tirto.id - UMP Jakarta diprediksi akan mengalami kenaikan pada tahun 2025 mendatang. Hal ini diketahui setelah Penjabat Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Teguh Setyabudi menemui unjuk rasa elemen buruh di depan Balai Kota pada Rabu (6/11/2024).
Teguh menyebut akan mempelajari dengan cermat aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan buruh dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) mengenai kenaikan UMP di Balai Kota, Jakarta.
"Oleh karena itu, kami bersama Dinas Tenaga Kerja,Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) Provinsi DKI Jakarta akan mengkaji lebih lanjut. Terkait upah sektoral, kita pantau dulu sampai putusan MK selesai. Mari kita kawal bersama-sama. Selanjutnya, terkait penekanan struktur skala pengupahan juga akan kita bahas, begitu juga terkait kartu kerja/prakerja akan masuk dalam fokus pembahasan kami," papar Teguh.
Sementara itu, Kepala Disnakertransgi Provinsi DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan dalam menanggapi permintaan dari aspirasi perwakilan butuh tersebut, pihaknya akan segera melakukan pertemuan dengan Dewan Pengupahan.
"Kan dulu alfanya ditentukan dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi, kemarin alfanya juga kan dari 0,1 sampai 0,3. Kalau sekarang indeks alfa menjadi 0,2 sampai 0,8. Jadi otomatis angkanya naik dibandingkan UMP tahun lalu," jelasnya.
"Kita besok akan rapat dengan Dewan Pengupahan untuk menindaklanjuti usulan perwakilan buruh. Semoga hasil yang disepakati menjadi keinginan kita semua agar kesejahteraan buruh tetap diperhatikan," kata Hari.
Berdasarkan tuntutan SPSI, buruh menginginkan kenaikan upah sebesar 8-10 persen untuk UMP 2025. Menilik dari UMP tahun sebelumnya, kenaikan tersebut berkisar mulai dari Rp 405.330 hingga Rp506.738. Kenaikan tersebut dirasa penting, mengingat UMP harus diumumkan paling lambat 21 November mendatang.
Di tempat berbeda, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memberikan sinyal bahwa Upah Minimum Provinsi akan mengalami kenaikan pada 2025 mendatang.
Yassierli menjelaskan bahwa pemerintah akan berfokus membantu pekerja mendapat upah yang layak, sehingga dipastikan UMP 2025 tidak mungkin diturunkan.
"Iya dong (naik), masa ga naik," kata Yassierli ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.
Meski begitu, Yassierli enggan memberikan besaran pasti mengenai kenaikan Upah Minimum tersebut. Ia juga tidak ingin merilis UMP secara terburu-buru dan memastikan aturan yang dikeluarkan bermanfaat bagi buruh maupun dunia usaha.
"Kita mesti harus benar-benar firm bahwa peraturan menteri ini benar-benar bisa memberikan membantu pekerja yang memiliki penghasilan rendah dengan tetap memperhatikan dunia usaha," ujarnya.
Perbedaan UMP dan UMR
Sekadar informasi, UMP atau Upah Minimum Provinsi merupakan upah yang ditetapkan oleh gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi di seluruh wilayah kabupaten/kota dalam provinsi tersebut.
UMP berbeda dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang berlaku di tingkat kabupaten/kota dalam satu provinsi.
UMK memungkinkan kabupaten atau kota menetapkan upah minimum yang lebih tinggi dibandingkan UMP provinsi yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan hidup di daerah tersebut. Dalam beberapa wilayah tertentu, besaran UMK bisa lebih tinggi dari UMP.
Lebih lanjut, istilah UMR merujuk pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999 yang berarti Upah Minimum Regional. Dulu, UMR dijadikan acuan sebagai upah minimum yang dilakukan oleh gubernur.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999 kemudian direvisi lewat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000, sehingga penyebutan UMR secara resmi tidak berlaku dan digantikan dengan istilah menjadi UMP untuk tingkat I dan UMK untuk tingkat II.
Sementara itu, dasar hukum penetapan upah minimum saat ini adalah Surat Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor B-M/243/HI.01.00/XI/2023 tentang Penyampaian lnformasi Tata Cara Penetapan Upah Minimum Tahun 2024.
Penetapan gaji UMK merupakan keputusan bersama antara pemerintah provinsi, pemkot/pemkab, pengusaha, dan perwakilan serikat buruh. Usulan UMK itu kemudian dibahas oleh Dewan Pengupahan, lalu diusulkan para bupati/wali kota, sebelum kemudian disetujui dan disahkan oleh gubernur di masing-masing daerah.
Penulis: Wisnu Amri Hidayat
Editor: Dipna Videlia Putsanra