tirto.id - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyambut baik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait larangan ekspor mineral mentah berupa bijih bauksit. Larangan tersebut akan terhitung efektif mulai Juni 2023.
Ketua Umum Kadin, Arsjad Rasjid mengatakan, kebijakan pelarangan ekspor bijih bauksit akan mendukung industri pengolahan dan pemurnian dalam negeri. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang Minerba terbaru Nomor 3 Tahun 2020.
Dia juga mengatakan larangan ekspor nikel dan bauksit ini bukan semata-mata tanpa alasan, tapi perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah terhadap sumber daya alam (SDA) di Indonesia.
"Kalau kita hanya mengekspor bahan mentah ya kita sebetulnya dirugikan. Itu hak kita sebagai suatu bangsa untuk mempunyai nilai tambah. Jadi memang langkah inidilakukan hasil evaluasi oleh pemerintah atas skema yang sebelumnya dan juga untuk mendorong industrialisasi dalam negeri" ujar Arsjad dikutip dari keterangan tertulis, di Jakarta, Selasa (27/12/2022).
Arsjad menegaskan kebijakan pelarangan ekspor bijih akan semakin terakselerasi jika didukung oleh peta jalan hilirisasi yang jelas. Dia menuturkan bukan sekadar membangun smelter sebanyak-banyaknya tanpa punya arah dan tujuan.
Saat ini, smelter atau pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit terdapat di Sulawesi Tengah-Tenggara, Halmahera Timur-Selatan, Galang Batang Pulau Bintan, dan Kalimantan Barat.
Di sisi lain, pihaknya membeberkan potensi SDA dalam program hilirisasi industri yang digaungkan pemerintah. Arsjad melihat upaya pemerintah dalam hilirisasi industri ini mendorong peningkatan dalam pengolahan SDA lain dalam negeri.
"Ini bukan hanya terbatas di nikel dan bauksit tapi termasuk di timah, tembaga dan khususnya emas juga.
Menurutnya, Indonesia perlu memanfaatkan kekayaan SDA untuk diolah sebaik mungkin dan menghasilkan nilai tambah yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
"Jadi itu yang menjadi dasar kenapa pemerintah mendorong untuk program hilirisasi industri," ujarnya.
Arsjad Rasjid berharap hilirisasi bauksit akan berjalan seperti nikel yang terintegrasi dari hulu ke hilir hingga benar-benar menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Bukan sekadar barang setengah jadi.
Arsjad Rasjid meyakini hilirisasi ini akan dapat mengakselerasi pengolahan bauksit itu sampai menjadi produk aluminium ingot pada 2025. Ini akan memberikan dampak bagi perekonomian nasional melalui hilirisasi bauksit, industri ringan, dan logistik modern yang ramah lingkungan.
“Aluminium ingot sangat diperlukan industri dalam negeri, seperti pelat, billet, scrap, dan bentuk profil yang diperlukan dalam proses di industri seperti pesawat terbang, kapal, otomotif, dan konstruksi,” ujarnya.
Dalam beberapa tahun ke depan, diharapkan seluruhnya bisa diisi dari industri aluminium dalam negeri. Dengan cadangan bauksit yang ada, Indonesia punya potensi memenuhi kebutuhan aluminium sampai beberapa puluh tahun ke depan.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin