Menuju konten utama

Ketentuan dan Tata Cara Shalat bagi Orang yang Sakit

Shalat lima waktu adalah ibadah wajib yang mesti didirikan dalam kondisi apa pun. Lantas, bagaimana ketentuan dan tata cara shalat bagi orang sedang sakit?

Ketentuan dan Tata Cara Shalat bagi Orang yang Sakit
Ilustrasi Salat. foto/Istockophoto

tirto.id - Ibadah shalat 5 waktu merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Meskipun sedang sakit, shalat tak boleh ditinggalkan. Karena itu, ada prosedur yang mengatur keringanan atau rukhsah bagi yang sedang berkesulitan. Lantas, bagaimana ketentuan dan tata cara shalat bagi orang sakit dalam Islam?

Ketika dalam kondisi sakit, salat 5 waktu dapat dikerjakan sesuai kemampuan muslim bersangkutan. Ibadah salat lima waktu ini tak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun, selama orang bersangkutan masih berakal dan tidak hilang kesadaran (misalnya karena pingsan atau koma).

Karena itu, meskipun sakit parah sampai tak bisa berdiri atau duduk, salat wajib mesti tetap dikerjakan, meskipun dalam kondisi berbaring.

Salat dalam kondisi sakit tersebut merupakan rukhsah adalah keringanan bagi umat Islam. Rukhsah adalah bentuk kasih sayang Allah SWT atas hamba-hamba-Nya karena Dia tak pernah membebankan kewajiban di luar batas kemampuan manusia.

Hal itu tergambar dalam firmannya dalam surah Al-Baqarah ayat 286: “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai batas kemampuannya," (QS. Al-Baqarah [2]: 286).

Tata Cara Sholat Duduk Bagi Orang Sakit Sesuai Ajaran Islam

Tata cara salat bagi orang sakit dalam kondisi duduk, berbaring, atau memberi isyarat sebenarnya tidak banyak berbeda dari salat pada umumnya. Hanya saja, orang yang melakukannya dalam kondisi yang sesuai kemampuannya.

Dalam hal ini, salat duduk idealnya dilakukan dengan cara duduk iftirasyi atau seperti duduk di antara dua sujud atau duduk tahiyat akhir.

Jika masih tidak mampu, salat duduk juga dapat dikerjakan di kursi biasa atau kursi roda.

Rincian langkah-langkah salat duduk adalah sebagai berikut:

1. Posisi salat menghadap kiblat dengan cara duduk iftirasy. Bersila maupun dengan kaki diselonjorkan. Jika tidak mampu, dapat duduk di kursi biasa, kursi sofa, atau kursi roda.

2. Membaca niat salat seperti biasa, yang kemudian dilanjutkan membaca doa iftitah dan Al-Fatihah beserta dengan surat pendek.

3. Saat posisi rukuk, tundukkan kepala seperti sedang rukuk. Meskipun tidak sempurna, namun usahakan melakukan sebisanya tanpa memaksakan atau menyakiti bagian tubuh yang sakit.

4. Selanjutnya, pada posisi sujud, tundukkan kepala disertai membungkukkan badan sebagai pengganti sujud. Berikan isyarat seakan-akan sedang bersujud.

5. Ulangi tata cara demikian di setiap rakaat.

6. Terakhir, pada saat salam, lakukan seperti salat pada umumnya dengan mengucap salam, serta menoleh ke kanan terlebih dahulu kemudian ke arah kiri.

Tata Cara Sholat Berbaring Bagi Orang Sakit Sesuai Ajaran Islam

Berkaitan dengan salat dalam posisi berbaring, hal itu disampaikan oleh Imran bin Husain RA ketika ia bertanya pada Nabi Muhammad SAW:

"Aku menderita penyakit wasir, lalu aku bertanya tentang salat [dalam kondisi sakit] kepada Nabi SAW, kemudian beliau menjawab: ‘Salatlah dengan berdiri, bila tidak mampu maka dengan duduk, dan bila tidak mampu maka dengan tidur miring [berbaring],’” (H.R. Bukhari).

Lantas, keadaan sakit seperti apa yang dapat menjadikan seseorang salat berbaring? Dilansir NU Online, ketika seseorang menderita sakit sehingga mengalami masyaqqah sayyidah (kesulitan yang sangat).

Maksudnya, jika ia mengalami sakit sampai-sampai apabila berdiri atau duduk, ia merasa nyeri atau tidak tahan. Jika diteruskan duduk atau berdiri, kondisi itu dapat menghilangkan kekhusyukan salat. Dalam keadaan demikian, seseorang dapat salat dalam kondisi berbaring.

Terkait ketentuan salat berbaring, hal itu juga tergambar dalam hadis Jabir RA, ia berkata:

“Suatu ketika, Rasulullah SAW menjenguk orang yang sedang sakit. Ternyata Rasulullah melihat ia sedang salat di atas bantal. Kemudian Nabi mengambil bantal tersebut dan menjauhkannya. Ternyata orang tersebut lalu mengambil kayu dan salat di atas kayu tersebut.

Selanjutnya, Nabi mengambil kayu tersebut dan menjauhkannya. Lalu Nabi bersabda: 'Salatlah di atas tanah jika kamu mampu, jika tidak mampu maka salatlah dengan ima' [isyarat kepala]. Jadikan kepalamu ketika posisi sujud lebih rendah dari rukukmu'," (H.R. Al Baihaqi).

Salat berbaring bagi orang sakit terdiri atas 2 macam, yaitu dengan berbaring menyamping atau berbaring telentang.

Berdasarkan hadis di atas, salat dengan berbaring menyamping lebih utama daripada telentang.

Dalam hal ini, orang yang sakit mencoba berbaring menyamping terlebih dahulu, jika tak kuat, barulah berbaring telentang.

Pertama, terkait tata cara salat dalam kondisi berbaring menyamping, ketentuannya adalah sebagai berikut:

  • Orang bersangkutan berbaring menyamping ke arah kanan menghadap kiblat.
  • Apabila tidak mampu menyamping ke kanan, ia dapat menyamping ke kiri, namun tetap ke arah kiblat. Akan tetapi, jika tidak mampu menghadap kiblat pun tak apa-apa dan jangan dipaksakan.
  • Cara bertakbir dan bersedekap ketika salat berbaring persis sama ketika salat dalam keadaan berdiri. Tangan diangkat sejajar dengan telinga atau bahu. Selanjutnya, tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
  • Cara rukuk pada salat berbaring adalah dengan menundukkan kepala sedikit. Pada saat bersamaan, kedua tangan diluruskan ke lutut.
  • Cara sujudnya adalah dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
  • Selanjutnya, cara tasyahud adalah dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat.

Kedua, tata cara salat berbaring telentang, ketentuannya adalah sebagai berikut:

  • Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Jika memungkinkan, kepala diangkat sedikit dengan ganjalan, misalnya dengan bantal atau semisalnya sehingga wajah juga menghadap kiblat. Apabila mampu menghadap menghadap kiblat pun tidak apa-apa dan jangan dipaksakan.
  • Cara bertakbir dan bersedekap ketika salat berbaring persis sama ketika salat dalam keadaan berdiri. Tangan diangkat sejajar dengan telinga atau bahu. Selanjutnya, tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
  • Cara rukuk pada salat berbaring adalah dengan menundukkan kepala sedikit. Pada saat bersamaan, kedua tangan diluruskan ke lutut.
  • Cara sujudnya adalah dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
  • Selanjutnya, cara tasyahud adalah dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat.
  • Sisa gerakan salat lainnya tidak berbeda dengan cara salat ketika sedang berdiri.

Tata Cara Sholat dengan Isyarat atau Sesuai Kemampuan

Dalam kondisi sakit parah, tak bisa berdiri, duduk, atau berbaring, salat masih bisa dilakukan hanya dengan memberi isyarat, selama orang bersangkutan masih memiliki kesadaran.

Tidak hanya itu, jikapun tak ada yang membantu, tak menghadap kiblat pun, salat tetap sah dikerjakan sesuai kemampuan.

Terkait salat dengan isyarat ini, Rasulullah SAW bersabda:

"Salatlah di atas tanah jika kamu mampu, jika tidak mampu, salatlah dengan isyarat kepala. Jadikan kepalamu ketika posisi sujud lebih rendah dari rukukmu [jika mampu],“ (H.R. Baihaqi).

Menggunakan isyarat untuk salat dapat dilakukan dengan anggota tubuh seperti kepala, tangan, mata, hingga alis.

Jikapun tak bisa, ia dapat mengedipkan mata sedikit ketika rukuk, serta ditambahkan lebih banyak kedipan untuk isyarat sujud, sebagaimana dikutip dari kitab Majmu Fatawa war Rasail Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (15/229).

Baca juga artikel terkait SHALAT BERBARING atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom