tirto.id - Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengungkap penyebab utama PMI manufaktur nasional mengalami kontraksi selama tiga bulan beruntun sejak Juli 2024. Menurutnya, kontraksi tersebut disebabkan Indonesia belum memiliki kebijakan yang bisa membatasi gelontoran produk impor yang masuk.
“Belum ada kebijakan yang tepat untuk menangani permintaan pasar domestik atas produk-produk manufaktur,” tutur Febri di Jakarta, Rabu (02/10/2024).
Febri menjelaskan bahwapemerintah perlu membuat beberapa kebijakan untuk meningkatkan geliat manufaktur nasional. Kementerian Perdagangan (Kemendag), misalnya, perlu merombak beleid kebijakan impor, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor.
“Agar permintaan pasar domestik itu meningkat, maka beberapa kebijakan misalnya kita kencangkan. Permendag Nomor 8/2024 itu minta direvisi supaya permintaan pasar domestik itu bisa naik kembali,” tambah Febri.
Selain itu, dia juga berharap pemerintah di lintas kementerian juga dapat segera mewujudkan wacana pemindahan pelabuhan untuk tujuh komoditas impor dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa. Tujuh komoditas itu antara lain tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki.
“Kami Kementerian Perindustrian sudah berupaya agar Permendag Nomor 8/2024 itu direvisi, terutama lakukan pembatasan impor terhadap HS [harmonized system].Produk jadi itu minta diperketat dan kemudian pelabuhan masuknya juga diperketat,” kata Febri kepada awak media.
Meskipun saat ini telah ada kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Febri mengatakan belum ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait sehingga kedua kebijakan restriksi perdagangan tersebut belum bisa diberlakukan.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah membocorkan besaran BMAD keramik. Namun, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengatur hal ini masih belum diterbitkan.
Lalu, pada 6 Agustus 2024, Kementerian Keuangan juga menekan PMK Nomor 48 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Kain dan PMK Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lantai Lainnya.
Sebelumnya juga diberitakan, berdasarkan survei Purchasing Manager’s Index(PMI) S&P Global, manufaktur indonesia masih dalam zona kontraksi pada September 2024 di level 49,2.
Kinerja manufaktur mulai turun ke bawah ambang batas ekspansi 50 sejak Juli yaitu 49,3. Kontraksi berlanjut di Agustus 2024 jadi 48,9. Dengan demikian, kontraksi PMI manufaktur Indonesia sudah terjadi secara tiga bulan berturut-turut.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fadrik Aziz Firdausi