tirto.id - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno bertemu dengan pimpinan Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Minggu (18/10/2020). Pertemuan tersebut merupakan atas perintah Presiden Joko Widodo sambil membawa naskah Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker).
"Pak Mensesneg diperintahkan langsung oleh Presiden Jokowi untuk mengantar naskah UU Cipta Kerja ke NU dan MUI," kata Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Bey Machmudin saat dikonfirmasi, Minggu (18/10/2020).
Pratikno, kata Bey, mendatangi langsung rumah Ketua Umum NU KH Said Agil Siradj. Kemudian Pratikno berangkat menuju kediaman Wakil Ketua Umum MUI Muhyiddin Junaidi juga di kediamannya. Pemerintah juga sebelumnya menjadwalkan untuk ke rumah Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir, tetapi belum terlaksana.
"Awalnya rencananya, naskah UU Cipta Kerja ini juga akan diberikan kepada Muhammadiyah, namun Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir sedang di luar kota," kata Bey.
Bey mengatakan, penyerahan UU Cipta Kerja dilakukan untuk mendengar masukan semua pihak. Hal tersebut sebagai tindak lanjut komitmen pemerintah dalam masukan pembuatan aturan turunan UU Cipta Kerja baik berbentuk PP dan Perpres.
"Pak Mensesneg juga tadi menyampaikan, bahwa pemerintah benar-benar terbuka terhadap masukan dari semua pihak dalam membuat peraturan-peraturan turunan. Dalam hal ini tadi NU, MUI, dan Muhammadiyah," kata Bey.
Bey pun menerangkan, sosialisasi tidak hanya kepada MUI, NU dan Muhammadiyah. Jokowi juga memerintahkan seluruh menteri untuk mensosialisasikan UU Cipta Kerja dan menyerap aspirasi dari akademisi, ormas, serikat pekerja, atau masyarakat langsung.
"Caranya bagaimana, bisa melalui seminar, workshop, FGD, talkshow, atau media lain yang dimiliki pemerintah termasuk media sosial," kata Bey.
Sudah lebih dari sepekan DPR RI mengesahkan UU Cipta Kerja dalam rapat paripurna. Pemerintah saat ini sedang gencar mensosialisasikan UU Cipta Kerja ke publik melalui ormas-ormas ataupun serikat pekerja. Namun, hingga saat ini tak ada jalan bagi publik untuk bisa mengakses draf tersebut lewat kanal-kanal resmi. UU kontroversial tersebut disahkan pada 5 Oktober, dan sudah diserahkan ke Presiden Joko Widodo 14 Oktober lalu.
Padahal, memberikan jalan lebar bagi publik untuk mengakses draf resmi bisa menjadi upaya kesimpang siuran dokumen sudah memakan banyak korban warga sipil yang ditangkap karena menyebarkan hoaks pasal-pasal Omnibus Law.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj memang sempat menyatakan rakyat kecil dirugikan akibat aturan sapu jagat ini.
"Baru kemarin ada keputusan DPR, UU Cipta Kerja, Cilaka namanya. Itu jelas tidak seimbang, hanya menguntungkan satu kelompok, hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas, menginjak, nasib para buruh, tani, rakyat kecil," kata Said, di Unusia Jakarta, Rabu (7/10/2020).
Menurutnya, UU Ciptaker menganggap lembaga pendidikan layaknya perusahaan. Kata dia, hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Apalagi lanjut Said, di era keterbukaan seperti sekarang ini yang sangat bebas dan liberal, ditambah dengan sistem kapitalisme, membuat nasib rakyat kecil semakin tertindas.
Begitu pun dengan MUI yang tegas menolak UU Ciptaker karena hanyan menguntungkan pengusaha saja. Sementara Muhammadiyah melalui Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menganggap perpolitikan Indonesia kini telah dikuasai oligarki. Hal itu terlihat jelas saat sedikitnya anggota DPR RI yang berani menyuarakan suara yang berbeda dari kepentingan pimpinan partainya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto