tirto.id - Asisten Peneliti dari Kantor Hukum Lokataru Foundation Elfiansyah Alaydrus mengapresiasi pernyataan Presiden Joko Widodo soal unjuk rasa di Papua kemarin. Tetapi menurutnya, masalah di Papua tak selesai hanya dengan saling memaafkan.
Dia meminta, Presiden Joko Widodo juga mendorong penegakan hukum bagi pelaku rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
"Harusnya pikiran negara itu bukan sekadar maaf-maafan. Pasti kita memaafkan sesama manusia, tapi proses tindak pidana harus tetap berlangsung," ujarnya di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (20/8/2019).
Untuk itu, Elfian selaku perwakilan Lokataru bersama belasan perwakilan masyarakat Papua hari ini mendatangi Komnas HAM dan menuntut Komnas HAM membentuk tim pengawasan diskriminasi ras dan etnik.
Tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua itu dinilai telah melanggar undang-undang nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Menurutnya, kejadian itu jika dibiarkan menunjukkan nihilnya tanggung jawab negara untuk menghormati hak asasi manusia.
Elfian pun mengecam tindakan represif aparat kepolisian terhadap mahasiswa Papua, tak cuma di Surabaya tapi juga di daerah lain seperti Malang, Ambon, dan Ternate. Setidaknya terdapat 213 orang Papua yang ditangkap karena menyuarakan aspirasi politiknya di muka umum.
Aparat dianggap telah melakukan penangkapan, penahanan, dan penggerebekan secara sewenang-wenang.
Sebab, pasal 28 E ayat (2) dan ayat (3) menyatakan, setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya, serta berhak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28D pun telah tegas menjamin perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta setara di hadapan hukum.
Penggunaan gas air mata ke asrama mahasiswa Papua di Surabaya pun dinilai berlebihan. Sebab, mahasiswa pun tidak mengancam pihak mana pun.
"Hal ini telah melanggar Perkap Nomor 01 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dan Tindakan Kepolisian," ujar Elfian.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno