tirto.id - Pikiran Ari penat. Seharian ia mencari donor plasma darah konvalesen untuk ayahnya, 60 tahun, penderita COVID-19 dengan gejala sedang, yang tengah menjalani isolasi di rumah sakit rujukan di Jawa Barat. Di rumah sakit ini stok barang yang dicari habis. Ia mengandalkan media sosial.
Plasma konvalesen adalah salah satu jenis pengobatan COVID-19. Sebuah riset menyebut pengobatan ini menunjukkan efektivitas terbatas.
Bakda isya, seorang warganet merespons Ari. Ia, penyintas COVID-19 dengan gejala sedang, menyanggupi donor plasma darah. Keduanya bertemu di rumah sakit tempat ayah Ari dirawat keesokan harinya. Calon pendonor mengikuti serangkaian tes sampai akhirnya dinyatakan layak memberikan plasma darah.
“Alhamdulillah, ayah sudah pulih sekarang. Sudah di rumah,” ujar Ari, dua bulan setelah kejadian penat itu, kepada reporter Tirto, Selasa (29/12/2020).
Apa yang dialami Ari barangkali juga dirasakan orang lain. Sebab, menurut Ketua Bidang Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia (PMI) Linda Lukitari Waseso, pendonor plasma konvalesen masih minim. Permintaan di beberapa kota seperti Jakarta, Surabaya, dan Malang tidak bisa terpenuhi sepenuhnya. Di DKI, hampir 100 orang membutuhkan plasma harus antre.
“Permintaan rata-rata 20 sampai 30 kantong darah. Mungkin sekarang bisa meningkat 50 karena yang sakit meningkat,” ujarnya kepada reporter Tirto, Selasa.
Minimnya penyintas COVID-19 yang mendonorkan plasma darah, menurut Linda, karena masih ada ketakutan akan terjangkit virus kembali. Ia pun berharap Satgas Penanganan COVID-19 membantu menyosialisasikan donor plasma di setiap fasilitas layanan kesehatan. “Kami tidak bisa kerja sendiri,” ujarnya.
Persoalan lain, tidak semua plasma darah konvalesen bisa didonorkan. Plasma harus berasal dari penyintas COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat, sebab menurut Linda antibodinya sudah terbentuk dan bisa dimanfaatkan.
PMI sempat bekerja sama dengan satu perusahaan swasta dengan pegawai penyintas COVID-19. Ada 105 pegawai yang didaftarkan, namun yang layak ternyata hanya 15. “Untuk dapat pendonor itu susah, apalagi OTG belum tentu bisa meski dia diisolasi, kadang tidak punya antibodi,” katanya.
Mungkin karena tak semua dapat mendonor pula alasan mengapa tak semua pasien tahu perkara ini. Reza, penyintas COVID-19 gejala ringan asal Depok Jawa Barat, mengaku selama isolasi hingga sembuh setelah 14 hari perawat dari puskesmas terdekat tidak pernah memberi tahu apa pun soal itu. “[Perawat] cuma ngecek kondisi dan tes aja,” ujarnya kepada reporter Tirto, Selasa.
Mekanisme Donor Plasma
Linda berharap para penyintas COVID-19 yang telah dinyatakan sembuh tergerak untuk mendonorkan plasma darah. Caranya cukup mendatangi kantor PMI terdekat. Mereka akan dilayani di meja khusus.
Setelah calon pendonor mengisi dokumen kesepakatan, maka akan dilakukan pemeriksaan dengan mengambil sampel darah. “Untuk dicek ada infeksi atau tidak. Kalau ada, maka dijeda dan dirujuk ke dokter yang merawatnya untuk diobati.”
Jika hasil sampel bebas infeksi, akan dilanjutkan plasmaferesis yakni pengambilan, pengobatan, dan pengembalian atau penukaran plasma darah atau komponennya dari dan ke dalam peredaran darah.
Mekanisme pendonoran plasma darah dengan donor darah pada umumnya sama saja, kata Linda. Pendonor wajib berusia 17 hingga 60 tahun dan dalam keadaan sehat. Pembedanya, calon pendonor harus sudah dinyatakan sembuh dari COVID-19. Kemudian, donor plasma baru bisa dilakukan setelah 14 hari dinyatakan sembuh. Dengan syarat, calon pendonor memiliki antibodi cukup.
Jika calon pendonor sudah dinyatakan layak, maka akan dilakukan pheresis dengan mengambil plasma darah sebanyak 500 sampai 600 cc (cukup untuk 2-3 kantong dengan pembagian @ 200 cc). Apabila yang diambil hanya 500 cc maka 100 cc sisa akan dipergunakan untuk penelitian. “Karena terapi plasma ini, kan, masih uji klinis. Tapi direkomendasikan WHO,” imbuhnya.
Sejauh ini Linda mendaku PMI telah menyalurkan sekitar 4.500 kantong plasma, dan 95 persen penerima sudah mengalami kesembuhan dari gejala sedang sampai berat.
Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan akan membentuk tim gabungan dari berbagai unsur untuk memenuhi plasma darah. Diharapkan ini akan memperbaiki penanganan plasma darah “sekaligus mempermudah operasional PMI baik untuk mendapatkan donor maupun menyalurkan ke seluruh daerah.”
Lebih penting dari itu, menurutnya kuncinya memang edukasi. “Membangun rasa saling menolong khususnya kepada penyintas COVID-19 yang memenuhi kriteria mendonor,” imbuh Wiku kepada reporter Tirto, Selasa.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino