tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan tiga anggota DPRD Jambi, Kamis (14/2/2019). Selain itu, mereka juga memeriksa sejumlah pihak swasta dalam kasus pengesahan RAPBD Jambi 2017/2018.
"Hari ini diagendakan pemeriksaan terhadap 7 orang saksi di Polda Jambi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Kamis (14/2/2019).
Febri menerangkan, ketiga anggota DPRD Jambi yang diperiksa adalah H. Ismet Kahar (anggota Fraksi Golkar DPRD Jambi), Tartiniah (anggota DPRD Jambi periode 2014 – 2019), dan Parlagutan Nasution (anggota DPRD Jambi). Pargalutan sebelumnya telah dipanggil kemarin, Rabu (13/2/2019).
Sementara itu, dari pihak swasta, KPK mengagendakan pemeriksaan Ali Tonang alias Ahui (Direktur PT Chalik Suleiman Bersaudara), Norman Robert (karyawan swasta) dan Apif Firmansyah (wiraswasta). Dari ketiga saksi, Apif merupakan orang dekat mantan Gubernur Jambi Zumi Zola. Apif diduga sebagai pengumpul fee proyek dari sejumlah rekanan hingga kemudian uang tersebut diserahkan pada Zumi Zola.
Febri mengatakan, KPK sudah memeriksa 25 orang saksi untuk melengkapi berkas para tersangka dalam kasus korupsi uang ketok palu di Provinsi Jambi. KPK pun terus menelusuri dugaan aliran dana pada sejumlah pihak di Jambi terkait dg pengesahan RAPBD Jambi 2017/2018. Oleh karena itu, KPK mengimbau para saksi berbicara benar dan kooperatif dalam penyidikan.
"Sebagaimana diatur di KUHAP, kami ingatkan juga para saksi agar bicara benar dalam pemeriksaan. Karena ada risiko hukum jika keterangan yang disampaikan di penyidikan atau pun persidangan adalah keterangan palsu," kata Febri.
Pemeriksaan kali ini berkaitan penetapan tersangka sebanyak 13 orang terkait suap terkait penetapan APBD Jambi tahun anggaran 2017 dan 2018. Dua belas orang di antaranya anggota DPRD Jambi sebagai tersangka.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan perkara tersebut ke penyidikan dengan 13 orang sebagai tersangka, yang terdiri unsur pimpinan DPRD, pimpinan fraksi, anggota
DPRD dan swasta," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (28/12/2018).
13 orang tersebut antara lain :
Unsur Pimpinan DPRD Provinsi Jambi
1. Cornelis Buston Ketua DPRD
2. AR. Syahbandar Wakil Ketua DPRD
3. Chumaidi Zaidi Wakil Ketua DPRD
Pimpinan Fraksi
4. Sufardi Nurzain Fraksi Golkar
5, CekmanFraksi Restorasi Nurani
6. Tadjudin Hasan Fraksi PKB
7. Parlagutan Nasution Fraksi PPP
8. Muhammadiyah Fraksi Gerindra
Pimpinan Komisi
9. Zainal Abidin Ketua Komisi IlI
Anggota DPRD Provinsi Jambi
10. Elhelwi Anggota DPRD
11. Gusrizal Anggota DPRD
12. Effendi Hatta Anggota DPRD
Swasta
13. Jeo Fandy Yoesman Alias ASIANG swasta
Agus menjelaskan, para pimpinan DPRD berperan meminta uang "ketok palu", menagih kesiapan uang "ketok palu", melakukan pertemuan untuk membicarakan uang ketok palu, dan meminta jatah proyek serta menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp 600 juta untuk masing-masing pimpinan.
Sementara para pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi.
Selain itu, mereka pun membahas dan menagih uang "ketok palu"; menerima uang untuk jatah fraksi sekitar Rp400 juta hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi. Tak hanya itu, para pimpinan komisi dan pimpinan fraksi juga menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100 juta, Rp140 juta, atau Rp200 juta.
Sementara para anggota DPRD Jambi diduga mempertanyakan apakah ada uang "ketok palu", dan mengikuti pembahasan di fraksi masing-masing, serta menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp200 juta per orang.
Total untuk penetapan APBD Jambi 2017 terdapat uang ketok palu sebesar Rp12,94 miliar. Sementara untuk penetapan APBD Jambi 2018 terdapat uang ketok palu sebesar Rp3,4 miliar.
"Total dugaan pemberian suap "ketok palu" untuk pengesahan RAPBD TA 2017 dan 2018 adalah Rp16,34 miliar," kata Agus.
Sementara itu, Jeo Fandy Yusman disebut memberi pinjaman sebesar Rp5 miliar kepada seorang staf Zumi Zola yang bernama Arfan. Sebagian uang itu kemudian digunakan untuk uang ketok palu penetapan APBD 2018.
Lebih lanjut, uang Rp5 miliar itu dianggap sebagai fee proyek di lingkungan Pemprov Jambi.
Atas perbuatannya, keduabelas anggota DPRD tersebut disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri