tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Akhmad Syakhroza, Selasa (1/8/2023). Akhmad dipanggil sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi tukin pegawai Kementerian ESDM.
Dalam pemeriksaan kali ini, KPK mendalami temuan pembayaran tunjangan kinerja fiktif di lingkungan Kementerian ESDM.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pelaksanaan audit internal atas temuan pembayaran dana tukin fiktif di Kementerisan ESDM," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (2/8/2023).
Tidak hanya Akhmad, KPK juga memanggil Bendahara Pengeluaran periode 2020-2021 pada Kementerian ESDM, Abdullah. KPK pun mencecar adanya rancangan manipulasi pencarian dana tukin pegawai Kementerian ESDM.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan rancangan untuk manipulasi pencairan dana tukin," ujar Ali.
Untuk diketahui, KPK menahan sembilan tersangka kasus dugaan korupsi tukin tahun anggaran 2020 hingga 2022 di Kementerian ESDM.
"Untuk kebutuhan penyidikan, KPK kemudian melakukan penahanan terhadap sembilan orang tersangka dengan masa penahanan pertama untuk 20 hari kedepan terhitung sejak tanggal 15 Juni sampai 4 Juli 2023," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Para tersangka tersebut yaitu Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar/Sub-Bagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso (PAG), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio (NHS), dan staf PPK Lernhard Febrian Sirait (LFS).
Selanjutnya, Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo (CHP), PPK Haryat Prasetyo (HP), Operator SPM Beni Arianto (BA), Penguji Tagihan Hendi (H), Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) Rokhmat An Nashihah (RA), dan Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine (MFV).
Sedangkan tersangka Abdullah (A) selaku Bendahara Pengeluaran belum ditahan karena masih harus menjalani pemeriksaan kesehatan. Mengenai hal ini, KPK juga sudah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Firli menjelaskan konstruksi perkara kasus tersebut berawal ketika Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tukin dengan total sebesar Rp221.924.938.176 selama tahun 2020 hingga 2022.
Selama periode tersebut, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral Kementerian ESDM, yakni tersangka LFS dan kawan-kawan yang berjumlah 10 orang, diduga telah memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tidak sesuai ketentuan.
Proses pengajuan anggarannya diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung, serta melakukan sejumlah manipulasi, seperti pengkondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif.
Tersangka PAG juga meminta kepada LFS agar "dana diolah untuk kita-kita dan aman", kemudian "menyisipkan" nominal tertentu kepada 10 orang secara acak dan pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan.
Akibat manipulasi tersebut, jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan naik dari Rp1.399.928.153 menjadi Rp29.003.205.373.
Selisih pembayaran sebesar Rp27.603.277.720 tersebut diduga diterima dan dinikmati oleh para tersangka dan diduga digunakan untuk pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp1,035 miliar, dana taktis untuk operasional kegiatan kantor, keperluan pribadi seperti kerja sama umroh, sumbangan nikah, THR. Kemudian, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mes atlet, kendaraan, serta logam mulia. Akibat penyimpangan tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp27,6 miliar.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Intan Umbari Prihatin