tirto.id - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani mengatakan, harus ada upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo untuk menangkal dampak konflik horizontal berbasis SARA dari insiden yang terjadi pada masyarakat Papua belakangan ini.
"Bukan hanya sekedar menyerukan untuk saling memaafkan. Seruan itu sangat tidak cukup, tidak menjawab akar masalah dan penyelesaian ke depan," ujarnya kepada Tirto, Selasa (20/8/2019).
Imbauan Presiden agar masyarakat bisa saling memaafkan, menurutnya, tidak menjamin perlindungan hak-hak masyarakat Papua di mana pun mereka berada.
Oleh sebab itu, Presiden harus turun tangan langsung untuk tidak menolerir perbuatan rasisme kepada masyarakat Papua. Serta negara harus melindungi setiap warga Papua yang mengekspresikan aspirasi politiknya dengan damai.
Tidak boleh juga ada pembiaran terhadap pihak yang bersikap rasial kepada masyarakat Papua.
"Penegak hukum tidak boleh melakukan pembiaran dan harus melakukan tindakan tegas berdasarkan hukum segala bentuk diskriminasi, tindakan rasis, dan ancaman kekerasan kepada Masyarakat Papua, baik oleh Ormas reaksioner maupun anggota masyarakat," tutupnya.
Keadaan di Papua mencekam setelah pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 16-17 Agustus lalu.
Buntutnya, Gedung DPRD Papua Barat habis dibakar massa, sejumlah properti di Papua pun rusak.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa telah mengungkapkan permintaan maafnya atas peristiwa yang terjadi di asrama Papua tersebut.
Menurut dia, aksi itu dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang tidak mewakili masyarakat Jawa Timur.
Khofifah pun menyayangkan adanya ucapan-ucapan tidak pantas yang terlontar hari itu. Atas hal itu mantan menteri sosial ini menyatakan akan menjamin keamanan mahasiswa Papua di wilayahnya sehingga mereka terjamin dalam menjalankan studinya.
Sebelumnya, Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyimpulkan, penyebab kerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019) pagi, adalah provokasi dari akun-akun media sosial.
"Mereka cukup terprovokasi dengan yang disebar akun di sosmed," kata Dedi di Mabes Polri.
Menurutnya demo ini tak perlu terjadi karena kejadian di Surabaya sudah ditangani.
Karena itu, Dedi mengatakan, Tim Siber Bareskrim akan melakukan profiling dan mengecek pemilik akun. Jika terbukti melanggar hukum, mereka akan ditindak, katanya.
"Yang terpenting masyarakat kami imbau tidak terprovokasi, tetap tenang dan bersama jaga situasi kondusif."
Padahal, pernyataan Dedi sebelumnya mengatakan, kejadian di Manokwari merupakan "spontanitas masyarakat dan mahasiswa."
Di Surabaya, Kapolri Tito Karnavian juga mengatakan ada akun-akun medsos yang "menyebar hoaks" soal peristiwa Surabaya. Ini yang turut membuat masyarakat di Papua marah.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno