tirto.id - "Mazhab saya sebenarnya kompetisi."
Pernyataan tersebut terucap dari Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, ketika mengawali pemaparan visi dan misinya sebagai formatur tunggal ketua umum Golkar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).
Dalam pemaparan tersebut, Bahlil bercerita tentang upaya menjadi pengurus DPP Partai Golkar. Pada tahun 2010, Bahlil berupaya menjadi pengurus DPP Partai Golkar lewat Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI). Akan tetapi, upaya tersebut kandas. Ia pun bergeser menjadi Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dan masuk ke pemerintahan Jokowi-Maruf Amin. Setelah masuk pemerintahan, Bahlil pun mengejar karir di partai yang berdiri di era orde baru itu.
Apa yang disampaikan Bahlil ini kontras dengan situasi Munas XI Partai Golkar yang digelar pada 20 dan 21 Agustus 2024. Mantan Ketua HIPMI itu tidak ada saingan dalam merebut kursi Ketua Umum Partai Golkar. Proses pemilihan pun lancar, tak ada adu argumen hingga interupsi. DPD I dan DPD II Golkar, sebagai pemilik hak suara, langsung mendukung kepada Bahlil Lahadalia untuk menjadi ketua umum partai berlogo pohon beringin itu.
Keputusan Munas XI yang menetapkan Bahlil secara aklamasi menjadi ketua Umum Partai Golkar, layaknya sekadar formalitas. Sehari sebelum terpilih, Steering Committee (SC) Rapimnas dan Munas XI Partai Golkar hanya meloloskan Bahlil Lahadalia sebagai kandidat Calon Ketua Umum Partai Golkar meski ada dua kandidat, yakni Bahlil Lahadalia dan Ridwan Hisjam.
SC Rapimnas dan Munas Partai Golkar menetapkan bahwa Ridwan Hisjam gagal maju sebagai caketum pada Munas XI Partai Golkar karena berkas Ridwan tidak memenuhi syarat sementara Bahlil memenuhi syarat.
"Apakah seluruh hadirin setuju untuk kita tetapkan Bapak Bahlil Lahadalia menjadi Ketua Umum Partai Golkar 2024-2029," kata Ketua Pimpinan Sidang Munas Ke-XI Partai Golkar, Adies Kadir.
"Setuju," jawab seluruh peserta Munas-XI Partai Golkar.
Ketum Terpilih Dekat dengan Kekuasaan
Bahlil menyinggung sejumlah mantan Ketua Umum Partai Golkar yang terpilih karena dekat dengan presiden dan penguasa dalam pidatonya. Pria kelahiran 7 Agustus 1976 ini mengatakan, Akbar Tanjung pada 2004 menjadi Ketua Umum Partai Golkar karena mampu membalikan kondisi pemerintah yang terpuruk setelah reformasi.
Tahta beringin kemudian berpindah ke Jusuf Kalla saat Munas di Bali pada 2004. Menurut Bahlil, Jusuf Kalla menang kala itu karena dekat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kala itu, Jusuf Kalla menjabat sebagai wakil presiden.
"Pak JK menang pun karena ada kedekatan dengan pemerintah. Beliau adalah Wakil Presiden, SBY adalah presidennya. Begitu tejadi selesai, muncul Pak Aburizal Bakrie, fight dengan Pak Surya Paloh," kata Bahlil.
Pertarungan Surya Paloh dan Aburizal Bakrie kala itu cukup kompetitif karena dua-duanya sama-sama mengantongi bekingan penguasa. Surya Paloh mendapat dukungan dari JK sementara Aburizal Bakrie dekat dengan SBY. Sayangnya, JK baru mengakhiri masa jabatannya sebagai wakil presiden, sehingga tak memiliki kekuatan di pemerintahan. Di sisi lain, Ical, sapaan Aburizal, berhasil menjadi Ketua Umum Partai Golkar di era kedua Presiden SBY.
"Setelah Pak Ical selesai, muncul Pak Setya Novanto lewat Munaslub. Itu posisinya Pak Setnov sebagai ketua DPR dekat dengan Jokowi. Alhamdulillah juga menang," kata Bahlil.
Kursi kepemimpinan Partai Golkar kemudian berlanjut ke Airlangga Hartarto. Airlangga memiliki kedekatan dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Konon, kedekatan muncul saat Airlangga menjabat sebagai Menteri Perindustrian. Setelah 7 tahun menjadi pemimpin tertinggi Partai Golkar, Airlangga memutuskan mundur pada Sabtu (10/8/2024) malam.
Bahlil bingung dinilai salah karena mendapat dukungan pemerintah saat ikut munas. Ia menanyakan kesalahan niat maju ketua umum partai dengan dukungan pemerintah.
"Apa yang membuat seperti itu? Apakah karena memang saya adalah kader dari ufuk timur, yang bukan anak siapa-siapa di Jakarta ini. Apakah memang pengurus DPD 1 Golkar se-Indonesia nggak boleh mencalonkan diri jadi calon Ketum Golkar?" kata Bahlil.
Klaim Karakter Kompetisi
Bahli berkata dirinya memiliki karakter kompetisi sejak di HIPMI dan APMI. Ia mengeklaim saat proses pendaftaran calon ketua umum Golkar tak meminta kompetitornya mundur dari bursa pencalonan.
"Cek saja, saya boleh dicek nggak pernah saya meminta untuk teman atau siapa kompetitor yang saya suruh mundur, enggak ada," kata Bahlil.
Bahlil mengaku kebetulan bisa lolos secara tunggal sebagai ketua umum partai dari hasil verifikasi oleh SC. Hanya Bahlil yang mengantongi dukungan DPD I dan DPD II Golkar, sebagai salah satu syarat pendaftaran.
"Yang daftar dua bukan enggak ada, ada tapi yang, karena syaratnya itu, kan, selain menjabat lima tahun kepengurusan DPP atau ketentuannya kan yg memiliki 30 persen dari DPD I dan DPD II jumlah suara," tutur Bahlil.
Di sisi lain, pria kelahiran Banda, Maluku Tengah ini menepis anggapan dirinya maju sebagai ketua umum Golkar hingga terpilih karena intervensi Istana. Ia mengklaim lebih senang berkompetisi daripada menang secara aklamasi.
"Saya juga lebih senang sebenarnya kompetisi, tapi kalau nggak ada ya mau apa lagi. Ini juga bagian dari demokrasi, bukan berarti saya terpilih secara aklamasi itu kemudian tidak demokrasi, demokrasi juga ini," kata Bahlil.
Bahlil juga tak merayu DPD I dan DPD II agar mendapat dukungan penuh dirinya menjadi ketua umum Golkar. "Masa saya menteri nelpon mau cari suara dibilang intervensi dari atasan saya, kan, nggak ada urusan," tukas Bahlil.
Kekuatan Besar Bahlil Bikin Kader Lain Minder
Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, berpendapat Bahlil terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum Partai Golkar karena memiliki kekuatan besar yang membuat kader lain jadi takut untuk maju. Kekuatan itu, kata dia, berasal dari internal Golkar sendiri, bahkan dari Istana Negara.
"Tentu Bahlil mempunyaI kekuatan politik besar yang kemudian kader-kader lain tidak percaya diri untuk maju sebagai ketua umum. Terlepas dari kekuatan itu berasal dari internal atau eksternal," kata Imam saat dihubungi Tirto, Rabu (21/8/2024) sore.
Ia mengatakan, Bahlil merupakan anak buah Presiden Jokowi, sehingga wajar menang secara aklamasi sebagai ketua umum Golkar. Ia mengatakan, langkah Jokowi berkarir di Partai Golkar akan lebih mulus dengan Bahlil sebagai Ketum Golkar. Sebelumnya, Jokowi disebut-sebut akan menjadi ketua dewan pembina partai berlogo pohon beringin itu di era kepemimpinan Bahlil.
"Ketika Jokowi ingin menjadi ketua dewan Pembina saya kira tinggal selangkah lagi tau bisa jadi memasangkan anaknya, Mas Gibran," turut Imam.
Golkar membantah asumsi publik bahwa Presiden Jokowi berniat menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar. Politikus Partai Golkar, Ali Mochtar Ngabalin, mengklaim justru keinginan Jokowi menjadi Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar atas keinginan arus bawah.
"Di forum ini juga, ya, sekarang aspirasi sedang terus berkembang, dari daerah-daerah yang ada di forum Munas ini meminta kesediaan Bapak Jokowi menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar untuk 2024-2029," kata Ngabalin di JCC, Senayan, Jakarta, Selasa malam.
Sementara itu, Ketua Sidang Munas XI Golkar, Adies Kadir, hingga Bahlil membantah pernyataan Ngabalin. "Tidak ada usulan Jokowi jadi Ketua Dewan Pembina," kata Adies dalam konferensi pers di JCC Senayan, Jakarta, Selasa.
Sementara itu, Bahlil tidak hanya membantah, tetapi juga menyampaikan belum ada rencana Presiden Jokowi hendak menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar. "Nggak ada sampai urusan Pak Presiden Jokowi mau jadi [Ketua] Dewan Pembina, sampai dengan hari ini enggak ada," kata Bahlil.
Intervensi Kekuasaan
Analis Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Kunto Adi Wibowo, menilai pemilihan Bahlil sebagai Ketua Umum Partai Golkar tidak bisa lepas dari intervensi kekuasaan. Ia memandang, Airlangga Hartarto, yang merupakan mantan Ketua Golkar, adalah salah satu korban dari intervensi tersebut.
"Golkar ini, kan, salah satu korbannya ya Pak Airlangga itu sendiri gitu. Nah, jelas ini adalah bentuk intervensi kekuasaan yang menurut saya sudah pada level yang vulgar dan agak menjijikkan," kata Kunto kepada Tirto, Rabu (21/8/2024).
Kunto menganggap wajar jika Bahlil yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan dapat terpilih secara aklamasi. Ia pun mewanti-wanti bila kekuasaan terus mengintervensi partai politik, demokrasi akan terkubur.
"Siap-siap saja mengubur demokrasi karena partai-partainya pasti akan di take over semua kalau seperti ini," tutur Kunto.
Kunto mengatakan, dukungan istana kepada Bahlil sudah terlihat sebelum Airlangga mundur. Bahlil telah melakukan safari-safari ke senior-senior Golkar, salah satunya ke mantan Ketum Partai Golkar, Jusuf Kalla.
"Gerakan-gerakannya Pak Bahlil terutama di belakangnya ada Istana itu," tukas Kunto.
Senada, Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai pemilihan ketum Golkar kali ini tak seperti sebelum-sebelumnya. Biasanya, kata dia, pemilihan ketum Golkar penuh gejolak, persaingan sengit, agresif dan huru-hara.
"Kali ini sunyi, senyap, dan tak ada gemuruh," kata Adi kepada Tirto, Rabu.
Adi melihat fenomena pemilihan ketum Golkar kali ini menandakan Bahlil sebagai calon ketua umum memiliki kekuatan luar biasa karena dinilai sangat dekat bahkan disokong kekuasaan. "Internal Golkar semuanya tegak lurus tak ada resistensi apapun. Entah apa yang terjadi," tutur Adi.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Andrian Pratama Taher