Menuju konten utama

Komnas HAM Sebut PT Freeport Tak Punya Legalitas Tanah Adat

Natalius mengatakan bahwa pertemuan dengan Menteri Jonan untuk menyampaikan hasil pemantauan Komnas HAM selama 2015-2017 guna membuktikan tidak adanya transaksi jual-beli dari PT Freeport Indonesia atas tanah yang dimiliki masyarakat suku Amungme.

Komnas HAM Sebut PT Freeport Tak Punya Legalitas Tanah Adat
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) melakukan aksi di depan gedung DPRD Sumatera Utara, di Medan, Selasa (7/3). Mereka meminta pemerintah untuk menasionalisasi PT Freeport Indonesia. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi.

tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengadakan pertemuan dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.

Dalam pertemuan itu, Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan bahwa PT Freeport Indonesia tidak memiliki legalitas atas pembelian tanah masyarakat adat suku Amungme, Provinsi Papua yang menjadi lokasi operasional perusahaan.

"Kami panggil dari pemilik sumber bahannya langsung, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Agraria, Freeport. Kami minta Freeport tunjukkan bukti dan mereka tidak bisa tunjukkan. Agraria mengatakan tidak punya info. Berarti, mereka [Freeport] tidak ada legalitas," kata Natalius di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Natalius juga mengatakan bahwa pertemuan dengan Menteri Jonan untuk menyampaikan hasil pemantauan Komnas HAM selama 2015-2017 guna membuktikan tidak adanya transaksi jual-beli dari PT Freeport Indonesia atas tanah yang dimiliki masyarakat suku Amungme.

Natalius mengatakan, ada sekitar delapan suku yang terkena dampak operasi Freeport, namun yang paling terkena dampak besar ada dua suku yakni suku Amungme sebagai pemilik lahan dan suku Kamoro yang berada di pesisirnya.

"Dari sisi hak milik, itu wilayah suku Amungme. Itu wilayah hukum adat namun suku Kamoro jadi perhatian serius karena terdampak langsung di sekitar itu," kata dia dikutip dari Antara.

Ia menjelaskan, Komnas HAM juga mendesak Freeport untuk memberikan kompensasi berupa uang atau pembagian saham terhadap dua suku tersebut karena telah terjadi penguasaan dan perampasan hak masyarakat secara sewenang oleh PT Freeport Indonesia.

Selain itu, Komnas HAM juga meminta Kementerian ESDM menindaklanjuti penguasaan lahan ini dengan melibatkan masyarakat adat dalam perundingan antara pemerintah dengan Freeport baik dengan skema Kontrak Karya (KK) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Apakah nanti perundingan antara Freeport dan pemerintah berhasil kemudian usahanya dilanjutkan atau terhenti, bagi kami bukan jadi kekhawatiran. Bagi kami, kalau dilanjutkan bagaimana posisi masyarakat, kalau terhenti bagaimana tanggung jawab akibat opersi yang menyebabkan berbagai kekurangan," ungkap dia.

Pertemuan antara Komnas HAM dan Kementerian ESDM itu juga turut dihadiri Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Aryono.

Baca juga artikel terkait FREEPORT atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto