Menuju konten utama

Jalan Panjang Sebelum Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara

Penyidikan keterlibatan Setya Novanto dalam proyek KTP-elektronik menghasilkan 2.415 lembar laporan. Jaksa menuntutnya 16 tahun penjara dan beberapa hukuman lain.

Jalan Panjang Sebelum Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/1/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) membacakan tuntutan terhadap terdakwa korupsi KTP-elektronik, Setya Novanto. Jaksa menuntut mantan Ketua DPR ini 16 tahun penjara. Pembacaannya dilakukan oleh Abdul Basir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (29/3) lalu.

Novanto dinilai menerima uang 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille 011 seharga 135 ribu dolar AS. Ia terbukti melanggar Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Setya Novanto berupa pidana penjara selama 16 tahun," demikian kata Abdul Basir, Jaksa KPK.

Namun, hukuman bagi Novanto tak hanya kurungan fisik, masih ada sederet lainnya. Ia juga didenda Rp1 miliar subsider enam bulan penjara; pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar 7,435 juta dolar AS dikurangi uang pengganti sebesar Rp5 miliar; dan apabila tidak dibayar dalam kurun waktu satu bulan, hartanya bakal langsung dirampas negara.

Ia pun terancam dipidana tiga tahun penjara bila hartanya yang dirampas itu tidak mencukupi hukuman uang pengganti ketika dilelang. Selain itu, hak politiknya dituntut untuk dicabut. Konsekuensinya ia tidak boleh menduduki jabatan publik selama lima tahun setelah menjalani hukuman.

Pengadilan juga menolak permohonan Novanto untuk menjadi justice collaborator–sebutan bagi terdakwa yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar skandal. Jaksa KPK menilai, Novanto belum memenuhi standar sebagai justice collaborator sesuai UU 13 Tahun 2006 jo UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

"Penuntut Umum berkesimpulan terdakwa belum memenuhi kualifikasi sebagai justice collaborator," kata Abdul Basir.

Namun, ia akan tetap mempertimbangkan permohonan ini kembali jika syarat sudah terpenuhi.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan tuntutan 16 tahun sudah diusahakan seadil mungkin. "Bicara pemidanaan itu bicara proses menegakkan keadilan. Itu sebabnya jaksa dan pimpinan KPK aktif menghasilkan seperti apa sebuah tuntutan dijatuhkan," kata Saut saat dihubungi Tirto.

Jalan Panjang Novanto di Proyek e-KTP

Apa yang disampaikan Abdul Basir hanya bagian kecil dari apa yang terjadi pada proses persidangan pembacaan tuntutan, Kamis (29/3). Pembacaan tuntutan memakan waktu empat jam, padahal yang disampaikan tidak semua, hanya poin-poin pentingnya saja. Total lembar tuntutan mencapai 2.415 halaman.

Pada halaman-halaman awal, Jaksa KPK menyebut sejumlah tantangan yang dialami mereka selama menyidik perkara. Mereka mengaku perlu kerja ekstra keras untuk mengungkap keterlibatan Novanto dalam megaproyek KTP-elektronik. Jaksa mengandaikan pengungkapan keterlibatan Novanto seperti "lari maraton."

"Penuntut Umum menyadari bahwa penanganan perkara ini seperti lari maraton, butuh kecepatan, dan endurance yang tinggi," kata Jaksa KPK, Irene Putri.

Ia juga menyebut Novanto sebagai "politikus yang punya pengaruh kuat," "pelobi ulung," dan "sering disebut dalam perkara korupsi lain."

Irene kemudian menyinggung peristiwa penting yang terjadi selama penyidikan. Dari mulai kematian saksi penting di luar negeri, insiden kecelakaan tiang listrik, hingga drama penundaan pembacaan dakwaan selama tujuh jam.

Setelah sejumlah poin tersebut, barulah pembacaan tuntutan masuk ke dalam hasil penyidikan, atau lebih tepatnya bagaimana persisnya peran Novanto.

Novanto sudah terlibat dalam pembahasan proyek KTP-elektronik pada Februari 2010. Ia bersama Andi Agustinus selaku pengusaha bertemu dengan Dirjen Dukcapil kala itu, Irman, dan Sekjen Kemendagri kala itu, Diah Anggraeni. Dalam pertemuan tersebut, Novanto menyatakan memberikan dukungan pelaksanaan proyek.

Mereka kemudian melakukan pembahasan kembali, kali ini di ruang kerja Novanto di DPR RI, Jakarta. Pertemuan tersebut dihadiri Andi, Irman, dan Novanto. Ketiga orang tersebut membahas persiapan anggaran proyek.

Novanto terlibat sebagai pihak yang membantu dengan mengenalkan Andi kepada Mirwan Amir, Wakil Ketua Banggar dari Fraksi Demokrat. Setelah pertemuan tersebut, Andi melakukan pembahasan pelaksanaan proyek KTP-elektronik, baik soal harga dan mengondisikan pembentukan konsorsium lelang.

Novanto pun ikut mengondisikan proyek KTP-elektronik lewat bantuan Andi Agustinus ke Komisi II. Ia mengenalkan Andi kepada Ketua Komisi II kala itu, Chairuman Harahap. Novanto pun mengenalkan pengusaha dari PT Biomorf Lone Wolf, Johanes Marliem, Iftikar Ahmad, serta Greg Alexander untuk pengerjaan proyek. PT Biomorf menyediakan produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1 yang akan digunakan dalam proyek tersebut.

Pengondisian ini yang membuat Novanto kebagian jatah. Jaksa menilai, Novanto meminta kepada Andi Agustinus untuk menyerahkan fee sebesar5 persen untuk DPR demi "kelancaran proyek". Uang haram bagi Novanto sebesar 3,5 juta dolar AS disamarkan lewat pembayaran invoice yang dilakukan PT Quadra Solution pimpinan Anang Sugiana kepada Johanes Marliem.

Uang dari Anang dikirimkan kepada perusahaan milik Made Oka Masagung. Anang, Sugiharto (PNS Kemendagri) dan Marliem pun sempat memberikan fee kepada Novanto senilai Rp70 miliar.

Irman kini sudah divonis tujuh tahun penjara, sementara Sugiharto lima tahun penjara. Ketika masih proses persidangan terhadap terdakwa Irman, Novanto disebut menitipkan pesan lewat Diah Anggraeni agar namanya tak disebut. Ia meminta Irman agar mengaku tidak mengenali dirinya. Novanto juga disebut terlibat dalam upaya membujuk anggota DPR Miryam S. Haryani untuk mencabut BAP.

Uang haram yang disebut tadi diterima Novanto lewat dua cara. Penerimaan pertama dilakukan lewat bantuan perusahaan milik Made Oka Masagung, PT OEM Investment dan perusahaan Delta Energy dengan jumlah keseluruhan 3,8 juta dolar AS.

Sementara itu, penerimaan kedua, yang jumlahnya mencapai 3,5 juta dolar AS, dilakukan dengan bantuan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera sekaligus keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi. Uang tersebut diterima secara bertahap sejak 19 Januari 2012 sampai 19 Februari 2012. Penyerahan uang ini dilakukan dengan bantuan pengusaha money changer.

Sekitar 2,6 juta dolar AS merupakan hasil penukaran uang Irvanto lewat bantuan Iwan Barala, Marketing Manager PT Inti Valuta Money, dengan sejumlah pihak. Uang yang berasal dari money changer itu dikumpulkan kepada Juli Hira (pengusaha money changer), kemudian diserahkan kepada Iwan. Dari Iwan, uang tersebut baru diserahkan kepada Irvanto.

Sementara jam tangan mahal didapat Novanto dari Andi Agustinus dan Johanes Marliem.

"Terdakwa telah secara sadar menggunakan pengaruhnya melakukan intervensi terhadap proses pengadaan barang/jasa... Dapat disimpulkan Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, dan Made Oka Masagung merupakan kepanjangan tangan dari terdakwa," kata Abdul Basir, Jaksa KPK.

Novanto Mempersiapkan Pleidoi

Setya Novanto terdiam sejenak usai mendengar pembacaan tuntutan. Ketika bersuara, ia mengatakan terima kasih, kepada hakim maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia juga mengatakan kalau bakal "memberikan pembelaan baik secara pribadi maupun lewat penasihat hukum."

Novanto menolak semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Ia tetap bersikeras "tidak ada penerimaan secara langsung kepada saya... saya tidak menerima uang."

Ia juga membantah telah menggunakan jabatannya demi kelancaran proyek. Ia membantah keterangan jaksa bahwa Oka, Irvanto, adalah perpanjangan tangannya dalam menerima dana e-KTP. Ia juga merasa tuduhan bahwa dirinya memberikan pengaruh kepada Irman dan Sugiharto salah alamat.

"Saya tidak pernah mengetahui apa yang dilakukan kedua belah pihak," kata Novanto.

Sehingga, ia mengaku akan menyampaikan pleidoi alias pidato pembelaan.

Keluarga, yang juga ada di lokasi, terlihat sedih sepanjang persidangan. Bahkan ketika tuntutan dibacakan, sang istri, Deisti Astriani, sempat meneteskan air mata. Mukanya terlihat sembab. Ia bilang kecewa atas tuntutan itu. Deisti berharap hakim bakal memutus perkara dengan seadil-adilnya.

Novanto langsung meninggalkan ruang sidang setelah persidangan ditutup. Ia berjalan menuju mobil tahanan dengan didampingi istri dan keluarga yang lain.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino