tirto.id - Kopilot Wings Air berinisial NAS (29) ditemukan meninggal dunia di kamar indekosnya, Kalideres, Jakarta Barat, Senin (18/11/2019). Berdasarkan informasi yang didapat polisi dari saksi mata, leher NAS luka. Dia diduga bunuh diri.
Tak jauh dari jasad NAS, polisi menemukan secarik kertas berisi surat pemecatan dari Direktur Operasi Wings Air. Dalam surat tersebut NAS juga diberi penalti/denda sebesar Rp7 miliar.
Diduga keduanya saling terkait. Sebagaimana dikatakan psikolog Dewi Haroen, tekanan pekerjaan adalah satu dari sekian banyak faktor seseorang memutuskan bunuh diri.
“Enggak punya teman bicara untuk membagi masalah memperbesar kemungkinan itu dan membuat jiwa rentan,” kata Dewi kepada reporter Tirto, Kamis (21/11/2019).
Tak punya teman bicara akan lebih banyak dialami orang-orang yang tinggal di “lingkungan perkotaan,” tambah Dewi. Orang-orang kota cenderung “lebih individualis.”
Managing Director induk perusahaan Wing Air, Lion Air Group, Daniel Putut, membenarkan perusahaan memberikan penalti untuk NAS. Hal ini ia nyatakan dalam rapat bersama anggota DPR RI Komisi V, di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Penalti diberikan karena NAS dianggap bertindak indisipliner--melanggar kewajiban dalam kontrak kerja yang telah disepakati. Pemutusan kontrak dan penalti merupakan akumulasi dari hukuman yang diberikan Lion kepada NAS. NAS juga disebut telah dipanggil enam kali, tapi tak juga datang.
“Sudah melalui prosedur yang benar: tiga kali pemanggilan tak hadir, kemudian dikasih kesempatan lagi tiga kali, tak hadir. Akhirnya tiga kali kemudian diambil kebijakan pemutusan hubungan kerja itu,” ujar Daniel.
Daniel mengatakan, saat NAS meninggal, statusnya bukan lagi karyawan Lion Air Group.
Angka Rp7 miliar disebut setara dengan nilai masa kontrak NAS selama “18 tahun”. “Selama 18 tahun diharapkan karyawan tersebut akan bekerja di dalam perusahaan kami,” tutur Daniel.
“Tersurat dalam kontrak yang sudah disepakati kedua belah pihak,” tegasnya.
Melanggar UU Ketenagakerjaan
Pengamat industri penerbangan Alvin Lie menjelaskan perusahaan penerbangan umumnya mengeluarkan biaya yang besar untuk melatih para pilot agar mereka memperoleh sertifikat terbang untuk berbagai jenis pesawat yang dimiliki maskapai.
Hal ini yang pada akhirnya membuat maskapai menerapkan ikatan dinas kepada para pilot. Mereka tidak ingin setelah dilatih, sang pilot pindah ke maskapai lain hanya karena, misalnya, tawaran gaji yang lebih tinggi.
Masalahnya, kata Alvin, dalam kasus ini denda yang diberikan terlalu besar. Biaya yang dikeluarkan maskapai untuk melatih satu pilot biasanya tak lebih dari Rp500 juta, katanya.
“Tapi kenapa penaltinya sampai sebesar itu? Rp7 miliar.”
Selain nominal denda yang dianggap berlebihan, dia juga menyoroti perkara kontrak kerja 18 tahun yang mengikat NAS. Daniel Putut mengatakan sistem kerja kontrak memang berlaku “sebelum pilot diterima menjadi karyawan.”
Bagi Alvin, ini jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun,” katanya, mengacu pada Pasal 59 ayat (4) UU 13/2003 (PDF).
NAS semestinya diangkat jadi pekerja tetap karena PKWT semestinya terbatas pada “jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.” Dengan kata lain, bukan bisnis inti perusahaan.
“Nah itu 18 tahun ikatan dinasnya, tapi statusnya masih PKWT. Ini kan aneh dan melanggar hukum,” tutur Alvin.
Sebelum kasus NAS, beberapa pilot lain pernah mengaku kalau mereka tidak pernah diangkat jadi pegawai tetap. Mario Hasiholan, salah satu pilot yang 2016 lalu pernah protes ke manajemen dengan cara mogok bersama kawan yang lain, mengatakan klausul kontrak diberikan perusahaan usai pendidikan.
“Jadi jelas kontrak ini adalah jeratan. Kenapa kami tandatangani? Karena pada saat kami lulus SMA, diterima di sekolah penerbangan, kami tidak pernah mendapat pemahaman UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” katanya, mengutip Kompas.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tak mau berkomentar terlalu jauh soal hubungan industrial antara Lion Air Group dengan para karyawannya karena dia mengaku itu bukan kewenangannya.
“Saya pikir itu ketenagakerjaan, kita kembalikan ke ketenagakerjaan perusahaan,” tandasnya.
==========
Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Widia Primastika