tirto.id - Hari pertama bekerja sebagai Menteri Sosial, Tri Rismaharini blusukan--kebiasaan lama Risma saat masih menjabat Wali Kota Surabaya. Ia ditemani pejabat teras Kemensos, blusukan ke kawasan kumuh di belakang kantornya di bantaran Sungai Ciliwung.
Risma juga mengunjungi warga yang tinggal di kolong jembatan dan menjanjikan hunian layak. Blusukan lagi, ia datang ke Balai Rehabilitasi Sosial Eks Gelandangan dan Pengemis “Pangudi Luhur” di Bekasi, Jawa Barat.
Risma mendaku gaya blusukan ini melekat sejak di Surabaya dan tak diubah meski menempati jabatan lebih tinggi. Risma yang juga menempati posisi penting di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjanjikan akses pendidikan kepada anak-anak kurang beruntung yang ditemui.
“Mereka sudah banyak yang menjadi sarjana. Nanti saya berikan beasiswa. Nanti saya beli barang-barang yang dikumpulkan ini. Saya ini ibunya pemulung,” katanya.
Bansos Dulu, Baru Blusukan
Kebiasaan lama yang dibawa tersebut justru menuai kritik. Dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai Risma telah membuang-buang waktu lewat blusukan.
Menurut Hendri, masih banyak pekerjaan rumah Kemensos yang menanti dirinya dan harus segera dibenahi.
“Bukan blusukan ini jelek, tapi Bu Risma ini perlu ingat, ia menggantikan menteri yang korupsi, yang berasal dari partai yang sama, PDIP,” ujar Hendri kepada Tirto, Rabu pekan lalu.
Mensos sebelumnya Juliari Peter Batubara, satu partai dengan Risma, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus korupsi dana bantuan sosial COVID-19. Juliari diduga menerima suap sebesar Rp17 miliar dari pengadaan bansos untuk masyarakat.
Menurut Hendri, pekerjaan Risma sekarang adalah fokus pada tata kelola pendistribusian bansos kepada masyarakat yang terdampak akibat pandemi.
“Mestinya dia perbaiki sistem distribusi dan action. Ini kan COVID belum turun. Blusukannya nanti saja setelah sistem selesai,” tutur Hendri.
Jabatan Mensos sebaiknya tak dimanfaatkan untuk pencitraan demi ambisi politik tertentu. Masyarakat, kata dia, berharap Risma bisa membenahi Kemensos usai Juliari jadi tersangka.
Pengamat Politik Universitas Airlangga Surabaya Fahrul Muzzaqi juga mendesak Risma agar membenahi Kemensos secara komprehensif.
Terlebih lagi Risma berencana membawa orang-orang kepercayaannya di Surabaya untuk merapikan Kemensos. Menurut Fahrul, Risma perlu membuktikannya.
“Harus dibuktikan ada hasil yang signifikan dan perbaikan manajerial di Kemensos, merapikan data-data, terutama data kependudukan yang berkaitan dengan bansos,” ujar Fahrul kepada Tirto.
Blusukan untuk Saingi Anies Baswedan?
Blusukan populer sedang Joko Widodo mengawali karier politik sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ia kerap blusukan ke kampung-kampung. Hingga jadi presiden, blusukan masih dilakukan. Risma pun turut memakai jurus blusukan kendati diklaim sudah dijalani sejak jadi wali kota Surabaya.
Fahrul menilai gaya lama Risma ini hanya pencitraan untuk kepentingan politik tertentu.
“Sambil menunggu langkah strategis, [blusukan] ini bagian dari menunggu, setidaknya ada yang ditampilkan di media,” kata Fahrul menjelaskan strategi blusukan seorang pejabat.
Persoalan blusukan Risma jadi polemik karena berawal dari Jakarta, wilayah administrasi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menengarai kepentingan Risma rajin blusukan adalah unjuk gigi di hadapan Anies untuk menjelang kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2022.
“Lagi saling bersaing. Lagi saling adu kuat. Bisa saja Risma sedang dipersiapkan PDIP untuk menjadi calon gubernur DKI Jakarta di tahun 2022. Jika Pilkadanya diadakan di 2022,” ujar Ujang kepada Tirto.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto