Menuju konten utama

Jatuh Cinta dengan Rekan Kerja, Berjuta Rasanya...

Siap-siap, pengalaman yang sama dan intensitas tinggi bisa menumbuhkan bibit-bibit cinta dengan teman kerja!

Jatuh Cinta dengan Rekan Kerja, Berjuta Rasanya...
Header Diajeng Jatuh Cinta Dengan Teman Kerja. tirto.id/Quita

tirto.id - “Meeting you was fate, becoming your friend was a choice, but falling in love with you was beyond my control.”

Quote yang suka berseliweran di Pinterest itu tampaknya sangat pas buat menggambarkan perjalanan romantis Nurul Farichah.

Akhir 2017 silam, Nurul memutuskan untuk menikah dengan sang kekasih setelah empat tahun menjalin asmara—di gedung kantor. “Kami bertemu di Media Indonesia Publishing. Saya sudah bekerja sekitar hampir dua tahun, dia baru masuk. Saya reporter, dia desainer,” paparnya.

Mereka tidak dekat sejak awal karena jarang ditempatkan dalam satu proyek, sampai akhirnya si desainer ditugaskan mengatur tata letak artikel yang ditulis Nurul.

Sejak itulah mereka dekat, namun belum bisa berpacaran lantaran Nurul masih punya kekasih. Kendati demikian, teman-teman sekantor yang tahu Nurul masih punya pacar malah mendukungnya bersama si desainer saja.

Singkat cerita, ketika hubungan Nurul dan kekasihnya kandas, si desainer memberanikan diri mengajak Nurul pacaran.

Cinta bersemi di bilik kantor seperti Nurul ternyata bukan hal unik.

Kisah romantis ini selaras dengan survei relasi romantis di kantor yang dilakukan Vault terhadap 1.864 pekerja di berbagai industri di AS pada 2014, 56 persen responden mengaku pernah menjalin relasi personal dengan kolega.

Header Diajeng Jatuh Cinta Dengan Teman Kerja

Header Diajeng Jatuh Cinta Dengan Teman Kerja. foto/istockphoto

Responden yang menemukan pasangan hidup atau pacar di kantor mencapai 8 persen. Sebanyak 17 persen responden perempuan dan 11 persen responden laki-laki menyatakan cinta lokasi di kantor berujung pada relasi jangka panjang.

Alasan jamak di balik relasi romantis antar karyawan adalah intensitas pertemuan yang tinggi.

“Kebanyakan orang dewasa menghabiskan minimal 1.680 jam per tahun di kantor, jadi kamu cenderung lebih sering membersamai kolega daripada orang lain,” ujar David Brudö, CEO dan co-founder aplikasi kesehatan mental Remente pada The Independent, “Kamu mungkin tak betul-betul kenal kolegamu, tapi besar peluangnya kalian berbagi minat sama.”

Brudö melanjutkan, sehari-hari kamu bisa menilai bagaimana kolegamu menghadapi masalah, bekerja di bawah tekanan dan berinteraksi dengan orang lain.

“Jadinya juga mudah untuk berbagi informasi personal dan bersimpati saat mengalami kesusahan di kantor—mungkin dilakukan pas makan siang atau acara minum sepulang kantor.”

Alasan lain yang memungkinkan jatuh cinta dengan rekan kerja ialah persamaan senasib atau pengalaman.

Doktor bidang komunikasi dari West Virginia University, Sean M. Horan, mencontohkan, saat seorang reporter meliput perang berdua dengan kawan sekantor, mereka akan mengantongi pengalaman serupa yang bisa jadi topik obrolan sepulang bertugas.

Urusan internal kantor pun bisa jadi bahan diskusi sembari menikmati makan siang di luar bersama. Terutama bagi mereka yang satu divisi, persamaan lebih mudah ditemukan—entah dari latar belakang pendidikan, kemampuan atau minat. Dari situlah, sejoli mungkin akan punya kegiatan seru di luar kantor, atau lebih mudah paham ketika koleganya sedang kesulitan dalam kerjanya.

Persamaan pengalaman yang dimiliki dua orang yang sekantor ini akhirnya menciptakan kenyamanan bagi satu sama lain, demikian ditambahkan dalam penjelasan Horan di Psychology Today.

“Bila kamu menemukan persamaan atau ketertarikan dengan seseorang, dan kamu menghabiskan banyak waktu bersama dia, saya rasa sangat masuk akal kalau hubungan profesional beralih menjadi relasi romantis," kata salah satu partisipan studi Horan tentang cinta di tempat kerja.

Nurul mengafirmasi pendapat-pendapat ini. Ia mengaku punya hobi bermain gim yang sama dengan pasangan. Sepulang dari kantor sering pergi ke mal dekat kantor sekadar untuk makan dan ngobrol.

Kedekatan ini semakin terpupuk karena lingkaran pertemanan yang sama. Tak jarang Nurul menghabiskan waktu nongkrong dengan teman-teman sekantor bersama pasangan pula.

Mungkin buat sebagian orang, keseringan bertemu pasangan apalagi yang sekantor, bisa bikin cepat bosan. Pandangan itu ditampik Nurul, “Kami benar-benar seperti teman, sama-sama suka ngobrol. Ini yang bikin kami enggak cepat bosan.”

Tidak semua kantor mengizinkan karyawannya menjalin relasi dengan kolega. Di kantor Nurul misalnya, sempat ada kebijakan larangan berhubungan romantis dalam satu divisi.

Larangan berpacaran di kantor berangkat dari anggapan bahwa relasi romantis antar karyawan bisa menurunkan performa kerja. Penulis Eliza Collins pada 1983 pernah menyampaikan, relasi romantis di kantor bisa merusak struktur organisasi dan menimbulkan konflik kepentingan antara pasangan dan kantor.

Namun faktanya tak sehitam-putih itu.

Dalam hasil riset lawas pimpinan Charles A. Pierce yang terbit di Journal of Organizational Behavior (1996), terdapat rangkuman hasil studi-studi yang mengafirmasi dan menolak anggapan berpacaran dengan teman sekantor membawa efek buruk bagi produktivitas.

Contohnya, 70 persen responden dalam penelitian Anderson dan Hunsaker (1985) tentang relasi romantis di kantor menyatakan produktivitas pekerja menurun karena lebih banyak waktu dihabiskan pasangan untuk ngobrol dan bersua selama jam kerja.

Header Diajeng Jatuh Cinta Dengan Teman Kerja

Header Diajeng Jatuh Cinta Dengan Teman Kerja. foto/IStockphoto

Ada juga studi yang mendapati relasi romantis antara atasan dan bawahan lebih berpotensi menurunkan produktivitas dibanding relasi antar teman sejabatan.

Sedangkan pada riset yang mendapati relasi romantis dengan kolega tak berpengaruh terhadap produktivitas, atau malah meningkatkan produktivitas, argumen yang dipakai adalah intimasi sebagai stimulan bagi seseorang agar lebih giat.

Penelitian-penelitian lain telah menunjukkan pula bahwa mood yang baik akan berefek positif terhadap performa seseorang di tempat kerja.

Riset Pierce menunjukkan bahwa penurunan produktivitas terjadi pada tahapan tertentu saja. Pada awal-awal menjalin relasi misalnya, energi dan waktu seseorang bisa saja tersedot ke masalah personal. Namun, menjejaki tahap berikutnya dari relasi jangka panjang, produktivitas akan kembali naik dan stabil.

Pengalaman Nurul dan Ulfa Nur Zuhra (28) yang juga pernah bekerja sebagai reporter, menunjukkan bahwa relasi romantis dengan kolega yang mereka jalani tidak berefek pada profesionalitas atau produktivitas kerja.

Ulfa mengungkapkan, “Di ruang redaksi, gue jarang berinteraksi sama pacar gue saat itu, soalnya beda desk juga. Kalau di kantor, kami enggak peduli satu sama lain, dia kerja, gue kerja. Ini yang menghindarkan kami dari konflik kepentingan.”

Di balik pro-kontranya, sebagian karyawan menilai larangan berpacaran dengan kolega sebagai bentuk diskriminasi. Pegawai PT PLN bernama Yekti Kurniasih di Jambi sempat kehilangan pekerjaan karena menikahi teman sekantor.

Pada Mei 2017, ia bersama tujuh rekannya yang sesama staf PLN mengajukan permohonan uji materi Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 153 huruf f di dalamnya menyatakan, pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan pernikahan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Upaya Yekti berbuah manis.

Pada Desember 2017, MK mengabulkan permohonannya. Frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama” dihapuskan dari pasal 153 UU No. 13 Tahun 2003.

* Artikel ini pernah tayang di tirto.idpada 16 Januari 2018. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk keperluan redaksional diajeng.

Baca juga artikel terkait CINTA atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Maulida Sri Handayani & Sekar Kinasih