar.
Selisih pembayaran sebesar Rp27 miliar tersebut diduga diterima dan dinikmati oleh para tersangka dan diduga digunakan untuk pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp1,035 miliar, dana taktis untuk operasional kegiatan kantor, keperluan pribadi seperti kerja sama umroh, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mes atlet, kendaraan, serta logam mulia.
Akibat penyimpangan tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp27,6 miliar.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Gilang Ramadhan