Menuju konten utama

Komplikasi Pilkada Makassar: Sudah Panas Sebelum Penetapan Calon

Pilkada Kota Makassar 2018 penuh drama, mulai dari jegal-menjegal hingga pelarangan jurnalis meliput proses rekapitulasi suara.

Komplikasi Pilkada Makassar: Sudah Panas Sebelum Penetapan Calon
Direktur eksekutif Lembaga Survei Celebes Research Center (CRC) Herman Heizer memaparkan hasil penghitungan cepat Pilkada Makassar di hotel Four Poin by Sheraton di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (27/6/2018) malam. ANTARA FOTO/Darwin Fatir.

tirto.id - “Saya tetap akan pergi ke TPS di dekat rumah untuk memilih. Saya tetap akan memilih kotak kosong dan mudah-mudahan Makassar kembali menggelar pilkada selanjutnya di tahun 2020.”

Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto atau akrab disapa Danny Pomanto menyampaikan pernyataan tersebut saat disinggung wartawan soal rencananya mencoblos di Pilwalkot (Pilkada) Makassar 2018. Danny memilih mencoblos kotak kosong lantaran dirinya gagal menjadi calon dalam pemilihan wali kota karena terganjal putusan Mahkamah Agung (MA).

Pernyataan Danny yang akan memilih kotak kosong akhirnya jadi gambaran faktual dari banyaknya pemilih atau warga Makassar yang menggunakan hak suaranya. Dalam hasil hitung cepat yang dilakukan KPU Makassar, misalnya, kolom kosong dalam surat suara unggul sementara.

Dalam rekapitulasi formulir model C1 yang diterbitkan di laman infopemilu.kpu.go.id yang diakses Tirto pada Jumat (29/6/2018) pukul 11.09 WIB(saat ini tidak bisa diakses), perolehan kolom kosong mencapai 236.785 suara atau 52,50 persen, sementara pasangan Munafri Arifuddin-A Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) memperoleh 214.219 suara dengan persentase 47,50 persen. Ada pun total data yang masuk sebanyak 80,41 persen.

Saat penghitungan suara masih berlangsung, muncul kabar yang menyebut terjadi pengubahan hasil suara pemilih. Sempat beredar sebuah foto di sejumlah grup aplikasi pesan WhatsApp yang memperlihatkan adanya pengubahan hasil rekapitulasi di TPS 06 Kelurahan Bontoduri, Kecamatan Tamalate dan laman KPU.

Foto tersebut memperlihatkan pasangan Appi-Cicu hanya memperoleh 94 suara kalah dari kolom kosong sebanyak 138 suara disertai dengan tanda tangan petugas KPPS. Sementara foto lainnya memperlihatkan hasil rekapitulasi yang sudah diunggah ke situs KPU dengan pasangan Appi-Cicu memeroleh 238 suara dan 1 suara untuk kolom kosong.

Setelah foto beredar, muncul pelarangan bagi jurnalis untuk meliput proses rekapitulasi yang dilakukan KPU. Dua insiden ini membuat kisruh. Panwaslu Kota Makassar kemudian memeriksa Ketua KPU Kota Makassar Syarif Amin untuk mengali keterangan soal dugaan kecurangan dan kebenaran foto tersebut.

“Iya tadi pagi [Sabtu] diperiksa,” kata Komisioner Panwaslu Kota Makassar, Nur Mutmainnah kepada Tirto, Sabtu (30/6/2018).

Nur Mutmainnah enggan menjelaskan lebih jauh soal hasil pemeriksaan Panwaslu terhadap Syarif. Ia meminta Tirto untuk menghubungi Maulana, staf Humas Panwaslu Makassar. “Kalau mau jelasnya mungkin bisa langsung menghubungi staf humas kami yang juga divisi hukum yang menangani klarifikasinya,” kata perempuan yang biasa disapa Inna ini.

Kepada Tirto, Maulana, staf Humas Panwaslu Makassar irit berkomentar. Ia membenarkan pihaknya sedang mendalami masalah foto dan pelarangan jurnalis meliput hasil rekapitulasi. “Kami telah lakukan pemeriksaan. Saat ini kami masih lakukan pendalaman intensif, mulai dari inventarisir bukti-bukti hingga saksi,” katanya singkat, Sabtu sore.

Sementara itu, Ketua KPU Kota Makassar, Syarief Amir belum merespons pesan singkat yang dikirim Tirto kepadanya, hingga berita ini dibuat.

Komisioner KPU Pusat, Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, larangan terhadap wartawan itu berasal dari aparat keamanan yang bertugas menjaga jalannya rekapitulasi hasil Pilkada Kota Makassar. KPU disebutnya memang meminta bantuan pengamanan selama rekapitulasi berlangsung.

"Dalam setiap rekapitulasi secara berjenjang, KPU meminta pengamanan dari aparat keamanan. Nah, bagaimana menterjemahkan soal pengamanan itu sepenuhnya wewenang Polri: berapa personel, di mana penempatan, seketat apa, dan lain-lain,” kata Pramono dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (30/6/2018).

Pramono berkata, KPU selalu mengedepankan transparansi dalam menyelenggarakan pilkada atau pemilu. Namun, ia mengakui Pilkada Kota Makassar memang memiliki komplikasi tersendiri yang berdampak pada timbulnya sejumlah larangan terhadap jurnalis dari aparat keamanan.

“Mohon didoakan agar KPU bisa mengendalikan sepenuhnya proses rekapitulasi di Kota Makassar untuk menjaga kemurnian suara pemilih," kata Pramono.

Tensi Naik dari Awal

Sebelum kisruh foto dugaan pengubahan hasil beredar dan pelarangan jurnalis meliput rekapitulasi suara, Pilwalkot Makassar 2018 memang sudah bergeliat. Hal ini bermula saat Danny Pomanto yang merupakan petahana kembali mencalonkan diri menjadi calon Wali Kota Makassar.

Ia sempat hendak maju melawan kolom kosong, tapi peta politik berubah setelah Partai Golkar mengusung Munafri Arifuddin (Appi), CEO PSM Makassar sekaligus keponakan menantu Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dukungan terhadap Appi ini kian bertambah menjadi 10 parpol, seperti Nasdem, PKS, PAN, PPP, PDIP, Hanura, PBB, Gerindra, dan PKPI. Ia kemudian menggandeng Andi Rachmatika Dewi untuk maju.

Selepas itu, Danny tak punya dukungan. Situasi ini tak membuat Danny urung maju. Ia memilih jalur independen dan mengajak Indira Mulyasari Paramastuti untuk menjadi calon wakilnya. “Insyaallah kami maju meski jalur independen,” kata Danny, seperti dikutip merdeka.com, pada 29 November 2017.

Danny menambahkan “kondisinya sangat rawan jika melalui jalur parpol, akan dibegal di tengah jalan, begitu skenarionya, saya pilih jalur independen walaupun sebenarnya itu bukan pilihan saya.”

Majunya Danny lewat jalur independen membuat Pilwalkot Makassar panas sebelum waktunya. Menjelang penetapan calon oleh KPU, Danny kudu berhadapan dengan dua kasus sekaligus. Ia pun bolak-balik Mapolda Sulawesi Selatan buat menjalani pemeriksaan. Polisi kemudian menyatakan Danny tak terlibat dua kasus yang sedang disidik yakni dugaan korupsi UMKM dan pengadaan pohon ketapang.

Selepas kasus ini, tensi politik belum mereda karena Appi-Cicu menggugat KPU Makassar ke Panwaslu Kota Makassar dan PTUN Makassar lantaran KPU dianggap salah meloloskan Danny. Tim hukum Appi-Cicu menuding Danny menyalahgunakan wewenang sebagai petahana yang berpotensi menguntungkannya.

Panwaslu Makassar menolak gugatan Appi-Cicu, tapi tidak demikian dengan proses di PTUN Makassar. Majelis hakim mengabulkan gugatan dan memerintahkan KPU Makassar membatalkan penetapan Danny-Indira.

KPU Makassar kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi ditolak. KPU pun harus membatalkan pencalonan Danny. Namun, Danny tak diam. Ia melawan dengan menggugat KPU Makassar ke Panwaslu Makassar. Gugatan itu kemudian dimenangkan Danny, tapi kemenangan itu tak diindahkan KPU Makassar yang tetap bersikukuh menggelar pilkada dengan satu pasangan calon.

Selain itu, KPU Kota Makassar juga mengajak Panwaslu untuk bisa bersinergi dengan suasana hati yang baru dengan menyukseskan pemilihan kepala daerah serentak khususnya di Makassar. “Saya rasa polemik yang kemarin-kemarin itu tidak sampai terbawa terus. Ayolah, ini demi kelancaran pilkada dan terciptanya kondusivitas di Makassar,” kata anggota KPU Makassar, Rahma Saiyed, seperti dikutip Antara, 29 Mei 2018.

Ia mengungkapkan, polemik yang terjadi sebelumnya itu sudah harus diselesaikan, apalagi dengan tidak dijalankannya putusan dari Panwaslu karena dinilainya bertentangan dengan norma hukum, khususnya putusan tertinggi dari Mahkamah Agung.

Rahma mengatakan, diabaikannya putusan Panwaslu Makassar yang meminta agar pasangan Moh Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) ditetapkan kembali sebagai salah satu pasangan calon Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Tahun 2018, sangat sulit dilakukannya. Dengan demikian, maka Pilkada Kota Makassar 2018 hanya diikuti satu pasang calon.

Terlepas dari polemik yang berkepanjangan tersebut, KPU Kota Makassar harus transparan dalam proses rekapitulasi hasil Pilkada Makassar yang berdasarkan hitungan cepat lembaga survei Celebes Research Center (CRC) dan formulir model C1 yang diunggah di laman KPU, kotak kosong unggul.

Baca juga artikel terkait PILWAKOT MAKASSAR 2018 atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Politik
Reporter: Mufti Sholih
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Abdul Aziz