tirto.id - Partai Demokrat belum berhenti dengan manuver elite-elite politiknya. Kali ini Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) melancarkan serangan ke Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan mengangkat persoalan korupsi proyek Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Tak tanggung-tanggung, kawasan Sport Center Hambalang pada Kamis (25/3) pekan lalu sengaja dijadikan tempat konferensi pers oleh kubu KLB Demokrat yang diketuai Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan Jokowi. Mereka sengaja memilih tempat ini sebagai panggung politicking mereka melawan mantan patron, SBY dan keluarganya.
“Peristiwa Hambalang ini menjadi catatan sejarah yang harus kami ungkap. Siapa yang bermasalah?” kata Darmizal, salah seorang inisiator KLB Partai Demokrat, Kamis (25/3/2021).
Max Sopacua, senior Demokrat sekaligus inisiator KLB, menuding nama putra bungsu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, terlibat dalam proyek korupsi Hambalang. Menurut Max, Ibas merupakan “pihak yang belum tersentuh" oleh proses hukum.
“Mas Ibas disebutkan oleh saksi berapa banyak oleh para saksi. Kan belum. Yang masuk penjara kita tahu siapa-siapa makanya kita kembali ke Hambalang,” ujar Max yang hadir di Hambalang, Kamis (25/3) pekan lalu.
Mereka menuding adik AHY ini turut menikmati hasil korupsi, sama seperti mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Anas didakwa menerima uang dari PT Adhi Karya dan Permai Grup sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar Amerika Serikat; divonis 8 tahun penjara tapi dipotong Peninjauan Kembali 2 tahun.
“Tidak disebutkan di media di mana starting point-nya. Bagiannya tidak terlepas, kalau kita menyampaikan, Pak Anas dapat berapa, Ibas dapat berapa, dan yang lain-lain dapat berapa, itu panjang nantinya,” ujar Sopacua.
Proyek kompleks Hambalang berjalan sejak 2003 untuk pusat pelatihan para atlet nasional. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus korupsi proyek mangkrak ini pada 2012.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat korupsi Hambalang merugikan negara Rp706 miliar. Jumlah itu dari hasil audit investigasi pada 2012-2013. Adapun anggaran untuk proyek ini sebesar Rp2,5 triliun pada era Menpora Andi Mallarangeng, politikus Partai Demokrat.
KPK menetapkan Andi Mallarangeng, Choel Mallarangeng, Angelina Sondakh, Deddy Kusdinar, Machfud Suroso, dan Teuku Bagus Muhammad sebagai tersangka.
Nama Ibas memang kerap disebut dalam persidangan, salah satunya oleh mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis dalam persidangan pada Kamis 14 Agustus 2014.
Saat itu Yulianis menyebut ada aliran dana ke Ibas dari Nazaruddin, bendahara Partai Demokrat. Tak hanya Ibas, aliran dana dari Nazaruddin mengalir ke Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng senilai 500.000 dolar AS terkait Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010.
Nama Ibas juga disebut terpidana kasus korupsi Hambalang lain seperti Anas Urbaningrum dan Angelina Sondakh.
Pada 27 Februari 2013, Ibas membantah dan menilai tudingan itu "tidak benar dan tidak berdasar." Ia mengklaim “tidak mengetahui apa pun terkait tudingan tersebut.”
Perlu Bukti & Bukan Cuma Dendam Politik
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra meminta Demokrat Kubu KLB Moeldoko untuk tidak melempar angin dan segera membuktikan ucapan dengan data-data; serta membawa bukti tersebut ke penegak hukum.
“Jangan seperti yang dikatakan pepatah lama, 'tong kosong nyaring bunyinya.' Bunyinya saja besar tapi tak ada isinya. Berhenti mencari sensasi yang tidak penting dan hanya melempar kegaduhan di masyarakat,” ujar Herzaky.
Perwakilan Demokrat Kubu Agus Harimurti Yudhoyono itu mempersilakan para penegak hukum untuk membuka kembali kasus Hambalang untuk memprosesnya secara transparan dan akuntabel.
“Seperti pada era Bapak SBY, jangan ada keraguan dalam mengusut kembali kasus ini jika dirasa memang diperlukan. Jangan tebang-pilih,” ujarnya.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai Demokrat kubu KLB semestinya berbicara dengan bukti dan membawanya ke penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
“Tentu siapa pun dari kubu terjangkit korupsi harus dihukum. Tapi, proses hukum tidak boleh berbasis dendam politik,” ujarnya kepada Tirto, pekan lalu.
Ia memandang pernyataan Demokrat Kubu KLB yang dihempas ke angin hanya akan dianggap upaya menyerang kubu AHY. Selain itu, "KLB sendrii itu tidak sah. Jadi, jangan menggunakan proses penegakan hukum sebagai langkah politik menguasai partai,” ujarnya.
Keberanian KPK untuk mengusut perkara ini bisa menjadi ujian. KPK yang mengusut kasus korupsi proyek Hambalang memang sejak dulu terlihat tak berdaya saat harus memanggil Ibas, meski hanya sebagai saksi untuk mengkonfirmasi pernyataan-pernyataan yang menyudutkannya.
Mulai dari kepemimpinan Abraham Samad hingga Agus Rahardjo, bahkan hingga saat ini Firli Bahuri, KPK tak kunjung memanggil Ibas.
Plt Juru Bicara Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri berdalih lembaganya tidak mau terseret arus drama politik partai. Penanganan hukum di KPK, menurutnya, mutlak sebagai proses hukum berdasarkan alat bukti dan tidak ada kaitan dengan hal-hal di luar penegakan hukum. Begitu pula penetapan tersangka, KPK mendasarkan pada dua bukti permulaan yang cukup.
“KPK tidak akan terpengaruh dengan upaya-upaya tersebut dan akan tetap bekerja pada koridor penegakan hukum,” ujar Ali kepada Tirto, pekan lalu.
Penulis: Alfian Putra Abdi & Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto