Menuju konten utama

KPAI: Anak Harus Dilindungi Dari Pengaruh Terorisme

KPAI mengingatkan pentingnya melindungi anak-anak dari paham radikalisme dan terorisme. Perlindungan itu wajib diberikan mengingat anak-anak termasuk kelompok yang rentan terhadap penyebaran paham radikalisme dan terorisme tersebut.

KPAI: Anak Harus Dilindungi Dari Pengaruh Terorisme
Ilustrasi. Cuplikan video anak-anak Indonesia yang sedang dilatih ISIS. foto/www.youtube.com

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengimbau agar anak dilindungi dari pengaruh paham radikalisme dan terorisme. Perlindungan tersebut bisa melalui kurikulum pendidikan maupun sosialisasi pemahaman ancaman paham radikalisme dan terorisme pada orang tua.

Pernyataan tersebut ditegaskan Wakil Ketua KPAI Maria Advianti, di Jakarta, Jumat (3/6/2016). “Harus ada perlindungan khusus melalui edukasi (pendidikan) soal ideologi dan nilai nasionalisme,” kata dia.

Bentuk perlindungan itu, lanjut dia, bisa macam-macam, baik melalui kurikulum pelajaran sekolah mulai usia dini ataupun sosialisasi pemahaman ancaman paham radikalisme dan terorisme kepada orang tua.

"Tidak perlu kurikulum khusus dalam melakukan pencegahan terhadap radikalisme karena bisa diintegrasikan dengan mata pelajaran budi pekerti, agama, atau yang terkait," katanya.

Menurut dia perlindungan itu wajib diberikan mengingat anak-anak termasuk kelompok yang rentan terhadap penyebaran paham radikalisme dan terorisme. “Anak yang telah menjadi korban indoktrinasi radikalisme memerlukan rehabilitasi untuk mengoreksi nilai-nilai ideologi terorisme yang telah diserapnya selama masa inkubasi,” kata dia.

Sementara itu, guru besar Ilmu Tasawuf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Usman Ismail mengatakan, pencegahan radikalisme merupakan hal mendasar dan harus dilakukan sejak dini.

Menurut dia, akar pencegahan radikalisme sebenarnya dimulai dari keluarga dan kemudian sekolah. Ada beberapa strategi untuk mencegah paham radikal di kalangan anak dan pelajar. “Pertama, tercantum atau ada pelajaran khusus pendidikan antikekerasan. Kedua, masuk dalam semua pelajaran, agama, sejarah, IPS, dan lain lain,” kata Asep.

Ketiga, menciptakan lingkungan yang bebas dari tindakan kekerasan di sekolah. Menurut dia, guru-guru hendaknya menciptakan suasana belajar mengajar yang bisa membawa pelajar berdialog bahkan mengajukan protes dengan santun. Dengan demikian, benih yang bisa menumbuhkan radikalisme bisa dibuang sejak di sekolah.

Baca juga artikel terkait SOSIAL BUDAYA

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz