tirto.id - Komite Penghabisan Bensin Bertimbal (KPBB) mengusulkan cukai karbon (CO2) kendaraan bermotor untuk dijadikan sumber pendapatan negara, menggantikan kebijakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.
Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, mengatakan negara akan mendapatkan pendapatan negara lebih besar dari cukai karbon tersebut dibandingkan menaikkan PPN menjadi 12 persen.
“(Negara) akan memperoleh tambahan penerimaan Rp92 triliun per tahun. Sementara pertambahan dari kenaikan 1 persen (PPN) adalah Rp67 triliun per tahun,” kata Ahmad kepada Tirto melalui aplikasi perpesanan, Jumat (3/1/2025).
Ahmad menilai angka tersebut datang dari potensi cukai kendaraan bermotor tersebut. Ia mandang cukai karbon merupakan cara cerdas untuk meningkatkan pendapatan negara, sekaligus menjalankan amanat PP Nomor 16 Tahun 2016 tentang Ratifikasi Paris Agreement. Oleh karena itu, Indonesia akan berkontribusi memitigasi emisi GRK pada 2030 sebesar 29 hingga 41 persen sehingga mempercepat target pemerintah untuk menuju Net Zero Emission pada 2060.
Ahmad memandang kebijakan tarif PPN merupakan cara lama untuk mendorong pendapatan negara yang berdampak negatif pada daya beli, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
“PPN adalah cara usang mendongkrak pendapatan negara dengan beban pada masyarakat,” tutur Ahmad.
Menurut Ahmad, pengenaan cukai sesuai level emisi karbon pada kendaraan akan menciptakan keseimbangan baru. Pasalnya, kendaraan berkarbon tinggi akan dikenakan penalti yang lebih tinggi berupa cukai tersebut.
Alhasil, harga kendaraan berkarbon tinggi akan lebih mahal. Sebaliknya, untuk kendaraan berkarbon lebih rendah akan dikenakan cukai yang lebih rendah.
“Bahkan kendaraan yang level karbonnya memenuhi baku mutu akan mendapatkan reward berupa transfer tunai yang bersumber dari sebagian cukai karbon yang terkumpul tanpa membebani APBN. Dengan demikian harga jual kendaraan berkarbon rendah (seperti kendaraan listrik) akan menjadi lebih murah,” jelas Ahmad.
Ahmad mengatakan penetrasi pasar kendaraan rendah karbon akan meningkat berkat adanya pergeseran preferensi konsumen mobil yang berorientasi pada kendaraan rendah karbon. Sebab, pertimbangan harga yang lebih murah.
Ia mengatakan konsumen atau pembeli mobil dapat memilih kendaraan rendah karbon sebagai opsi jika tidak mau terbebani oleh harga mobil yang mahal.
“Dengan demikian, cukai karbon adalah sumber pendapatan negara yang tak berdampak negatif, justru menjadi trigger pelaksanaan amanat UU dalam mitigasi emisi GRK terutama CO2 dari kendaraan bermotor,” tutup Ahmad.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama