tirto.id - Presiden Jokowi mengeluarkan peraturan teknis pelaksanaan hukuman kebiri bagi para terpidana pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, Dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak yang ditandatangani pada 7 Desember 2020.
PP 70 Tahun 2020 diterbitkan sebagai tindak lanjut UU 17 tahun 2016 sebagai penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Peraturan tersebut menyatakan segala tindakan pengebirian hingga pemasangan alat pendeteksi elektronik harus berdasarkan putusan pengadilan.
"Segala Tindakan Kebiri Kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dikenakan terhadap Pelaku Persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," bunyi pasal 2 ayat 1 PP tersebut seperti dikutip Tirto, Senin (4/1/2021).
Ketentuan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi yang dikenakan terhadap pelaku perbuatan cabul juga harus sesuai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Selain itu, pelaksanaan putusan harus atas perintah jaksa dengan melibatkan kementerian di bidang kesehatan, hukum, dan sosial. Pelaksanaan pun harus melibatkan ahli.
Dalam pasal 6 PP tersebut juga memastikan pelaku seksual di bawah umur tidak dihukum kebiri. "Pelaku Anak tidak dapat dikenakan Tindakan Kebiri Kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik," bunyi pasal 6 PP tersebut.
Pelaksanaan kebiri pun juga harus melewati tahapan dan ada batasan. Tindak kebiri kimia berlangsung paling lama 2 tahun. Sebelum dikebiri, pelaku harus menjalani penilaian klinis, kemudian kesimpulan dari hasil penilaian klinis apakah pelaku layak dihukum kebiri kimia atau tidak dan pelaksanaan.
Ketika dinyatakan layak dihukum kebiri, korban diberitahu pelaku dikebiri kimia. PP tersebut juga menegaskan pengebirian ditunda jika pelaku melarikan diri.
"Dalam hal Pelaku Persetubuhan tertangkap atau menyerahkan diri setelah melarikan diri, jaksa berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk dilaksanakan Tindakan Kebiri Kimia," bunyi pasal 11 ayat 3 PP tersebut.
Sementara itu, pemasangan alat deteksi elektronik diberikan kepada pelaku persetubuhan dan pelaku perbuatan cabul. Alat elektronik yang digunakan berbentuk gelang dan alat serupa. Pemasangan dilakukan atas perintah jaksa dengan memerintahkan kementerian bidang hukum dan melibatkan kementerian bidang sosial dan kesehatan.
Selain itu, pelaku kekerasan seksual yang dikebiri kimia juga mendapatkan rehabilitasi psikiatrik, sosial, dan medik serta rehabilitasi psikiatrik dan sosial bagi pelaku perbuatan cabul.
PP tersebut juga mengatur agar identitas pelaku kekerasan seksual diumumkan ke publik paling lama 7 hari kerja setelah narapidana selesai menjalani pidana pokok. Poin yang diumumkan ke publik adalah nama, foto, nomor induk kependudukan (NIK), tempat tanggal lahir, domisili terakhir dan jenis kelamin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri