Menuju konten utama

Kisah Pengungsi Banjir DKI: Minta Sumbangan hingga Tidur di Kampus

Banjir melanda DKI dalam dua hari terakhir. BNPB catat 6.532 orang mengungsi, tersebar di banyak titik. Di antara mereka ada yang harus mengemis, lainnya pasrah menunggu bantuan.

Kisah Pengungsi Banjir DKI: Minta Sumbangan hingga Tidur di Kampus
Warga mengevakuasi barang saat terjadi banjir di Cililitan, Jakarta, Selasa (6/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Raffi berdiri menyodorkan kardus bekas kepada pengendara yang melewati Jalan Raya Kalibata. Raffi adalah salah satu korban banjir di Cililitan Kecil, Jakarta Timur.

"Buat beli makanan, buat mama dan adek. Kan kasihan kalau gak makan," kata Raffi.

Raffi tak sendiri, banyak anak korban banjir lain yang meminta sumbangan di tengah padatnya kendaraan yang melintas di Jalan Raya Kalibata. Ia melakukan itu karena bantuan bagi korban banjir, yang sedianya diberikan pemerintah, tak kunjung datang. Katanya, selain untuk urusan dapur keluarganya sendiri, sumbangan juga akan dipakai pengungsi yang lain.

Senin (05/02) lalu, Kali Ciliwung yang melintas di Cililitan Kecil tidak lagi mampu menampung air kiriman dari Bogor. Air meluap menyebabkan banjir setinggi 2 hingga 3 meter. Warga tidak menyangka banjir kali ini akan sangat tinggi meski mereka telah bersiap.

Hamzah, Ketua RT 09/05, tidak bisa tidur sejak mendengar kabar kalau ketinggian air di Katulampa telah memasuki level Siaga 1. Ia sama dengan warga lain, terkejut dengan ketinggian banjir kali ini. Ia mengira ketinggian air hanya akan mencapai paha orang dewasa, tapi ternyata tidak.

"Biasanya sudah ada rencana kalau [tinggi] banjir sekian simpan barang [cukup] di atas perabotan. Banyak yang kejebak, banyak yang barangnya cuma dinaikkan ke atas lemari," katanya. "Salah prediksi," lanjutnya. Banyak perabot warga terendam, bahkan hanyut terbawa arus.

Luapan air Kali Ciliwung mulai memasuki permukiman warga di Cililitan Kecil sejak Senin pagi, kira-kira pukul 09.00. Ketinggian air meningkat dengan cepat.

Keluarga yang terdampak terpaksa mengungsi ke empat titik pengungsian di sekitar Cililitan Kecil. Hamzah dan yang lain mengungsi di Sekolah Tinggi Ilmu Fisioterapi Binawan. Mereka berkumpul di salah satu ruangan di lantai dasar gedung yang masih berupa beton kasar. Kasur lantai bertebaran.

Ketika saya datang pada Selasa (6/2) siang, ada warga yang sedang tidur, ada juga anak-anak yang bermain.

Malam sebelumnya warga tidur di lantai 4 gedung, tapi pagi harinya mereka diminta pindah ke bawah karena ada aktivitas perkuliahan.

Hingga siang kemarin mereka baru dapat bantuan berupa nasi bungkus. Itu pun tidak semua dapat. Akhirnya sejumlah warga beli makan dengan uang sendiri, salah satunya Sri.

"Belum ada. Dari tadi pagi juga gak dapat nasi, barusan nih saya beli nasi," kata Sri

Sambil menggendong anaknya yang baru berusia enam bulan, Gibran, Sri mengatakan saat ini salah satu kebutuhan mendesak mereka adalah kebutuhan bayi seperti "susu, minyak kayu putih, pamper, dan makanan-makanan kecil [seperti] biskuit."

Datang Terlambat

Hari sudah pukul empat sore ketika Dinas Sosial DKI Jakarta datang membawa bantuan. Paket bantuan di antaranya berisi nasi kotak, susu untuk anak-anak, pakaian, dan roti manis. Warga yang sebelumnya harus memenuhi kebutuhan secara swadaya langsung menyerbu. Sempat terjadi keributan.

"Kita di sini sama-sama korban! Harus satu rasa! Jangan makan sendiri," Kepala Bidang Perlindungan Sosial Dinas Sosial DKI Jakarta Tarmijo Damanik berseru. Warga jadi lebih tertib setelah itu.

Tarmijo mengakui kalau memang bantuan mereka datang terlambat. Katanya, terlalu banyak titik pengungsian yang harus diperhatikan, sementara jumlah petugas terbatas.

"Warga juga sudah memaklumi [bantuan datang terlambat]," katanya.

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino