tirto.id - Presiden Joko Widodo menyatakan tidak keberatan atas berbagai kritik terhadapnya, termasuk stempel “King of Lip Service” yang diberikan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) kepadanya. Meski begitu, banyak pendukung dan bekas relawan Jokowi yang sewot bahkan masih sibuk menyerang BEM UI.
“Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan ini negara demokrasi, jadi kritik itu ya boleh-boleh saja dan universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi,” kata Jokowi menanggapi kritik BEM UI yang berujung pemanggilan oleh rektorat, Selasa (29/6/2021).
BEM UI menyematkan gelar The King of Lip Service kepada Presiden Jokowi menyusul banyaknya pernyataan Jokowi yang terkesan manis dan menenangkan, tetapi kenyataannya justru berbeda. Misalnya, terkait polemik tes wawasan kebangsaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maraknya kriminalisasi menggunakan UU ITE, dan penolakan RUU Cipta Kerja.
Kritik itu menuai reaksi keras dari pendukung Jokowi. Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman mengatakan segala aktivitas kemahasiswaan di Universitas Indonesia termasuk BEM UI menjadi tanggung jawab pimpinan UI.
Twit Fadjroel pun memantik rektorat UI untuk memanggil jajaran BEM UI dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UI guna dimintai keterangan pada Minggu (27/6/2021). Kepala Humas dan KIP UI, Amelita Lusia mengatakan unggahan itu melanggar aturan, tetapi ia tak merinci aturan yang dimaksud.
Sejumlah personel BEM UI pun mendapat serangan digital berupa peretasan terhadap akun WhatsApp, Telegram, dan Instagram mereka.
Tak berhenti di situ, kendati Jokowi sudah menyatakan “legowo”, tetapi sejumlah pendukung Jokowi masih terus menyerang BEM UI. Dede Budhyarto, pendukung Jokowi yang kini menduduki posisi Komisaris Pelni, mengunggah berbagai unggahan Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra di masa lalu.
“Kapan ke Istana lagi dek @Leon_Alvinda?"twit Dede dengan menyertakan tangkapan layar dari status Facebook Leon pada 2013 --ketika Leon masih duduk di bangku SMP-- yang isinya berupa ungkapan syukur bisa bertemu dengan ibu negara saat itu, Ani Yudhoyono, di Istana Merdeka.
Kemudian, Dede juga mengunggah cuitan Leon yang berharap PKS dan PAN bisa bertahan sebagai oposisi agar proses check and balance dalam pemerintahan bisa berjalan baik. "Ok yah dek @Leon_Alvinda lanjutkeun!" twit Dede.
Bekas politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean pun ikut menyindir, Rabu (30/6/2021): "Untuk adek2 BEM, jangan jadi boneka. Jadilah dalang, belajar yang baik, siapkan diri baik2, jangan permalukan diri sendiri..!!".
Ferdinand juga sempat mengunggah tangkapan layar berita tentang Ketua HMI, organisasi yang menaungi Leon, dan berkomentar: "Coba di cek rekening tabungannya, nambah atau terkuras? Atau rekening tabungan emak bapaknya, makin habis atau nambah?". Twit Ferdinand itu dikasih emoticon senyum.
Ferdinand mengaku kukuh memberi respons keras karena baginya apa yang dilakukan BEM UI, mengedit dan membuat meme dengan menggunakan foto Jokowi, adalah sesuatu yang tak patut. Apalagi BEM UI juga menambahkan narasi yang terkesan menuduh Jokowi adalah pembohong.
Ia pun meminta untuk membedakan antara respons dia pribadi dan respons Jokowi. Kendati Jokowi sudah mengatakan legowo, bukan berarti pendukungnya juga harus diam, kata dia.
"Soal pendukungnya, Pak Jokowi juga kan tak mungkin menyuruh diam. Itulah demokrasi sesungguhnya yang sedang berjalan. Ada opini, ada kontra opini. Nah, saya menjalankan kontra opini agar publik bisa menilai mana yang benar mana yang salah,” kata Ferdinand kepada reporter Tirto, Rabu (30/6/2021).
Pasukan Pasang Badan
Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi mengatakan cuitan BEM UI pada mulanya tidak mendapat respons yang amat besar. Keesokan harinya, Minggu (27/6/2021), twit itu diberitakan sejumlah media dan menjadi ramai, lebih-lebih setelah beredar surat panggilan kepada jajaran BEM UI dan DPM UI.
Kemudian, kata Ismail, muncul dua klaster di Twitter, yaitu: klaster pendukung BEM UI dan klaster kontra BEM UI. Klaster yang disebut terakhir didominasi oleh para pendukung Joko Widodo dan jangkauannya jauh lebih kecil, di antaranya pengajar di Universitas Indonesia Ade Armando, politikus PKPI Teddy Gusnaidi, bekas politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahean, Denny Siregar, Eko Kunthadi, dll.
Emosi yang muncul dari cuitan mereka didominasi dengan perasaan terkejut dan marah. Terkejut ternyata kualitas kritik mahasiswa UI rendah, terkejut Ketua BEM UI adalah anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan marah karena menganggap BEM UI dibayar untuk memprovokasi rakyat, kata Ismail.
Ismail mengatakan, pemanggilan yang dilakukan rektorat UI dan peretasan yang dialami anggota BEM UI meningkatkan viralitas dan percakapan seputar isu ini di media sosial. Kendati begitu, respons yang diberikan rektorat UI dan Ade Armando justru berdampak baik bagi Jokowi sebab fokus pembicaraan terpecah ke arah mereka, tidak Jokowi seorang.
“Respons Rektorat UI dan Ade Armando memberi dampak positif bagi Jokowi, karena 'sorotan' publik tidak lagi fokus ke Jokowi, tetapi belok dan terpecah ke Rektorat UI, Rektor UI, dan Ade Armando," kata Ismail dalam kesimpulan analisisnya.
Jokowi Diam, Pendukungnya Pasang Badan
Presiden Joko Widodo berulangkali mengatakan dirinya terbuka terhadap kritik, dan nyatanya memang Jokowi tidak pernah melaporkan pengkritiknya ke polisi. Namun nyatanya, Polri itu sendiri atau "perwakilan masyarakat" muncul menjadi perpanjangan tangan guna menghantam pengkritik Jokowi.
Majalah Tempo edisi 21-27 Desember 2020 menulis laporan dengan headline "Korupsi Bansos Kubu Banteng.” Laporan ini menuai serangan dari pendukung Jokowi yang aktif di media sosial, seperti Denny Siregar dan Ade Armando. Melalui akun YouTube CokroTV, Ade menyebut "laporan utamanya [Tempo] kali ini benar-benar terkesan mengada-ada" dan Denny mengatakan Tempo membuat laporan berdasarkan gosip belaka.
Lalu, di Twitter, bermunculan tagar-tagar yang memojokkan dan merisak Tempo. Salah satu yang sempat trending pada 21 Desember 2020 adalah #TempoMediaAsu.
Pada 2017, pemilik akun Facebook bernama Ummu Izzah Mujahidah dilaporkan oleh GP Ansor Kota Semarang, ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah karena konten-kontennya dinilai menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siraj.
Pada 2015, seorang pria berusia 35 tahun bernama Yopi Ratsman divonis 15 bulan penjara oleh PN Lubuk Basung. Ia terbukti bersalah melanggar Pasal 45 UU ITE tentang ujaran kebencian lantaran unggahannya berupa foto Jokowi yang telah diedit.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Arif Susanto mengatakan Jokowi memiliki banyak orang di kanan kirinya yang bersedia pasang badan menjadi bumper agar Jokowi tetap terkesan sebagai sosok yang bersih. Contohnya pada polemik tes wawasan kebangsaan pegawai KPK, Jokowi mengatakan hasil TWK sebaiknya tidak jadi alasan pemecatan, tapi nyatanya 51 orang pegawai KPK tetap akan diberhentikan karena tidak lolos TWK.
“Bagi saya yang terjadi itu bukanlah pengabaian oleh KPK, tapi itu adalah strategi untuk menciptakan imaji bahwa Jokowi itu tetap sosok yang bersih. Jadi cukup sering stategi itu digunakan. Jokowi itu punya orang-orang yang di sisi kanan kirinya yang bersedia menjadi bumper demi memastikan bahwa tangannya Jokowi itu terkesan tetap bersih," kata Arif kepada Tirto pada Rabu (30/6/2021).
Contoh lain, kata dia, ketika Jokowi diserang dengan gelombang demonstrasi oleh mahasiswa dan masyarakat sipil karena RKUHP dan revisi UU KPK pada 2019, atau RUU Cipta Kerja pada 2020. Jokowi tidak pernah menyerang lawannya secara frontal, tetapi nyatanya puluhan demonstran tewas, ratusan lainnya ditangkap, dan para aktivis yang vokal bersuara di media sosial mengalami teror siber berupa peretasan, doxing, dan fitnah.
Sampai saat ini polisi tidak pernah mengungkap dalang kejadian-kejadian tersebut.
Hal itu juga yang bisa jadi penjelasan kenapa sejumlah lembaga survei terus melaporkan masyarakat puas terhadap kinerja Jokowi, meskipun fluktuatif, kata dia.
Lembaga survei Indikator menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi pada April 2021 meningkat menjadi 64 persen dibanding pada Februari 2021 lalu yakni 63 persen. Saiful Mudjani Research Center (SMRC) bahkan melaporkan tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi mencapai 75,6 persen.
“Kan mengherankan dengan beberapa problem yang ada, tapi popularitas Jokowi tetap tinggi. Ini mengesankan bahwa Jokowi itu untouchable, Jokowi tidak pernah tangannya kotor karena ada orang macam Ferdinand itu yang bersedia berkotor tangan. Tinggal tambahkan saja, Ngabalin, LBP, Ferdinand, Ade Armando," kata dia.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz